Ichinose Tokiya
Seorang wanita berambut (h/c) asik menggerutu di atas sofa empuknya. Televisi yang ia hidupkan diabaikan begitu saja. Ia gundah menunggu kepulangan suaminya- Ichinose Tokiya.
Jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Gundah yang menyelimuti (Name) semakin menjadi. Ia terus merutuki suami tercintanya. "Awas kalau dia sudah pulang nanti, akan ku hajar dia." Kedua telapak tangannya saling digosok untuk menenangkan diri.
Sayangnya ucapannya tidak sesuai dengan isi hatinya. Hatinya terus membatin. 'Bagaimana jika Tokiya diculik, bagaimana jika dia ditangkap polisi, bagaimana jika dia diganggu banci taman lawang, bagaimana jika-'
Wow, (Name) secara tidak terduga memiliki pikiran se-paranoid itu.
Gedoran pintu mengagetkannya, pintu terus digedor tanpa henti. Mungkin sang penggedor mau merusak pintu.
Decihan kesal keluar dari mulut (Name). 'Jika yang mengedor ini pemabuk atau bocah micinan ... tunggu saja akibatnya,' batin sang wanita muda.
Pintu dibuka lebar. Menampilkan sosok Ichinose Tokiya, yang tersenyum lebar saat melihat (Name).
Keadaannya cukup berantakan. Ditambah dengan rona merah di pipi putihnya. Kedua tangannya ia rentangkan, langsung menjatuhkan tubuhnya ke sang istri. Mecoba memeluknya.
"Wah--"
"(Name)! Aku pulang~ kau pasti merindukanku bukan! Mana ciuman pulang ke rumahku (Name)~"
What if Your Husband is :
Ichinose Tokiya
(c) Broccoli
Warn : (sangat) OOC, Typo
Pelukan erat yang diberikan Tokiya sudah cukup membuat (Name) sesak. Ditambah lagi dengan bau alkohol yang menguar dari tubuhnya.
Mari berduka untuk pernapasan (Name).
"Kau benar-benar cantik (Name). Kau harus menjadi istriku!" (Name) mengernyitkan dahinya. "Tapi Tokiya, aku ini istrimu."
"Benarkah?"
(Name) mengganguk. Tokiya kembali melancarkan pertanyaan, yang benar-benar tidak terduga.
"Kalau begitu ... mana anak kita (Name)? "
Uhuk...
'Mampus... inikah rasanya ditagih kapan bisa gendong cucu dengan orang tua sendiri? ' batin (Name) yang tertohok ucapan suaminya sendiri.
"Uh... Tokiya, kita belum punya anak." (Name) mengelus dadanya dengan sabar. Teringat sesuatu (Name) langsung menatap Tokiya. "Kau darimana saja Tokiya?"
Tokiya mencoba untuk mengingat-ingat apa yang baru saja ia lakukan. Ia menjentikkan jarinya.
"Oh! Aku pergi ke pesta kecil yang diadakan pria tinggi, berkacamata hitam, dan rambut merah, siapa tadi namanya ... ah! Bercahaya! Disana sangat ramai! Ada Oren, Ikki Merah, ada Pertapa Poni Datar, Mafia Cebol, Tiang Listrik Berkacamata, Manusia Kucing. Uh... ada juga Pemain Marakas, Robot-Robotan, Elsa, dan Kakek Seram. Ah! Perempuan Jadi-jadian dan Om Berotot juga ada!"
Sementara itu orang yang dideskripsikan Tokiya bersin berjamaah.
(Name) menepuk dahi setelah mendengarkan jawaban ngawur suaminya. 'Wow... ini pantas disebut The power of orang mabuk,' pikirnya.
"Tokiya... apa yang kau minum? Dan berapa banyak?"
Tokiya kembali kebingungan. Ia menjentikkan jarinya sekali lagi, tanda ia tahu apa jawabannya. "Oren memberiku air uh ... Saku?"
"Sake," koreksimu.
"Ah! Itu dia! Dia memberiku satu ... dua ... tiga ... Ah! Lima botol," jawab Tokiya sambil tersenyum bangga.
'Awas kau Ren, saat aku melihatmu nanti, aku pasti menghajarmu,' rutuk wanita dengan rambut (h/c).
