Bab 7

Selamat menikmati teka-teki yang kami sajikan :)

***

Detik itu juga, tubuh Raka tiba-tiba terasa kaku. Untuk apa Lerion dan Rustan membicarakannya? Apa yang tadi Elven itu katakan? Berita? Mengapa ada berita tentangnya di dunia ini. Raka sama sekali tidak mengerti.

Kakinya seolah-olah terpaku di situ dan tidak ingin beranjak sama sekali. Raka mengernyitkan kening untuk mempertajam pendengaran. Dia mendekatkan telinga ke dinding supaya dapat mendengar lebih jelas.

"Aku baru saja menyelidiki sesuatu dan mendapat sebuah informasi besar," tutur Lerion serius. "Raka ini, dia bukan anak biasa. Dia berlagak seolah tidak bisa apa-apa seperti ini karena kekuatannya disegel sejak kecil. Tapi sebenarnya, dia nyaris saja overpower."

Rustan mengernyitkan kening. "Benarkah? Memangnya dia bagaimana?"

Lerion menjentikkan telunjuknya. "Dia adalah anak dari Reidar Asger, seorang elf cahaya dan kesatria penting dalam menjaga perdamaian Saranjana. Ya, begitulah. Munafik sekali," ujarnya sambil mengibaskan tangan. "Ibunya adalah Kyla, seorang penyihir penganut sihir abu-abu. Campuran keturunan penyihir dan elf bisa menjadi seseorang yang sangat hebat. Aku benar-benar yakin bahwa Raka merupakan incaran kita. Apalagi ia mempunyai tanda lahir berbentuk bulan sabit biru di lengan kirinya. Ini semakin menunjukkan bahwa dialah orang yang diinginkan itu."

Lerion mengakhiri ucapannya dengan menepuk meja sekali. Kemudian, elf itu bersandar di salah satu dinding sambil bersedekap. "Jadi, kau akan bagaimana?"

Pupil mata cokelat Rustan tiba-tiba membesar hingga seperti lubang kelam yang dalam tak berujung. "Bagus sekali, bagus sekali. Hahaha ... akhirnya tujuan kita semakin dekat pada keberhasilan. Aku yakin, tidak ada yang bisa mengalahkan kita jika kita memberdayakan Raka. Bagus sekali, Lerion."

Dari balik pintu, Raka merasa kakinya melemas. Dia tidak sepenuhnya paham yang dibicarakan Rustan dan Lerion. Dia tidak mengerti tentang yang diinginkan atau apa pun itu. Orang tuanya juga tidak pernah memberitahunya bahwa ia berpotensi over power. Namun, Raka cukup cerdas untuk mengerti bahwa kini dia sedang diincar. Raka mengambil langkah mundur perlahan. Setelah cukup jauh dari pintu, dia berbalik dan berlari meninggalkan tempat itu.

***

Raka kembali ke kamar dengan perasaan tidak tenang. Sepenggal perbincangan Lerion dan Rustan terus terngiang di kepalanya. Rasanya menyeramkan sekali. Informasi yang didengarnya tadi belum terlalu jelas, tetapi Raka tahu dua orang itu pasti berbicara tentangnya.

Dengan gelisah, Raka menarik selimut hingga ke bawah dagunya. Dia meremas-remas ujung selimut sambil memandangi langit-langit kamarnya yang gelap dan kosong. Remaja itu sebelumnya belum pernah mendengar apa pun tentang seseorang yang diinginkan. Kyla terlalu posesif padanya, dan itu membuatnya tidak mengetahui apa pun tentang dunia luar.

Raka baru mengetahui banyak hal setelah memasuki dunia ini. Dia mulai melatih prasangka, pertahanan diri, dan kemampuan berpikir menyelidik. Sebelumnya, dia terus merasa aman di rumah orang tuanya yang terisolasi dari dunia luar. Sama sekali tidak ada kesulitan. Sekarang, dia tinggal sendirian dan harus tetap bertahan hidup. Raka ingin kembali ke rumahnya, jadi ia harus mencari tahu caranya sendiri.

