🌹Yang Tak Disadari
"Jaga mata, jaga hati. Untuk dia, yang selalu dinanti."
-Princess Adhera
***
Siang itu, TPQ Al-Gaffar tampak lenggang. Arsya menapakkan kakinya pada undakan tangga koridor, lalu melangkah menuju ruangan paling ujung gedung itu.
Sesekali pria berjanggut tipis itu mengedarkan pandangan, sekedar mengawasi. Berharap, ia bisa melihat sosok wanita anggun yang pagi tadi meninggalkan rumah dengan setelan gamis umbrella lengkap dengan kerudung panjangnya. Saat tak mendapati satu pun sosok di sekelilingnya, pria itu menghela napas berat. Kini ia memantapkan langkahnya ke depan.
Sebenarnya, ada sesal yang kini Arsya rasakan. Setelah pagi tadi melepas sang istri yang sepertinya sedang dalam mood buruk. Semua ini salahnya. Jika saja ia tak terlalu banyak berpikir, dan memilih segera jujur tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi, mungkin kini mereka tak akan secanggung tadi pagi. Saling melepas tanpa senyum.
Langkahnya terhenti. Menatap pintu kayu yang difliter di depannya. Terkunci. Semua staff Al-Ghaffar sepertinya sudah meluncur ke lokasi. Atau bahkan ... beberapa. Karena ketika kembali mengedarkan pandangannya, ia menemukan seorang perempuan tengah duduk termenung di tepi kolam renang buatan di depan ruang sekret.
Elsa.
Arsya kini menimang langkah, haruskah ia menghampiri gadis itu? Bolehkah?
Dengan sisa pergulatan dalam dirinya, pria itu pun memutuskan mendekat. Menghampiri perempuan berkulit pucat yang tatapannya terlihat kosong.
"Assalamualaikum," sapanya.
Elsa mengerjap. Menyadari seseorang berdiri di sampingnya. Perempuan itu lalu mendongak, membuat mata sayunya bertemu langsung dengan mata teduh Arsya.
Kening perempuan itu mengernyit. Dengan gerakan pelan, kembali melengos. Mengalihkan pandangan dari netra yang seakan membiusnya itu. Sesaat, ada ketenangan yang dirasakannya, ketika sepersekian detik lalu mata mereka dipertemukan. Elsa menggeleng. Perasaan apa ini?
"Elsa?" Arsya kembali memanggil.
Tanpa dipersilahkan, pria itu duduk dengan jarak dua jengkal di samping Elsa. Elsa sendiri, kini malah semakin memperdalam tundukan kepalanya.
"Jangan melamun," ujar Arsya kembali.
Ia kini menerawang. Menatap ke depan, hamparan bunga berwarna warni di depannya. Setelah tak ada jawaban dari Elsa, ia menghela napas pelan. Tangannya yang bertumpu di samping tubuh, dia atas bangku kayu panjang, kini beralih ke depan. Ia tautkan jemarinya satu sama lain.
Dari ekor matanya, ia bisa menangkap Elsa yang tak juga mengangkat kepala.
"Kamu tahu, Allah nggak suka orang yang sering melamun," katanya setelah sekian lama dibalut keheningan.
Sesaat, terdengar helaan napas dari perempuan di sampingnya. Tak lama kemudian, kepalanya dengan berat terangkat. Kemudian ditolehkan ke arah pria berkemeja itu.
Ada perasaan hangat tiba-tiba menyelusup ke hati Elsa, kala sepasang mata itu menatapnya dengan teduh. Segaris senyum tipis terbit dari wajah pucatnya. Mata sayunya yang sebelumnya redup, perlahan menemukan binarnya. Arsya pun sempat tertegun sesaat ketika melihat pemandangan itu. Setengah tak percaya, bahwa Elsa berani menatapnya bahkan tersenyum ke arahnya. Sontak saja, kedua sudut bibirnya ikut tertarik. Membentuk sebuah senyuman yang jauh lebih lebar dari Elsa.
"Elsa," panggilnya kemudian. Elsa yang semula akan mengalihkan perhatiannya karena tak sanggup melihat senyum lebar Arsya. "Kenapa melamun? Nggak ikut acara TPQ?" tanyanya.
Awalnya Elsa memilih tak menjawab. Tak lama setelahnya, ia menggeleng. Lantas berujar, "aku sedang ingin menenangkan diri. Sendiri di sini rasanya jauh lebih baik."
"Menenangkan diri dengan melamun?" Lagi-lagi Arsya membahas hal itu.
Helaan napas berat Ersa kembali terdengar. Ia memejamkan mata beberapa saat, merasa tertembak dengan ucapan pria di sampingnya.
"Itu lebih baik," elaknya.
Arsya mengalihkan perhatian. Kini tak lagi menatap wajah Elsa, melainkan mulai memperhatikan langit biru siang itu. "Padahal berzikir lebih membuatmu tenang. Apalagi kamu akan semakin dekat dengan Allah. Sementara melamun, hanya akan membuatmu jauh terhadap sekitar. Bahkan kata ustad saya, lamunan itu berbahaya. Karena hal itu dapat menyebabkan kelemahan, ketidakberdayaan, kemalasan, penyimpangan, penyia-penyiaan waktu, melalaikan perintah Allah SWT, dan hanya melahirkan kepayahan serta kelelahan," jelasnya sambil menerawang.