Sementara itu Ren mabuk yang sedang mengunci tubuh Syo yang mabuk, bersin tepat di wajah Senpai-nya. Yang langsung mendapat murka dari Ranmaru yang juga mabuk. R.I.P Ren.
Beban kepala (Name) bertambah satu. Ia memang lega suaminya pulang. Tapi keadaannya yang membuat sakit kepala (Name) berlipat ganda.
"(Name)~" Tokiya yang kini duduk manis diatas meja mulai merengek.
"Apa...."
"Oren bilang kalau aku ini Idol, apa itu benar? Dia juga bilang kalau aku sangat pandai menyanyi, apa itu juga benar?"
(Name) hanya mengganguk pasrah. Aura bling-bling muncul disekitar Tokiya. Meja yang menjadi dudukannya sekarang panggung dadakan(?)
"Kalau begitu biarkan aku bernyanyi untukmu (Name)!"
"Tatta ippobun dake de konna hohaba ga chigau to
Chiisana kutsu o mitsumete fui ni itoshiku naru
Yappari te o tsunagi kaerou ka hikari sasu ashita made
Watashi no kono egao shiru hito wa kimi shika inai
Hyakunen saki mo
Ichiokubun no kimi e ima
Ari no mama "arigatou" ietara kitto
"Jibun rashisa" to iu torikago no kagi o akete tsutaetai
ORENJI iro no hibi kurenazumu no tomete egaki tsudzukeyou "kimi" to iu yume o
(Name) menatap kagum Tokiya. Bahkan dalam keadaan mabuk pun dia masih bisa tampil dengan sempurna.
"Yowai jibun yurusetara sore wa tsuyo sa no hajimari"
Watashi no migigawa kimi ga fui ni odokete iu
Kokoro--"
Tarik kembali perkataan (Name). Meja yang menjadi pijakan Tokiya bergoyang mengikuti gerakannya. Yang mengakibatkan tubuhnya oleng dan jatuh menimpa istrinya.
"Huwa!"
"Ouch!"
Tubuhnya menindih tubuh (Name). Kedua lengannya menjadi penumpu utama. Dahi mereka saling bertemu, mata saling menatap satu sama lain.
"(Name)," panggilnya tanpa mengalihkan pandangannya. "Kau punya mata (e/c) yang indah." (Name) hanya tertegun mendengar ucapannya.
"Terimakasih Tokiya, tapi menyingkirlah. Kau berat."
Dengan berat hati, Tokiya menyingkir dari istrinya. (Name) yang tengah asyik membersihkan lengan bajunya, terlihat sangat menawan bagi Tokiya.
Entah apa yang memasukinya, Tokiya menarik pergelangan tangan (Name), meletakkan tangannya di pipi sang istri- dan mengecup bibirnya.
(Name) mulai merasa sekitaran wajahnya menghangat. Senyum puas terukir di wajah Tokiya. Bibirnya didaratkan tepat di telinga (Name). "Fufu... aku aktor yang hebat bukan (Name)."
Dengan itu ia mengangkut istrinya di bahu bidangnya. Menuju ke kamar tidur mereka. Pintu dibuka dan dikunci. "Nah... (Name), bersiaplah~"
_____
_____
Tokiya menggeliat dalam tidurnya. Matanya perlahan membuka. Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya, terutama di bagian punggung. Pusing juga ikut menyerangnya.
'Sepertinya aku harus mencari aspirin dan air putih setelah ini.' Batin sang Idol.
Idol berambut indigo tersebut melihat sekelilingnya dengan heran, ia mempertanyakan mengapa ia tidur dilantai sementara istrinya tidur dengan khidmatnya di tempat tidur.
(Name) membuka matanya perlahan. Bangkit perlahan, seluruh otot tubuhnya ia renggangkan. Pandangannya jatuh di suaminya- yang memandangnya seperti orang linglung.
"Oh... pagi Tokiya. Bagaimana hangover mu?"
"Cukup buruk, (Name) apa yang terjadi dengan suaramu?"
(Name) memegang lehernya. Sedetik kemudian ia langsung menatap kesal Tokiya. "Ini semua salahmu!"
"Hah!?"
"Kau yang melakukannya kemarin! Kau bahkan tidak ingat apa yang terjadi kemarin! Aku tidak menyangka kau bisa melakukan sesuatu yang seperti itu ... tubuhku sakit semua!"
