🌹Menampik Rasa
"Melupakan memang bukan perkara mudah. Itu sebabnya, saya lebih memilih pura-pura tak ingat, daripada terus berkoar bahwa kini, dia telah luput dari ingatan."-Adhera Abdatillah
-Princess Adhera
🌹🌹🌹
Entah sudah berapa lama Adhera dalam posisi menyender di balik pintu utama. Sejak kepergian Sabbrin dengan pemuda di masa lalunya, ia tak sanggup melangkahkan kakinya barang sejengkal pun dari daun pintu. Ia menatap menerawang. Tenaganya seakan terkuras karena kenyataan yang menghampirinya. Kemunculan pemuda itu memang tak bisa dikatakan biasa saja bagi Adhera. Nyatanya, hatinya tetap bergemuruh setiap kali mata tajam pemuda itu bersitatap dengan mata sebening jelaga miliknya. Berulang kali ia menampik, bahwa rasa yang pernah ada untuk pemuda itu telah ia kubur dalam-dalam, semenjak pemuda itu menghilang bertahun-tahun lalu. Ia tekankan pada dirinya, bahwa kini hatinya hanya untuk Arsya, suaminya. Cintanya sudah sepenuhnya ia berikan pada pria pemilik mata cokelat terang itu.
Namun, perkataan Sabrin beberapa waktu lalu kembali terputar di otaknya.
"Ini Bang Zaid, calon suami Sabrin, Mbak," ujar Sabrin memperkenalkan pemuda di sampingnya setelah Adhera mempersilakan mereka masuk dan duduk berhadapan di ruang tamu.
"Ca ... calon suami?" Adhera terbata.
Masih dengan senyuman tersungging, Sabrin mengangguk antusias. Terlihat jelas binar bahagia di mata adik ipar Adhera itu kala ia menatap ke arah Zaid, yang duduk tepat di depan Adhera.
"Bang, ini Mbak Adhera, istrinya Bang Arsya," ujar Sabrin, kali ini ia memperkenalkan kakak iparnya.
Zaid mengangguk, lalu menyunggingkan senyum yang semakin membuat hati Adhera teriris. "Kami sudah pernah bertemu saat resepsi Arsya kemarin, Bin," ujar pemuda itu.
Sabrin ber'oh' ria sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Se ... sejak kapan kalian saling kenal? Rasanya kenapa mendadak begini?" tanya Adhera kembali terbata.
Zaid sebenarnya sudah memperkirakan reaksi yang akan ia temui pada Adhera ketika wanita itu mengetahui hal ini. Itu sebabnya, saat ini ia berpura-pura terlihat tenang. Duduk dengan senyum terus mengembang, sambil terus menahan diri agar tidak mendekati Adhera dan menggenggam erat tangan wanita itu.
Zaid pun sebenarnya tak kuasa menyaksikan Adhera seolah sangat tersakiti dengan kenyataan yang didengarnya. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah keputusan yang ia ambil agar tetap bisa dekat dengan wanita itu. Jahat sekali dirinya. Ia ingin egois, agar tetap bisa memantau adik kecilnya lebih dekat.
"Mendadak gimana? Emang Bang Arsya gak pernah cerita yah?" Adhera menggeleng. "Hmm, pantesan. Aku sama Bang Zaid udah dekat sejak beberapa bulan yang lalu. Kami bertemu di kantor Bang Arsya, ya kan Bang?" ujar Sabrin seraya menatap ke arah Zaid. Zaid yang ditatap mengangguk, lantas tersenyum teduh ke arah Sabrin, calon istrinya.
Adhera beristghfar berulang kali. Tak seharusnya dia seperti ini. Harusnya dia bahagia Zaid mendapatkan wanita sebaik Sabrin. Harusnya ia bahagia karena Zaid akan menjadi iparnya. Tapi, kenapa malah sebaliknya.
Astagfirullahal 'adzim...
🌹🌹🌹
Adhera berjalan menyusuri koridor al-gaffar dengan tatapan kosong. Sejak kedatangan adik ipar beserta calon suaminya, yang tak lain adalah masa lalu Adhera, pikiran wanita itu jadi tak tentu. Ia ingin bahagia, sebab abangnya mendapatkan perempuan baik-baik seperti Sabrin. Adhera akui, Zaid akan sangat beruntung bila berjodoh dengan Zaid. Nasab gadis itu jelas, ia juga kaya. Selain itu, Sabrin kini telah menjadi gadis solehah, yang menutup sempurna auratnya. Tapi tetap saja hati kecil Adhera masih tak rela. Perasaannya pada Zaid belum sepenuhnya hilang, jadi wajar bila rasannya masih sama sesaknya ketika pria itu bertahun-tahun lalu meninggalkannya.
Adhera tak bisa menampik, bahwa pemikirannya kini terdengar begitu egois. Padahal ia sudah memiliki suami sesempurna Arsya, tapi masih saja mengharapkan laki-laki lain seperti Zaid, yang kini notabenenya akan menjadi saudara iparnya.
Terlalu asik melamun, gadis itu tanpa sadar menubruk punggu seorang pria. Aroma tubuhnya tak asing di hidung Adhera. Begitupun dengan pantofel mengkilat yang dipandanginnya kini, terlihat begitu akrab di penglihatnya. Hingga ketika ia mendongak, raut terkejut pria berjanggut tipis itulah yang pertama kali dilihatnya.