Perempuan di samping Elsa itu terbius. Ia bahkan kesulitan meneguk ludahnya sendiri setelah kalimat Arsya selesai tercerna otaknya.
"'Saat pikiran seseorang sudah dipenuhi dengan lamunan dan khayalan, maka ia akan kehilangan saat menikmati alam realitas. Ia akan membayangkan bentuk khayalan di dalam hatinya, ia merasa puas dengan bentuk palsu yang sifatnya fiktif, saat itu ia melakukan sesuatu yang tidak ada gunanya sama sekali,' begitu kata ustad saya." Arsya melanjutkan.
Kini ia mencoba menilik raut wajah yang ditampilkan Elsa. Wajah piasnya membuat Arsya tertegun. Kemudian dengan pelan, pria itu berdeham. Mencoba menarik kembali perhatian Elsa ke arahnya.
"Elsa, bisa lihat saya sebentar?" Elsa menoleh. Refleks ikut menarik senyumnya saat lagi-lagi sunyum lebar Arsya terkembang. "Melamun bukan kegiatan yang dianjurkan atau disenangi Allah. Hal itu hanya bisa mendatangkan kemudaratan. Bukannya lebih dekat dengan Allah dan merasa tenang, pikiranmu yang kosong justru akan sangat mudah dikuasai setan. Maaf, tapi itulah yang membuatmu kadang hilang kendali diri," jelas Arsya lagi. Senyumnya tak surut juga. Begitu pun dengan binar di mata Elsa yang perlahan mulai terbit lagi.
"Elsa?"
"Iya?"
"Bisa saya minta satu hal?" Permintaan Arsya tanpa banyak berpikir panjang Elsa setujui. "Jika ada kegiatan lebih bermanfaat dari melamun, maka itu adalah berdzikir."
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram, Qur'an surah ar-Ra'du: 28. Dan bisa saya minta supaya kamu berhenti melamun?" Tanpa dipersilahkan, Elsa mengangguk, menyetujui. Kemudian hal itu disambut Arsya dengan tepukan di kepalanya sebanyak dua kali.
Yang tanpa sadar, kembali memunculkan percikan hangat yang menjalar ke seluruh tubuh Elsa. Bahkan kini, hati perempuan lemah itu bergetar. Arsya tak pernah berpikir, bahwa sentuhan sederhana yang ia lakukan tadi tanpa sadar memberi celah untuk harapan Elsa kembali menguar. Permpuan itu tanpa sadar kini menggantungkan harapannya pada pria itu. Pada setiap senyum teduhnya, pada binar indah matanya, pada kalimat menenangkannya, juga pada perhatian sederhananya. Ia bahkan tak pernah berpikir bahwa dirinyalah satu-satunya orang yang berlaku demikian pada perempuan itu. Arsyalah orang pertama yang memperlakukan Elsa dengan begitu manis. Setidaknya itu yang ditangkap Elsa dari perhatian kecil yang diberikan Arsya.
Hingga bagi Elsa hal ini tak ada yang salah. Bahkan Arsya pun berpikir demikian. Ini hanyalah bentuk semangat yang diberikannya untuk perempuan lemah yang melewati harinya dengan berat. Tapi tidak dengan perempuan yang kini berdiri jauh di belakang mereka. Pada senyapnya koridor Al-Gaffar. Dalam diamnya, banyak prasangka yang mulai muncul di kepala perempuan itu. Namun ia berusaha menampik. Ingin mengatakan bahwa hal ini wajar, sama seperti yang dipikirkan dua orang di depannya. Iya, hal ini wajar.
"Terima kasih ...." Elsa menggantungkan kalimatnya, saat bingung harus memanggil Arsya apa.
"Panggil saja Arsya," ujar pria itu seakan mengerti.
Elsa mengangguk. Kemudian tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Senyum yang membuat matanya menghilang, yang digantikan dengan munculnya dua lesung pipit di pipi tirusnya yang pucat.
"Terima kasih, Arsya," ulangnya. Suaranya yang parau tetap terdengar merdu dan lembut.
"Bukan masalah. Saya senang bisa melihat senyummu," katanya. Lalu menambahkan, "manis."
Dan tanpa sadar, mereka membuat prasangka perempuan di belakang mereka semakin menjadi. Membuat raut wajah perempuan yang tak mereka sadari keberadaannya mengerut.
Wajarkah ini? pikir perempuan itu lagi.
Bersambung...
***
Assalamualaikum :)
Alhamdulillah, setelah adegan pergulatan panjang bersama mood yang seketika mengambil alih segala macam kegiatan (eaaak), akhirnya selesai juga ngetik bab ini dengan segala kekurangannya. Ehehe
Maaf, jika sekiranya masih banyak typo bertebaran. Alur yang semakin ngalur ngidul. Tapi InsyaAllah, akan diperbaiki ... suatu hari nanti :v
Sip.
Terimakasih juga sudah mampir dan meninggalkan jejak. Kritik dan saran tetap saya harapkan.
Sekian, wassalam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top