Namun, ketika mendengar percakapan Rustan dan Lerion tadi, Raka mulai sadar bahwa kehidupannya di dunia ini tidak akan terlalu mudah. Ada orang yang mengincarnya, meskipun dia masih tidak tahu apa motifnya. Jika motifnya untuk misi kebaikan, Raka tidak akan terlalu keberatan. Dia senang bisa membantu. Namun, Lerion dan Rustan kelihatannya bukan orang yang terlalu baik. Raka belum bisa mengidentifikasi secara pasti, tetapi selama ini dia selalu menjaga jarak dengan dua orang tersebut. Namun, kalaupun orang yang mengincarnya mempunyai motif kebaikan, Raka juga tidak ingin memutuskan semuanya sendiri tanpa memedulikan tanggapan orang tuanya.

Pada intinya, sekarang Raka ingin pulang secepatnya. Hal-hal di sini membuatnya merasa terancam. Pulang ke rumah pasti akan memberi kedamaian.

Namun, bagaimana caranya? Raka mengusap wajahnya, lalu berbalik dan mengubah posisi tidur. Ia menatap ke luar jendela, menatap bintang-bintang yang bercahaya redup di langit malam. Beberapa saat kemudian, Raka mulai berpikir di alam bawah sadarnya. Langit malam sangat indah. Bintangnya kecil-kecil dan tidak terlalu terang. Sangat cocok untuk melakukan sesuatu yang tersembunyi.

***

Raka terbangun keesokan harinya karena sinar matahari yang sangat terang menyiram ruangan kamarnya. Dia menggeliat sebentar, lalu bangun dan duduk. Dia memejamkan mata lagi sembari mengingat-ngingat sebuah misi penting yang dipikirkannya semalam. Setelah mengingat tujuannya hari ini dengan jelas, Raka segera turun dari kasur dan bersiap-siap seperti biasa.

Raka melakukan rutinitasnya di pagi hari dengan santai. Dia mengambil buah-buahan yang tersedia di meja di ruang depan, mengupasnya satu per satu, lalu memakannya sendiri di situ. Dari balik pintu kayu rumah penyihir yang membatasi dirinya dengan dunia luar, dia melihat orang-orang melakukan aktivitas mereka dan berorganisasi dengan sibuk. Raka tahu dunianya tidak di sini, jadi dia tidak merasa terganggu ketika semua orang fokus dengan urusan masing-masing dan tidak memedulikannya. Menurutnya, cepat lambat dia pasti akan kembali ke Saranjana dan berpisah dengan orang-orang aneh ini. Jadi, untuk apa pula ia bersosialisasi? Hidupnya di sini tidak berbeda jauh dengan di Saranjana. Sepi dan terkurung. Hanya saja, di sini dia lebih sendirian. Tidak ada Kyla dan Reidar di sisinya.

Sambil menikmati buah manis di dalam rumah, Raka memperhatikan Rustan yang tak lelah ke luar masuk lorong praktek rahasia. Raka hanya tahu jalan masuk ke ruangan rahasia itu berawal dari balik lemari kayu. Di balik pintu itu, ada sebuah tonjolan kayu yang jika diputar sesuai aturannya akan menampakkan pintu baru. Rustan tidak pernah mengizinkan Raka menilik apa pun dari lemari kayu itu. Jadi, Raka tentu saja tidak tahu apa pun.

Beberapa saat kemudian, Lerion datang sambil membawa banyak barang di dalam kantung cokelat. Elf itu memasuki gubuk si penyihir tanpa melirik Raka yang berada di ruang depan sedikit pun. Dia segera mengeluarkan kunci dan membuka lemari kayu yang ada di ujung gubuk, lalu menutupnya kembali. Setelah itu, tidak ada yang kelihatan lagi.

Raka selalu hanya bisa melihat proses masuk ke ruang rahasia hingga tahap itu. Dia tidak tahu bagaimana persisnya cara memunculkan pintu ajaib selanjutnya. Dia tidak tahu bagaimana kondisi di dalam lemari, dan seterusnya. Sikap Rustan sangat privasi mengenai ruangan tersebut. Padahal, sebenarnya dia penasaran dengan apa yang Rustan sembunyikan di ruangan tersebut.

