Ittoki Otoya

"Apa kau yakin kau akan baik-baik saja? Aku bisa menemanimu berbelanja!" Sahut lelaki berambut merah ke wanita di depannya. Ittoki Otoya namanya. Sedangkan wanita di depannya, Ittoki (Name) hanya tertawa pelan.

Salahkah jika Otoya ingin menjaga istrinya yang sedang hamil?

Alasan Otoya mendadak ingin menemani istrinya karena perkataan sobat sejawatnya, Ichinose Tokiya. Serta senior hyper nya, Kotobuki Reiji. Mereka mengatakan pada Otoya bahwa seorang wanita hamil, terutama lagi jika umur kandungannya masih muda sangat rentan tertekan dan sensitif, itu juga bisa berpengaruh kepada bayinya.

Jika ditanya darimana mereka tahu, mereka hanya bisa tersenyum miris sambil menggigil ketakutan.

Sebagai seorang suami dan ayah yang baik, ia tak akan membiarkan (Name) dan buah hatinya menderita. Tidak akan pernah. Sama sekali tidak akan.

(Name) hanya menggeleng akan reaksi berlebihan Otoya. Tangannya mengacak rambut merah sang suami. "Tenanglah, hanya berbelanja, Otoya, hanya berbelanja."

Otoya terus memutar otak agar dapat menemani (Name). "Ta-tapi...." telunjuk (Name) membungkam Otoya.

"Ssh... tenanglah Otoya, aku bukan menuju medan perang. Aku akan memastikan diriku sendiri tidak apa-apa, paham?" Otoya mengangguk ragu. Senyum tipis (Name) berikan kepada Otoya.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Kecupan (Name) hadiahkan ke pipi Otoya- yang berhasil membuat wajahnya sewarna dengan rambutnya.

"Ba-baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan (Name)."








Tapi, siapa yang menyangka bahwa itu akan menjadi hal terakhir yang (Name) berikan padanya.







What if Your Husband is :
Ittoki Otoya
(c) Broccoli
Warn : OOC and Typo

Seluruh anggota STARISH berkumpul di kediaman Otoya. Mau nuntasin lagu yang belum kelar, katanya. Iya, katanya. Tapi pada kenyataannya.

"Syo-chan! Ayo pakai ini, kau pasti akan terlihat sangat imut!"

"Menjaulah dariku Natsuki!"

Syo dan Natsuki malah sibuk main kucing dan tikus.

"Ne~ Masa, ayo ke bar setelah ini. Lumayan untuk cuci mata."

"Jinguji, aku yakin seratus persen istrimu akan menghajarmu jika dia tahu."

Or-- Ren terus mencoba membujuk Masato agar menemaninya ke bar, dan terus mendapat tolakan mentah-mentah dari Masato.

Cecil menelusuri setiap seluk beluk rumah Otoya. Maklum, belum pernah main ke rumah orang.

Sementara Tokiya lebih memilih duduk di sofa bersama sang pemilik rumah.

Yap... hanya sekedar katanya.

Mari bayangkan apa yang akan menimpa mereka jika istri mereka tahu.

Netra merah milik Otoya tak lepas dari televisi, yang tengah menayangkan film animasi anak-anak.
Adegan yang ditayangkan adalah sang adik mencoba untuk menyelamatkan sang kakak, namun naas ia berubah menjadi sebuah patung es. Airmata mulai mengumpul di sudut mata Otoya.

Sang kakak mulai mengucapkan maaf dan maaf kepada sang adik. Setetes airmata telah terjun dari matanya. Adegan sudah mencapai klimaksnya saat sang kakak akan menyatakan bahwa ia mencintai sang adik.

Yang sayangnya terpotong oleh Breaking News dadakan.

Otoya menjerit di dalam hati, merutuki kenapa Breaking news tersebut muncul di bagian terbaik dari film tersebut. Kini ia memfokuskan dirinya pada berita mendadak yang mengganggu Nobarnya.

Nonton bareng airmata  maksudnya.

'Breaking news, sebuah ledakan terjadi di sebuah pusat perbelanjaan xx. Ledakan tersebut terjadi sekitar 30 menit yang lalu. Dikabarkan ledakan ini diakibatkan oleh bom yang dipasang di lantai dasar perbelanjaan tersebut. Kami masih belum mendapat laporan tentang korban jiwa. Sekian.'

