Prince Of Glass -9-

Di dalam mobil Sakura menjerit tertahan, ia merasa sangat senang. Setidaknya, rasa bersalahnya pada Sasuke berkurang sedikit. Sekarang, ia hanya perlu memikirkan apa yang harus ia lakukan ketika pemuda itu masuk sekolah nanti.

Di sisi lain, Sasuke masih belum sadar. Sepertinya ia tertidur kali ini karena dadanya yang naik turun teratur. Jarum infus menancap di lengan kirinya dan Mikoto masih senantiasa menemani putra bungsunya itu.

Ia masih memikirkan bagaimana membujuk suaminya agar memperbolehkan Sasuke masuk ke sekolah lagi, karena ia juga memikirkan ujian akhir putranya. Sebentar lagi libur musim dingin, jadi tahun ajaran baru akan segera di mulai setelah musim semi.

Wanita paruh baya itupun membenarkan letak selimut Sasuke, mengusap kepalanya sejenak sebelum meninggalkannya.

"Anata... Aku ingin bicara...." Mikoto berkata setelah ia menutup pintu ruang kerja suaminya.

Fugaku menoleh menatap Mikoto tanpa menjawab apapun.

"Ini tentang Sasuke." Dan atensi Fugaku seketika terarah pada Mikoto sepenuhnya.

"Kau tahu, Sasuke baru masuk ke sekolah selama sebulan 'kan?" tanya Mikoto lagi, ia sedang berbasa-basi untuk meyakinkan suaminya secara perlahan.

"Lalu?" Jawab Fugaku dengan pertanyaan yang lain.

Mikoto menghela napasnya pelan. Ia tahu ini akan sangat sulit. "Aku mohon, ijinkan Sasuke masuk ke sekolah lagi sebelum libur musim dingin dimulai." Fugaku hanya diam. Ia masih duduk dengan tenang.

"Kau tahu, dia sangat senang bisa bersekolah. Tapi bukankah kejadian itu kecelakaan? Bahkan Sakura sudah datang dan meminta maaf karena ketidaksengajaannya." Mikoto berucap dengan penekanan. Ia sangat ingin Fugaku menyadari apa yang diinginkan Sasuke.

Fugaku mendengus. Ia terlihat seperti orang tua jahat sekarang. "Aku tahu." Itu adalah kalimat yang Mikoto dengar setelah ia masuk ke dalam ruang kerja suaminya.

Mendengar jawaban singkat suaminya itu, tanpa sadar Mikoto mengetatkan duduknya. Ia merasa tegang sekarang.

"Aku memang akan membiarkan Sasuke sekolah kembali... Tadinya." Jawaban kepala keluarga Uchiha itu membuat Mikoto semakin tegang. Apa nasib Sasuke memang akan tetap diam di rumah selamanya?

"Tapi rencanaku itu gagal karena Sasuke sendiri. Ia terlalu memandang semuanya dari sudut pandangnya sendiri tanpa mencoba mengerti orang tua kaku ini." jelas Fugaku membuat Mikoto selamanya.

"Rencananya aku akan membiarkan anak itu bersekolah lagi setelah ia melakukan pemeriksaan terakhir besok. Tapi... Dia sudah lebih dulu merajuk dan marah karena egonya untuk pergi sekolah." Mata pria paruh baya itu menyendu. Ia menerawang kosong ke arah pintu.

"Dan lihat, akibat dari keegoisannya ia malah kembali sakit seperti ini."

Mikoto memandang suaminya dengan sedih. Ia tidak pernah tahu jika suaminya memikirkan Sasuke sampai ia sendiri tertekan seperti ini, belum lagi urusan kantor dan keluarga yang cukup pelik. Suaminya itu ternyata masih sempat memikirkan yang terbaik untuk putra bungsunya.

"Lalu, kenapa kau tidak mengatakannya secara langsung pada Sasuke, Anata?" Tanya Mikoto, ia sedang mencari tahu sekarang.

"Bukannya aku tidak mengatakannya. Tapi, aku tidak bisa mengatakannya. Aku tidak seramah Itachi, Mikoto." Nada suara Fugaku terdengar frustrasi dan itu membuat Mikoto merasa lebih sedih.

"Anata..." Mikoto memanggil suaminya dengan lirih.

***

Sasuke terbangun dengan tangan yang kebas, ia melihat salah satu tangannya tertancap jarum infus, lagi lalu mengembuskan napasnya bosan. Ia tidak ingat apapun kemarin selain menangis pada Ayahnya.