'Hah!? Memangnya apa yang aku lakukan...?' Batin Tokiya.
'Jangan bilang kalau aku ....'
"(Name)," Tokiya memanggil istrinya ragu-ragu. "Apa yang aku lakukan kemarin ...?"
Helaan kasar keluar dari mulut (Name). Ia menatap kembali Tokiya dengan tatapan sengit.
"Benar-benar tidak ingat yah ... baiklah ... Semalaman kau terus mengelitiki perutku seperti orang gila! Kau tahu itu bagian tubuhku yang paling mudah geli! Setelah itu kau membantingku seakan kau itu atlet smack down profesional! Setelah ini kau tak boleh minum apapun yang mengandung alkohol. Catat itu baik-baik."
Tokiya terdiam mendengar penjelasan dari mulut (Name). 'Sudah kuduga aku akan melakukannya ... lagi,' pikirnya.
Fyi- ini bukan pertama kalinya Tokiya mabuk, dan ini juga bukan yang pertama kalinya dia membanting orang dalam keadaan mabuk. Sebelumnya, Tokiya pernah diberi tahu Syo kalau ia berhasil membanting Hyuga-Sensei tanpa beban sama sekali, yang untungnya dimaafkan dengan alasan dia sedang mabuk.
"Dan alasan kenapa kau terbangun di lantai dan tubuhmu sakit karena aku membalas bantingan mu. Jadi kita impas," sambung (Name).
Tokiya menatap (Name) yang telah berpakaian rapi dan sedang menyisir rambutnya. "Uh... kau mau kemana (Name)?"
"Menuntaskan dendam."
Tokiya hanya mengganguk, kepalanya terlalu sakit untuk memberikan respon lebih. Tubuhnya kembali ia rebahkan ke lantai yang dingin, sambil menutup kedua manik indigonya.
Tatapan (Name) melembut melihat sosok suaminya yang terlelap. Tangannya menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Tokiya. Sebuah kecupan singkat ia daratkan di dahi Tokiya. Pintu ia tutup perlahan, supaya tidak membangunkan Tokiya.
Tanpa (Name) ketahui, senyuman mengembang di wajah Tokiya. Ia sebenarnya tidak tertidur, hanya memejamkan matanya saja.
'Aku bersyukur aku tidak melakukan hal aneh padamu. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika aku melakukan hal aneh dalam keadaan seperti itu. Aku bersyukur telah menikahi seorang wanita sepertimu (Name).'
Omake
Hentakan kaki menggema di bangunan Master Course. Suara hentakan tersebut berasal dari perempuan muda. Dengan aura menakutkan yang menguar dari tubuhnya.
Perempuan itu tidak lain adalah Ichinose (Name). Hentakan kakinya terhenti di depan pintu ruang kumpul Master Course. Dengan satu tarikan, pintu besar tersebut terbuka lebar. Menampilkan pemandangan yang cukup 'berantakan'.
Tubuh-tubuh berserakan dimana-mana, begitu juga dengan botol minuman beralkohol. Ada yang diatas meja, dibawah meja, di lantai, di bawah kursi, ada juga yang bersender di Piano, di bawah piano pun ada. Tenang saja, tidak ada yang mati disini. (Name) hanya geleng-geleng melihat pemandangan yang tersajikan.
(Name) menemukan pemilik rambut Strawberry Blonde yang ia incar dari kemarin. Terkapar di sofa bersama orang yang Tokiya sebut sebagai 'Mafia Cebol' dan 'Kakek Seram'.
Langsung saja (Name) menarik kerah baju Ren, mengangkatnya dengan seluruh tenaganya- dan memberikannya sebuah bantingan yang sangat keras.
Suara bantingan tersebut sukses membangkitkan tubuh-tubuh(?) Yang tadinya tertidur. Ren yang baru saja sadar dan sekarang sedang kesakitan merasakan guncangan besar ditubuhnya, disusul dengan suara perempuan yang familiar di telinganya.
"Dasar Duren Oren Hidup Sialan! Kau apakan Tokiya Hah!? Mati saja kau sana dasar Duren Tukang Godain Perempuan!"
Singkat saja, setelah kunjungan dadakan (Name) di Master Course, Ren mendapatkan benjolan ganda di kepalanya dan ceramah sekaligus amukan dari (Name).
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top