Remote televisi yang ia genggam sedari tadi lepas, mengikuti arah gravitasi. Kedua maniknya melebar, tak percaya atas apa yang baru telinganya tangkap. Seluruh tubuhnya membeku.

'(Name)!'

Nama sang istri terngiang di kepalanya. Ia segera berlari keluar dari kediamannya. Meninggalkan teman-temannya yang menatap heran dirinya.

_____
_____

Kedua kakinya berlari tanpa henti. Airmata terus menetes. Ia tak perduli sudah berapa banyak orang yang ia tabrak sepanjang jalannya. Yang ada di pikirannya hanyalah sang istri.

'Tolong katakan padaku bahwa ini hanya lelucon. Jangan tinggalkan aku (Name)!'

Sirine mobil mulai mengusik pendengarannya. Kedua kakinya terhenti di tempat yang ia tuju. Tubuhnya bergetar melihat pemandangan di hadapannya.

Pusat perbelanjaan yang tadinya berdiri dengan kokoh, sekarang mengalami banyak kerusakan. Asap hitam mengepul, jeritan dan tangisan banyak orang menyatu.

Kedua tangannya mengepal. Garis polisi yang melintang guna menghalau warga sipil memasuki tempat kejadian ia terobos. Tak menghiraukan teriakan polisi yang melarangnya masuk.

Ia percaya, ia percaya bahwa istrinya masih hidup. Ia sangat percaya akan hal itu.











Tapi Otoya, bagaimana jika takdir berkata lain?









Tubuh sang idol berambut merah ambruk, melihat tangan seseorang menyembul dari material bangunan yang berat. Jari manis yang dihiasi cincin berbandul batu ruby. Otoya sangat mengenali cincin tersebut.

Karna cincin tersebut adalah cincin pernikahannya. Cincin yang ia berikan pada (Name) saat mengikat janji sucinya.

Airmatanya semakin menjadi jadi, tangannya menyingkirkan bongkahan batu yang menindih tubuh di hadapannya. 'Tidak! Tidak! Tidak! (Name) kau tidak akan meninggalkanku secepatnya ini bukan?' Batinnya.

Seluruh pergerakannya terhenti. Tak percaya terlukis jelas di wajah Otoya. Di hadapannya, tubuh seorang wanita berambut (h/c) terbujur kaku. Luka memenuhi tubuhnya, di sudut bibirnya terdapat bekas darah yang mulai mengering. Tangan kanannya menahan perutnya, seakan ia sedang melindungi buah hati yang masih berada di perutnya.

Seluruh dunia Otoya hancur berkeping-keping. Ia terus berdoa bahwa ini hanyalah mimpi buruk belaka. Ia tidak siap untuk kehilangan (Name) dan buah hatinya.

Tidak, dia tidak akan pernah siap untuk kehilangan kedua orang yang paling berharga baginya.

Namun kenyataan telah menusuknya dalam-dalam. Ia telah kehilangan seorang istri dan bayinya yang bahkan belum sempat melihat wajah sang ayah dan hidup di dunia.

Apakah kesedihan amat menyukainya sehingga tidak cukup dengan mengambil sang bibi yang ia sayangi.

Otoya perlahan merengkuh tubuh tak bernyawa sang istri. Membenamkan wajahnya di lekukan leher (Name). Menjerit sejadi-jadinya, mengeluarkan seluruh perasaan sakitnya. Airmatanya mengalir semakin deras. Ia tak perduli apa ia akan kehilangan suaranya, apa ia akan terlihat seperti zombie pada esok hari.

Ia sudah terlalu terluka untuk memperdulikan hal-hal tersebut.

Ia menyesal. Ia menyesali dirinya yang tak bisa menjaga (Name). Ia menyesal tak bisa melindungi buah hati tercintanya. Ia merasa semua ini salahnya.

'Apa aku lebih pantas mati saja?'

_____
_____

Terbangun dengan sentakan kaget. Kedua netra Otoya meneliti dimana ia berada. Detak jantungnya berdetak tak terkendali. Napasnya tersengal-sengal. Tangannya mencengkeram kaos yang melekat di tubuhnya, berusaha menenangkan diri.

