Prince Of Glass -1-

Prince Of Glass

A fanfiction project by philossugaya

Another reason

2018

***

Malam semakin larut dan dedaunan yang menguning perlahan jatuh karena tertiup angin sepoi-sepoi yang bahkan bisa membekukan tulang. Tetapi hal itu tidak membuatnya beranjak dari balkon kamarnya yang ada di ujung lorong lantai dua rumah itu.

"Sasuke... Ayo masuk." Suara itu mengalun lembut dari depan pintu masuk kamarnya.

Sasuke, remaja itu hanya menoleh sebentar kemudian menghadap luar memandang kosong bentangan pemandangan yang ada di depannya.

Kemudian, helaan napas pasrah terdengar. Sulit memang, membujuk Sasuke. Apalagi ketika ia sedang berada di sana, ia tidak akan beranjak sebelum kakaknya sendiri yang membawanya masuk.

Suara pintu tertutup memenuhi inderanya dan keheningan itu kembali ia dapatkan.

***

Uchiha Sasuke, 17 tahun.

Ia adalah anak bungsu keluarga Uchiha. Anak emas, seorang pangeran kaca. Anak yang selalu diutamakan keinginannya di atas apapun—meskipun kenyataannya tidak—. Ia mendapatkan semua itu karena keadaan yang membuatnya menjadi seperti itu.

Satu-satunya alasan adalah karena sevuah penyakit yang mematikan tapi disepelekan oleh sebagian orang. Hemofilia, sebuah penyakit genetik yang membuat penderitanya tidak bisa membekukan darah ketika ia terluka. Bukan dirinya, tapi tubuhnya. Tubuhnya tidak dirancang untuk membekukan darah secara otomatis ketika ia terluka. Dan karena hal itulah, ia tidak bisa terluka.

Sasuke tidak memiliki teman, ia tidak pernah keluar rumah dan tidak pernah bersekolah. Ia hanya duduk diam di rumah dan belajar bersama guru privatnya, Namikaze Minato sensei.

Orang-orang menganggap hidup Sasuke sempurna. Ia tidak perlu merengek ataupun bersusah payah untuk mendapatkan keinginannya ia akan mendapatnya. Tapi tidak seperti itu, Sasuke adalah anak yang paling menderita dengan semua yang dimilikinya. Mereka hanya tahu kehidupan bersih Sasuke tanpa tahu sisi gelap yang menggerogoti hati Sasuke.

Ayah dan Ibunya terlalu mengkhawatirkannya dan kakaknya terlalu menyayanginya, sehingga mereka tidak tahu apa yang Sasuke inginkan sebenarnya karena segala perasaan yang mereka miliki untuknya.

***

Suara ketukan pintu kembali terdengar kemudian terbuka. "Sasuke, ayo masuk." Suara itu terdengar bersamaan dengan langkah kaki yang berderap memasuki kamarnya yang berwarna kelabu.

Sasuke menoleh, ia melihat kakaknya saat ini. Hanya dia yang berani masuk ke kamar Sasuke tanpa bertanya dulu, bahkan Ibunya harus mengetuk pintu dahulu.

"Ayo...," Ia meraih bahu Sasuke yang bahkan hanya dilapisi dengan sebuah piyama tipis tanpa dibalut jaket ataupun sweater.

Sasuke berbalik. Ia menurut pada Itachi yang sedang membimbingnya masuk ke dalam kamar dan membaringkannya di atas ranjang.

"Lain kali, jangan berdiri di balkon dengan baju seperti ini... Kau bisa sakit dan membuat Mama dan Papa khawatir." Itachi menasehati adiknya itu sambil menyelimutinya.

"Sekarang tidurlah, aku akan mandi sebentar." baru saja Itachi beranjak dari ranjang Sasuke dan akan melangkah keluar, tangannya dicekal tangan dingin Sasuke. Pemuda itu menatap kakaknya penuh dengan permohonan.

"Ja-jangan... Jangan pe-pergi...," Sasuke mengucapkannya dengan gagap. Apa Itachi sedang salah dengar? Ini adalah kata-kata pertama Sasuke setelah ia membisu selama tujuh tahun lamanya.

Mata Itachi mengerjap dan ia menggosok telinganya beberapa kali. Binar-binar bahagia itu terpancar jelas dari oniks Uchiha Itachi. Ia menerjang seketika adiknya dan melupakan niat mandinya.