Namun, Raka bukan orang yang gegabah. Buku-buku di rumah pohon yang dulu selalu dibacanya membuat dia punya banyak ide. Meskipun dia tidak tahu apakah rencana ini akan berhasil atau tidak, Raka sudah menyusun siasatnya ini sejak kemarin malam. Hari ini dia akan mulai melaksanakannya.

***

Beberapa jam kemudian, ketika matahari sudah beranjak ke atas kepala, Lerion keluar dari lemari kayu. Elf itu terlihat lelah dan berkeringat. Raka yang tadinya sedang duduk sambil membaca buku-buku tak jelas di bawah meja kayu di ruang tengah pun spontan bangkit. Dia mendekati Lerion. Rupanya bau elf itu tengik sekali. Mungkin dia baru saja menemani Rustan membuat sebuah eksperimen ramuan. Raka bergidik sedikit, tetapi dia tidak mundur dari niat awalnya.

"Selamat siang, Lerion. Kupikir kau sudah lelah. Ada yang perlu kubantu?" tanya Raka ramah. Dia berjalan di samping Lerion meskipun elf itu tidak memedulikannya dan sibuk merapikan barang-barangnya yang sangat banyak di atas lantai kayu.

"Ah, biar aku membereskan ini saja, ya," simpul Raka sambil mengambil alih sebuah kantong cokelat yang dibawa Lerion di tangan kiri.

Lerion agak panik ketika barangnya dibawa Raka. Dia spontan memukul lengan Raka dengan keras dan hendak meraih kantung tersebut kembali. Namun, Raka tetap bertahan dan menjauhkan kantung tersebut dari jangkauan Lerion.

"Tidak perlu khawatir, Lerion. Aku akan membereskannya dengan baik. Tidak akan ada yang rusak atau tertinggal," ujar Raka meyakinkan.

"Bocah dungu bisa apa?" sindir Lerion ketus. Dia bersedekap sambil berdiri, tetapi tidak mempermasalahkan barangnya yang dipegang Raka lagi.

Setelah itu, Raka mengembalikan barang-barang Lerion yang sudah dibereskannya ke dalam bentuk satu kantung yang telah diikat rapi. Dia mengembalikannya sesuai keinginan penyihir, tidak mengambil satu item pun dari kantung tersebut. Setelah Lerion keluar dari rumah penyihir, Raka segera membuang material-material tak berguna ke tong pembuangan di taman belakang.

Sekembalinya Raka ke ruang tengah, dia mendapati Rustan sedang meminum ramuan aneh dari gelas dari kulit kelapa tua berwarna cokelat. Raka awalnya hendak langsung masuk ke kamar dan tidak mengangkat pembicaraan apa pun, tetapi tiba-tiba Rustan menjeda kegiatannya dan menanyakan sesuatu.

"Raka, untuk apa kau ke belakang barusan? Mau membuang apa?" tanya Rustan menginterogasi.

"Oh, tadi aku membantu Lerion membereskan barang-barangnya yang masih berantakan. Dia terlihat lelah dan masih ada banyak hal yang harus dibereskannya sebelum pulang. Jadi, aku membantunya sedikit," jawab Raka jujur.

Rustan meletakkan gelasnya di meja, lalu tertawa puas. "Bagus sekali. Baiklah, silakan beristirahat di kamarmu, Raka."

Raka mengangguk. "Terima kasih, Rustan."

Ketika Raka telah memasuki kamar dan menutup pintunya, Rustan mengangkat gelasnya kembali. Dia memutar benda-benda itu sambil tersenyum licik. Raka yang sangat dungu dan mengerti balas budi ternyata sudah tahu tugasnya sekarang. Rupanya tinggal sedikit langkah yang kuperlukan untuk menjadikannya bagian sempurna dari misiku.

***

Raka melakukan kegiatan seperti kemarin selama beberapa hari kemudian. Dia berjaga di ruang depan sambil menikmati sarapan buah segar dan mengamati rutinitas Rustan dan Lerion. Setelah urusan Lerion di ruangan Rustan selesai, Raka akan membantu elf itu membereskan barang dan sampah untuk dibuang. Setelah membuang sampah Lerion, Raka terkadang menyempatkan diri untuk membantu Rustan mengenai hal-hal kecil. Ketika Rustan dan Lerion sudah cukup percaya padanya, Raka merasa lebih yakin untuk melakukan taktik utamanya.