Sasuke melamun beberapa detik. Ia memandang kosong dinding kamarnya sebelum menyadari sesuatu. Kamarnya terlihat lebih bersih dan selimutnya di ganti. Apa Ibunya yang membersihkan? Terkanya. Karena ia tidak pernah memperbolehkan orang asing masuk ke dalam kamarnya selain Minato-sensei.

Suara pintu terbuka menyadarkan Sasuke kembali, menguapkan semua lamunannya ketika ia melihat Ibunya masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan berisi semangkuk penuh bubur.

"Sasuke... Kau sudah bangun?" Tanya Mikoto. Ia meletakkan bawaannya tadi di atas meja belajar Sasuke dan mendekat padanya.

Sasuke mengangguk lesu.

Sasuke tersentak sedikit ketika tangan dingin Ibunya menyentuh keningnya. Rasanya nyaman, rasa pusing yang tadi menderanya seolah hilang begitu saja.

"Demammu sudah lebih baik dari kemarin. Sekarang makan dan minum obatmu. Tidak ads penolakan, Uchiha!" Nada suara wanita lemah lembut itu merendah di akhir kalimat serta penuh dengan peringatan.

Sasuke kembali mengangguk dengan malas. Ia masih ingin meneruskan aksi mogok makannya.

Mikoto kembali beranjak, ia mengambil nampan yang ia bawa tadi ke depan Sasuke. Suapan demi suapan Mikoto berikan pada Sasuke dengan sedikit paksaan, setidaknya Sasuke makan dulu.

Sasuke mengangkat tangannya. Dia menolak makan lagi ketika Mikoto melayangkan suapan keenam. Mikoto mendesah lelah, ia merasa kasihan melihat Sasuke yang terlihat seperti menahan muntah.

"Kau baik-baik saja?" tanya Mikoto. Setelah ia menjauhkan nampan bubur tadi.

Sasuke mengiyakan. Ia malas bergerak. Tubuhnya lemas semua.

Sasuke kembali berbaring setelah ia minum obatnya dengan aura menekan Mikoto yang semakin kuat.

"Cepatlah sembuh. Kau tahu, Papa mengijinkanmu sekolah lagi setelah kau sembuh." Hibur Mikoto. Ia seperti tahu kegelisahan anaknya.

Sasuke membalikkan wajahnya ke arah lain. Menolak percaya apa yang dikatakan Mikoto.

"Mama tidak bohong, Sasuke. Jadi jangan banyak merengek dan cepatlah sembuh sebelum libur musim dingin tiba." Mikoto menjawab Sasuke sembari mengelus puncak kepalanya.

***

"APA?! Sasuke sakit lagi?!" teriaknya. Instingnya sebagai kakak membuatnya reflek berteriak dan hilang kendali seperti ini.

Kisame memandang maklum pada atasannya itu. Mereka sudah hampir seminggu berada di Kirigakure, dan Itachi pun tidak bisa memantau langsung adiknya.

"Kapan kita akan selesai?" tanya Itachi, wajahnya kembali tenang seperti tidak pernah terjadi apapun.

"Mungkin lusa," jawab Kisame singkat. Ia adalah sekretaris Itachi, salah orang kepercayaan Fugaku.

Itachi mendapat kabar itu pagi tadi dari Kisame yang mendapatkannya dari kekasihnya yang juga bekerja di rumah Uchiha sebagai pelayan. Ia bahkan belum sepenuhnya terjaga dari tidurnya, dan seketika sadar ketika mendengar Sasuke sakit.

Pikiran pria itu sekarang bercabang ke mana-mana. Ia pikir Sasuke hanya main-main dengan mogok makan dan tidak melakukan apapun seharian dan ternyata sampai separah itu. Sekarang ia juga harus berpikir bagaimana menyelesaikan tugasnya di Kiri dengan cepat untuk segera pulang dan melihat keadaan Sasuke secara langsung.

"Apakah tidak bisa dimajukan jadi besok? Aku khawatir dengan anak itu." tanya Itachi pada sekretarisnya.

Kisame tersenyum maklum, ia sangat paham bagaimana hubungan dekatnya Itachi dan Sasuke. Itachi sangat menyayangi adik bungsunya itu.

"Tidak bisa, Itachi-san." jawab Kisame.

Itachi diam, Kisame memerhatikammya dalam keheningan juga.