Napasnya mulai normal, begitu juga dengan detak jantungnya. Ia menatap sisi lain tempat tidurnya. Rapi dan kosong, seakan sudah lama tidak ada orang yang menggunakannya.

'Dingin,' batin Otoya saat telapak tangannya bertemu permukaan tempat tidur sang istri.

Airmata kembali menggenang di matanya. Bahunya bergetar pelan. Tubuhnya ia peluk erat-erat. "(Name)... maaf..." ujarnya lirih. 'Apakah itu hanya mimpi? 'Batin Otoya.

'Atau ingatan yang kembali untuk mengingatkanmu, Otoya. '

Isakan pelan lepas dari mulut Otoya, kedua tangan yang tadinya memeluk diri kini menutupi wajahnya. Ia tak henti meracaukan nama istri tercintanya dan ucapan maaf.

Kesendirian seakan telah menelannya. Seluruh cahaya hidupnya seakan redup dilahap kepedihan. Senyum bak cerahnya matahari hilang dari wajahnya. Tergantikan dengan tangisan.

Otoya, sang Idol dengan senyuman secerah matahari telah kehilangan cahaya dan alasan hidupnya.

Decitan pintu dibuka perlahan memasuki telinga Otoya. Sinar lampu yang berada di luar ruangan mengintip lewat celah pintu yang terbuka. Kepala seorang wanita menyembul dari balik pintu.

Sang wanita nampak baik-baik saja, tanpa luka dan tanpa darah. Dan yang terpenting wanita itu hidup.

Otoya menatap kosong wanita yang memasuki kamarnya. Airmatanya tak berhenti menetes. Rasa sesak menghampirinya. Ia sudah tak tahu apa yang terjadi.

Bukankah istri beserta sang buah hati telah meninggalkannya. Apa rasa sakit telah menjelma menjadi ilusi yang menyakitkan.

'Kami-sama, apakah ini cobaan darimu? Aku tak yakin aku bisa melepaskannya. (Name)... apa kau marah padaku hingga menghantuiku?'

(Name) menatap Otoya. Ia tak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya melihat keadaan suaminya. Mata merahnya kehilangan cahaya, tatapan kosongnya seakan menatap kegelapan. Terduduk di atas tempat tidur, seakan ia sebuah boneka yang kehilangan sang pemilik. Airmata tak berhenti menetes, kedua bibirnya bergetar.

"(Name)... maaf...."

Wanita tersebut langsung meletakkan cangkir yang ia genggam. Ia mendekati Otoya yang masih setia di posisinya. Kedua tangannya mendekap tubuh Otoya. Membiarkan wajah sang suami terbenam di perutnya.

"Otoya, aku disini tolong jangan menangis." Jari-jari lentik (Name) perlahan menyisir rambut merah sang suami.

Tangan Otoya menarik (Name) lebih dekat, ia tak mau (Name) hilang dari sisinya lagi. Sudah cukup dengan mimpi buruk yang ia alami.

'Jika pun ini hanya mimpi, tolong biarkan aku terus mendekapnya sampai aku terbangun.'

Kecupan (Name) berikan pada dahi Otoya, membawa efek menenangkan dalam sentuhannya. Ia kini percaya, sang istri tak meninggalkannya. Sang istri masih bersamanya, memberikannya dekapan hangat yang ia rindukan.

Otoya mulai terbuai kantuk. Tubuhnya direbahkan kembali ke kasurnya. (Name) membiarkan tubuhnya ditarik sang suami, jatuh ke atas kasurnya yang empuk. Ia kembali mendekap Otoya, kantuk juga menyerangnya.

Wajar saja, tidak semua orang kuat terbangun pada pukul dua pagi.

Belaian di puncak kepalanya mulai mengantarnya ke alam mimpi sekali lagi. Kedua tangannya yang melingkar di sekitaran tubuh (Name) mengerat. Ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh (Name), dadanya mulai naik dan turun secara perlahan.

Senyuman kecil terukir di wajahnya. Dengan sang istri berada di pelukannya, ia tak perlu takut lagi. Ia percaya bahwa (Name) tetap ada untuknya, walaupun maut memisahkan mereka.

Meskipun demikian, Otoya tetap tidak akan siap kehilangan kedua sosok yang sangat berharga baginya.

'(Name)... terimakasih. Untuk segalanya.'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top