Hingga hari keempat, Raka masih terlihat senang membantu Lerion. Setelah Lerion mengecek barang-barangnya di rumah, dia juga melihat bahwa Raka tidak mencuri apa pun. Ketika beberapa hari telah berjalan, Lerion semakin jarang memilah-milah sampah dan memasukkan semuanya ke dalam kantung cokelat. Mumpung bocah itu mau diperbudak, Lerion merasa pekerjaannya jadi semakin sedikit.

Setelah memastikan Raka tidak ada motif mencuri, dia memasukkan barang-barang baru seperti panci ramuan, tumbuhan-tumbuhan langka, dan sebagainya ke dalam kantung cokelat itu. Padahal, sebelumnya kantung cokelat itu hanya berisi ampas ramuan yang tidak bisa langsung dibuang sembarangan. Kini, pada hari kelima, Lerion tanpa sadar memasukkan kunci serep ruangan rahasia miliknya ke dalam kantung cokelat tersebut.

"Hei, bocah bodoh, hati-hati dengan kantung itu. Sampahnya semakin banyak karena eksperimen Rustan semakin maju. Bahan-bahan ini lebih berbahaya dan tidak boleh dibuang sembarangan," jelas Lerion tegas ketika ia memonitor Raka membereskan barang-barangnya.

"Tentu, Lerion. Aku akan membakarnya hingga habis, seperti biasa," ujar Raka mantap.

Siang itu, ketika Raka hampir menyelesaikan pekerjaannya memilah sampah ramuan, tiba-tiba Lerion dipanggil oleh kenalannya dari luar pintu. Elf itu spontan berlari menghampiri temannya tanpa memedulikan Raka.

"Lerion, ini—"

"Terserah. Sebentar, bocah bodoh. Tidak lihat aku sedang sibuk sekarang?" gerutu Lerion pedas. Elf itu menuruni tangga di depan rumah dan menghampiri teman yang memanggilnya tadi.

Raka melihat bahwa Lerion berdiri cukup jauh dan sedang tidak memperhatikannya. Dia awalnya berpikir hendak menunggu sehari lagi untuk menjalankan siasatnya. Namun, sepertinya hari ini terlalu bagus untuk dilewatkan. Raka segera membuka kantung cokelat Lerion dengan hati-hati. Aroma bahan-bahan ramuan yang tengik langsung menampar penciumannya lagi. Raka menahan napas supaya aroma tersebut tidak tercium lagi. Dia segera mencari kunci ruang rahasia itu.

Beberapa detik kemudian, dia segera menemukan sebuah kunci kecil berwarna cokelat yang bergigi dua. Raka tersenyum puas. Namun, dia tidak punya waktu berlama-lama untuk itu. Dia melirik sebentar ke arah Lerion yang masih mengobrol dengan temannya. Raka pun segera membereskan kantung cokelat itu kembali, lalu memasukkan kunci di saku celananya dan meletakkan kantung cokelat di meja di ruang depan.

"Lerion, barangmu kutaruh di sini, ya," ucap Raka dengan volume keras kepada Lerion yang berdiri agak jauh dari gubuk.

Elf itu mengibaskan tangannya sekali. "Iya. Pergilah. Jangan mengganggu."

Raka pun segera berjalan ke taman belakang untuk membakar ampas-ampas ramuan dengan suasana hati yang sangat baik.

***

Saat tengah malam, Raka memastikan dirinya benar-benar masih terjaga. Dia masuk ke kamarnya seperti biasa supaya Rustan tidak curiga. Di kamar, ia menyiapkan barang-barang yang mungkin akan dibutuhkannya untuk masuk ke ruang rahasia. Selain kunci, Raka juga berjaga-jaga dengan lilin, pemantik, dan kantung besar untuk mencuri beberapa barang bukti yang mungkin diperlukan. Dia tidak tahu ruangan rahasia itu gelap atau mempunyai lampu, jadi lilin tentu saja akan sangat penting untuk berjaga-jaga.