“Mas,” gumamnya.
Begitu mendengar panggilan sang istri, Arsya buru-buru menampilkan wajah dengan senyuman khasnya. “Dhe, hati-hati,” peringatnya seraya mengelus puncak kepala Adhera.
Adhera terdiam. Perasaannyakini semakin bercampur aduk setelah melihat sang suami berdiri di dekat jendela sekertariat. Kening wanita itu berkerut dalam, bingung kenapa suaminya bisa berada di sini. Sementara ini masih jam kantor, dan belum waktunya makan siang ataupun pulang.
“Mas ngapain di sini?” tanyannya. Dan entah mengapa suaranya kini menjadi tercekat.
Arsya terlihat salah tingkah. Tangan kanannya yang semula digunakan untuk mengelus kepala Adhera kini beralih ke saku celana bahannya. Ia mengatur mimik wajahnya yang semula tiba-tiba pucat menjadi lebih berseri.
Pria itu berdeham, lantas mengeluarkan suara beratnya,
“Mas nungguin Revan. Ada janji bertemu untuk membahas sesuatu,” ujarnya.
Melihat kening Adhera kembali mengkerut, Arsya pun mengusapnya dengan ibu jarinya, pelan. Ia tahu istrinya itu kini tengah berpikir keras. Entah apa yang tengah dipikirkannya, nanti akan coba Arsya tanyakan. Nanti, setelah suasana tak canggung lagi.
“Tapi ini masih jam kantor,” sergahnya. “Apa jangan-jangan Mas bolos ya?” Mata wanita itu memincing curiga.
Melihat raut menggemaskan Adhera, mau tak mau kekehan ringan terdengar dari mulut Arsya. Pria itu kemudian mencubit pelan hidung Adhera, membuat wanita itu meringis.
“Nggak ada yang bakalan melarang Mas, atau bahkan menghukum Mas karena bolos ngantor. Mas bahkan bisa meliburkan semua orang kalau kamu lupa, Sayang,” ujar Arsya diakhiri kerlingan jahil.
Mendengar panggilan Arsya, justru membuat pipi Adhera bersemu. Ah, rasanya ia belum terbiasa.
“Hm, Adhe lupa, kalau bos mah, bebas,” seloroh wanita itu.
Arsya lagi-lagi tergelak. Saking menyenangkannya menggoda istrinya, ia sampai lupa tujuan awalnya dating ke TPQ. Ia harus segera bertemu dengan Revan, sebelum sahabatnya itu pulng karena sebentar lagi waktu istirahat tiba.
Ia tak berbohong waktu mengatakan ingin membicarakan sesuatu dengan pemuda itu. Sesuatu yang belakangan ini benar-benar mengganggu pikirannya.
Tepat setelah tawanya reda, pemuda yang ditunggu Arsya keluar dengan tampang lelahnya. Kemeja biru langitnya digulung asal sebatas siku. Rambutnya bahkan kini terlihat awut-awutan.
“Eh, Mas Bro?” ujarnya ketika melihat Arsya di depan ruangannya. “Wuih, ada angin apa tiba-tiba mampir? Masa udah mau jemput Mbak Bro? Dia baru juga datang?” cerocos pemuda itu tanpa menghiraukan tatapan aneh sepasang suami istri itu yang kini menghujaminya.
“Ck. Ente habis ngapain awut-awutan gitu? Kaya orang sibuk aja,” sindir Arsya. Adhera diam-diam menyetujui ucapan sang suami.
Revan mendengus, lantas menghela napas berat. Ia hari ini erlihat benar-benar lelah. Kentara sekali dari matanya.
“Iya, ane sibuk! Sibuk ngurusin anak orang yang tiap menit kerasukkan,” semprotnya.
Arsya tampak terkejut. Elsakah yang dimaksud Revan?
Sama dengan ekspresi Arsya, Adhera pun tak kalh terkejut. Setalah kemarin gadis itu baik-baik saja, apa sekarang ia kumat lagi?
“Terus Elsa sekarang di mana, Van? Dia baik-baik aja kan?” cecar Adhera, panik.
Revan lagi-lagi menghela napas, frustasi. “Sudah dibawa anak-anak ke rumah Kiai. Dibilang baik-baik aja sih, nggak. Tapi yah … nggak separah sebelum-sebelumnya,” ujarnya.
Adhera mengangguk paham. Ia menatap ke arah Arsya yang entah kenapa sekarang terlihat pucat. Wanita itu kemudian bersuara, “Mas, aku izin ke rumah Kiai, yah?”
Tanpa pikir panjang, Arsya mengangguk. Sebelum pergi, Adhera meraih tangan Arsya untuk diciumnya dengan buru-buru. Namun, yang membuat Adhera tak mengerti adalah kenapa tangan Arsya begitu tegang. Apa yang terjadi? Ah, Adhera tak sempat berpikir macam-macam. Sebab kini pikirannya kembali dipenuhi dengan wajah Elsa.
Padahal, yang ada dipikirannya kini sama dengan apa yang dipikirkan Arsya. Pria itu khawatir.
Arsya mengkhawatirkan Elsa?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top