***

Sakura berangkat ke sekolah dengan wajah yang bersinar. Setelah ia datang ke rumah Sasuke kemarin, ia merasa beban di hatinya sedikit berkurang. Setidaknya ia tahu keadaan Sasuke dan keluarganya tidak menyalahkannya.

Apa ia harus datang kembali hari ini? Siapa tahu ia bisa bertemu dengan Sasuke hari ini. Pikir Sakura.

Ia duduk di bangku di sebelah Naruto yang kini sedang bermain ponsel. Berkirim pesan dengan Hinata rupanya.

"Oit!" Sapa Sakura seraya menepuk pundak Naruto. Keras.

Naruto berjengit. Bahunya teraasa panas karena pukulan Sakura, wanita itu....

"Sakit, bodoh!" pekik Naruto. Ia mengelus bahunya dengan kasar, berharap rasa panas itu segera hilang.

Sakura hanya tertawa tanpa merasa bersalah.

"Nanti ikut denganku." pinta Sakura.

"Kemana?" tanya Naruto. Ia masih sibuk dengan ponselnya.

Sakura tidak menjawab pertanyaan Naruto, ia melenggang pergi ke tempat dududknya. Naruto berdecak, segera saja ia memutar arah duduknya dan melihat Sakura. "Kemana?" tanyanya lagi.

Ia tidak suka dibuat penasaran, apalagi itu adalah Sakura.

"Ke rumah Sasuke." Jawabnya ringan. Sakura menjawab acuh tak acuh pada Naruto yang memang memiliki sifat sedikit pemaksa dan mempunyai kadat rasa penasaran setinggi langit.

"APA!? Ke rumah Sasuke katamu?" Naruto memekik. Sungguh diluar dugaan, pikir Sakura.

"Iya. Dan kau harus ikut." tegas Sakura. Lagi.

Naruto mengangguk dengan semangat. Tentu saja ia ikut. Seminggu tanpa Sasuke rasanya seperti setahun atau mungkin selamanya. Entahlah.

Naruto kembali ke bangkunya lagi. Ia kembali memegang ponselnya untuk berbalas pesan dengan Hinata. Mungkin membahas kencan akhir pekan besok.

***

Sasuke bangun lagi pukul sembilan pagi. Ia terduduk dengan ekspresi wajah datar yang terlihat sesang berpikir. Apa yang ia pikirkan?

Ia memikirkan apa yang dikatakan Ibunya. Apa itu benar-benar nyata? Ia tidak mau berharap berlebihan. Ia takut jika itu hanya sebuah bujukan yang dilancarkan Ibunya saja.

Ia melihat jam sekali lagi. Sudah berapa hari ia tidak mandi? Ia perlu mandi air dingin untuk menyegarkan otaknya kembali rasanya.

***

Pintu kamarnya diketuk sepertinya. Ia mendengarnya ketika ia selesai dengan uruaan kamar mandinya. Ia melangkah menuju pintu dan membukanya.

"Ada Naruto di bawah." terang Mikoto. Ia kemudian menutup pintunya dan segera berganti baju. Memangnya apa yang ia pakai? Sasuke kembali mengenakan setelan piyama tidurnya.


Ia menggantinya dengan setelan yang lebih baik. Sebuah kaus longgar berwarna merah dengan celana krem selutut. Ia kembali membuka pintunya dan ia melihat ibunya masih di sana menunggunya.

Keduanya turun, dan ketika Sasuke sudah mencapai anak tangga terakhir ia berlari menuju ruang tamu dimana Naturo berada.

Namun, langkah Sasuke terhenti, mata kelamnya menatap sosok merah muda yang ada di sisi Naruto. Apa itu Hinata seperti yang sering Naruto bicarakan?


"Sasuke?!" panggil Naruto. Ketika ia menyadari Sasuke yang hanya diam saja di ambang ruang tamu.


"Kenapa diam saja di sana? Ayo kemari." ajak Naruto. Ia merasa asing dengan gadis yang di sebelah Naruto dan dia merasa tidak nyaman karena ada orang asing di sekitarnya.


"Halo Sasuke-kun...." sapa Sakura. Sasuke mengernyit bingung. Pandangannya mengarah pada Sakura dengan sorot bertanya.

"Ah... Aku Sakura, dan kita sekelas."

***

Sorry for plot hole, missing italic(s), typo, etc.

Happy reading~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top