Malam-malam buta, ketika bulan tengah menggantung sendirian di langit dan bintang-bintang tidak terlihat, Raka turun dari kasurnya dan mengendap-endap keluar dari kamar. Raka menoleh ke kamar sebelah untuk memastikan bahwa Rustan sedang tertidur nyenyak. Penyihir itu sedang mendengkur nyenyak, jadi Raka segera melanjutkan langkah dengan mantap.

Dia membuka kunci pintu lemari kayu di ujung ruangan dengan hati-hati. Setelah itu, dia menutupnya kembali dan mendapati bagian dalam lemari yang sangat gelap. Raka meraba-raba hingga menemukan tonjolan kayu. Dia memutarnya ke arah kanan. Tidak bisa. Dia mencoba arah lain. Tiba-tiba, sebuah pintu terbuka di hadapannya. Pintu yang terbuka itu menimbulkan suara yang tidak kecil. Dengan tergesa-gesa, Raka segera masuk dan membiarkan pintu itu cepat-cepat tertutup lagi.

Di belakang pintu, Raka menyusuri lorong sempit yang tidak terlalu kotor, tetapi cukup lembab. Mungkin karena ruangan ini masih cukup sering digunakan. Di ujung lorong, Raka menemui ruangan besar yang luas. Ruangan itu didominasi warna hijau terang dari api di bawah tungku perebus ramuan. Rupanya lilin yang Raka gunakan tidak berguna. Dia memasukkan benda itu ke dalam saku, lalu mulai menggeledah tempat tersebut.

Raka membuka beberapa lemari. Dia menemukan banyak sekali bahan-bahan herbal yang baunya luar biasa apak. Dia juga membuka sebuah kendi. Di situ, ada banyak sekali material terbatas dan buku resep ramuan sihir. Raka membuka beberapa buku, barangkali bisa menemukan petunjuk mengenai dirinya sendiri, atau mengenai apa yang dilakukan Rustan. Namun, yang dia temukan benar-benar hanya resep di buku itu. Tidak ada sobekan kertas atau apa pun yang menunjukkan hal penting. Lagi pula, Raka tidak bisa memahami buku resep ramuan.

Raka segera beralih ke bagian ruangan yang lain. Dia melihat peti besar. Remaja itu mencoba mengangkat tutup peti. Namun, ternyata terkunci. Dia memutuskan untuk tidak berkutat terlalu lama pada benda yang satu itu.

Dia mendekati tungku perebusan ramuan milik Rustan. Di sebelah kendi superbesar, ada beberapa buku-buku kusam berjamur. Raka membuka beberapa halaman buku yang terletak di tumpukan paling atas. Namun, belum sempat dia selesai membaca, terdengar suara ketukan dari kejauhan.

Apakah itu Rustan? pikir Raka panik.

Raka mulai berkeringat dingin. Dia segera meletakkan buku yang sedang dibukanya, lalu menyingkir dan bersembunyi di balik salah satu kendi yang sangat besar. Setelah beberapa menit, tidak ada suara lagi di luar. Raka rasa, dia sudah melangkah sangat jauh. Memasuki ruangan rahasia penyihir merupakan hal yang sangat berisiko. Dia memutuskan untuk mengendap-endap keluar meskipun tidak menemukan apa pun di ruangan misterius ini.

Mungkin nanti aku akan mendapat informasi yang lebih jelas di tempat lain, pikirnya sambil berusaha tetap tenang.

Raka berjalan cepat menyusuri lorong untuk kembali ke pintu di balik lemari. Dia mendengarkan situasi di luar sebentar. Ketika yakin bahwa tidak ada orang lagi di luar, Raka segera keluar. Dia melemparkan kunci ruang rahasia milik Lerion ke depan rumah. Setelah itu, dia segera kembali ke kamar supaya tidak ada lagi orang yang memergokinya keluar kamar malam ini.

***

Keesokan harinya, saat hari baru saja terang, Lerion datang dengan tergesa-gesa ke rumah Rustan. Elf itu menemui Rustan yang sedang menikmati sebuah minuman, lalu berkata dengan napas tersengal-sengal. "Astaga, Rustan! Aku kehilangan kunciku! Kunci ruanganmu tidak ada padaku! Bagaimana ini?"

"Ah, bodoh sekali. Kau menjatuhkannya di depan pintu rumahku, Tolol. Untung saja aku menemukannya masih utuh pagi tadi," sahut Rustan ringan. Dia mengeluarkan kunci ruangan rahasia dari saku jubah, lalu melemparkannya ke arah Lerion.

Lerion menerima kuncinya, lalu mengernyit heran. Jatuh di depan rumah sang penyihir? Bagaimana bisa? Apakah kantung cokelatku berlubang? Lerion mengangkat kantung cokelat di tangan kanannya untuk melihat permukaan bawah kantung. Tidak. Namun, bagaimana bisa jatuh? Apakah ada yang mencurinya? Tapi siapa? Dan kapan? Selain itu, bagaimana—

"Lerion, kau ingin terus melamun di luar atau masuk sekarang?" panggil Rustan dari dalam ruang rahasia.

Lerion segera mendongak. "Oh, aku segera masuk."

Setelah itu, Lerion tidak sempat memikirkan tentang kehilangan kuncinya lagi.

***

Hari-hari selanjutnya, Lerion menyarankan pada Rustan untuk bekerja dengan lebih tertutup lagi. Jadi, Raka semakin tidak tahu apa pun dengan apa yang dua makhluk itu lakukan di dalam ruang rahasia. Dia pikir, Ya, sudahlah. Terakhir kali saja tidak berhasil. Mungkin aku harus mencari informasi dari tempat lain.

Hari itu, akhir pekan tiba. Pagi-pagi benar, Raka bangun tidur, lalu membersihkan diri. Saat langit mulai terang, dia duduk di ruang depan di rumah sang penyihir untuk mengambil makanan. Di meja, terletak sebungkus makanan asing seperti jelly yang belum pernah ditemui di Saranjana. Dia tidak tahu namanya, tetapi sepertinya patut dicoba. Raka pun membawa bungkusan tersebut ke kamar dan berniat menyantapnya di sana. Dia ingin menutup diri dan tidak banyak bertemu dengan Rustan selama beberapa hari ini.

Raka meletakkan makanannya di atas meja kayu lapuk di sudut kamarnya. Ketika dia menarik kursi, kebetulan sudut matanya menangkap sosok Rustan sedang berdiri di bawah pohon besar dekat rumah. Di hadapan penyihir itu, tubuh Lerion yang memakai pakaian kumal juga terlihat.

Mereka terlihat sedang memperbincangkan hal serius. Menurut Raka, hal ini mungkin bisa memberikan pengetahuan baru baginya. Jadi, dia segera keluar dari kamarnya, lalu berjalan pelan ke jendela lain di bagian dapur supaya dapat mendengarkan pembicaraan dua orang itu dengan jelas. Raka menyandarkan tubuhnya di dinding sambil berjongkok dan mendengarkan percakapan orang-orang dengan misi misterius itu.

"... menyiapkannya untuk ritual Bulan Oktober?" Terdengar suara bertanya dari Lerion.

"Aku sudah berusaha menyiapkannya sebaik mungkin. Tapi tanpa Raka Asger, ritual ini tidak akan menghasilkan apa pun," sahut Rustan.

Mendengar namanya disebut, Raka spontan mengernyitkan kening dan menajamkan pendengaran. Dia semakin merapatkan tubuh ke dinding.

Lerion mengibaskan tangan sambil mengangguk. "Iya, iya. Aku tahu. Oleh karena itu, aku bertanya padamu. Waktu kita sudah tidak banyak, Rustan. Jika Raka masih tidak mau, kita harus memaksanya ikut," tegasnya sambil mengepalkan tangan. "Tidak ada pilihan lain."

Di balik dinding, Raka merasa tubuhnya melemas. Ada apa lagi ini? Ritual Bulan Oktober? Dia harus ikut? Kalau tidak mau, akan dipaksa? Raka merasa clue yang didapatnya semakin hari semakin aneh saja. Dia tidak mengerti mengapa orang-orang itu selalu mengincarnya. Raka merasa pikirannya kosong.   

***

Salam literasi

Mei dan kawan-kawan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top