***

Seharusnya ini cukup aneh dan mengherankan. Seorang anak berusia sepuluh tahun berpikir untuk mogok bicara dan mendiamkan semua orang selama tujuh tahun tanpa memikirkan perasaan orang-orang disekitarnya.

Aksinya itu bukan tanpa alasan. Ia melakukan itu karena saat itu ia sedang mencoba kabur dan berakhir dengan keracunan jus kaleng karena terlalu haus saat dalam pelariannya itu.

Ia masuk rumah sakit selama tiga hari dan dokter bilang ia tidak ada masalah apapun dengan tenggorokan dan pita suaranya. Tapi ia sudah tidak ingin bicara lagi, karena setiap ia bicara dan bertanya alasan kenapa ia dilarang keluar rumah, ia hanya selalu mendapat jawaban yang membuatnya sakit hati. Bahkan dari pelayan rumahnya sekalipun.

***

"Ayah dan Ibu harus tahu ini, Sasuke...," Itachi mengatakannya dengan semangat. Ia tidak ingin membagi kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Ia ingin Ayah dan Ibunya tahu.

Sasuke menggeleng cepat. Raut wajahnya terlihat cemas. Entahlah.

"Kenapa? Bukankah ini kabar yang baik?" Itachi menyuarakan kebingungannya dengan alasan tidak jelas Sasuke.

Sasuke memandang kakaknya mengiba. Ia tidak ingin--masih belum ingin berbicara dengan Mama dan Papanya. Biarkan saja Itachi yang tahu dulu sementara ini.

"Baiklah...." Akhirnya Itachi mengalah. Ia ikut berbaring di ranjang Sasuke, menemani adik kecilnya hingga tertidur dengan lelap dan baru meninggalkannya.

***

Uchiha Itachi, pria muda mapan yang akan menjadi pewaris kerajaan bisnis Uchiha. Usianya memang baru menginjak dua puluh lima tahun, tapi ia sudah mendapatkan gelar Magisternya dari Oxford, Inggris.

Ia baru kembali ke Jepang setahun yang lalu dan kejadian ketika Sasuke menjadi 'bisu' terjadi ketika ia baru saja tiga bulan berada di Inggris.

Sebenarnya ia ingin kembali ke Jepang ketika mendengar kabar Sasuke. Tetapi, keadaan yang memaksanya untuk bertahan. Menyimpan segala rasa khawatir pada Sasuke selama lebih dari lima tahun.

Saat itu Itachi berpikir, mungkin Sasuke kabur dari rumah karena ia ingin kebebasan karena ia terlalu lama di dalam rumah. Tapi ternyata dugaannya salah, dan ia baru menyadarinya setelah berada di Jepang selama tiga bulan.

Sasuke marah padanya karena meninggalkan Sasuke untuk waktu yang lama, marah pada dirinya sendiri karena sudah membuat orang tuanya khawatir.

Maka dari itu dalam pikiran polosnya, ia harus berhenti berbicara pada semua orang sebagai hukumannya sendiri. Berhenti mengungkapkan keinginannya dan berhenti mengeluh dan hanya perlu duduk diam menikmati semua hal yang sudah semua orang berikan padanya, meskipun ia harus tetap diam.

Itachi beranjak dua jam kemudian setelah Sasuke tertidur. Ia masih tidak mengerti bagaimana bisa Sasuke menghukum dirinya sendiri seberat itu.

Ia masuk ke dalam kamar mandi di dalam kamarnya dan membiarkan dirinya tersiram air shower yang dingin. Ia bahkan masih mengenakan pakaiannya. Itachi seakan lupa bahwa ia baru saja memarahi Sasuke perihal udara dingin, padahal ia sendiri pun malah lebih parah. Ia memikirkan adiknya, lagi dan lagi.

***

Meja makan pagi ini cukup ramai dalam artian lain. Ia melihat banyak makanan di sana dan semuanya adalah makanan kesukaannya. Jus tomat, onigiri, sup tomat, salad dengan banyak tomat, bahkan semangkuk besar tomat besar pun ada di sana.

Sasuke duduk diam di sana, memperhatikan Ibunya yang mondar-mandir bersama beberapa pelayan untuk menata meja makan.

'Ada apa ini?' tanyanya dalam hati.

"Selamat pagi, Sasuke-san...." beberapa pelayan menyapanya bergantian. Ia hanya mengangguk ringan sebagai jawabannya.

"Sasuke. Selamat pagi." kali ini giliran Ibunya yang menyapanya. Mamanya terlihat lebih bersemangat pagi ini.

"Mama, ini ada apa?" Tanyanya menggunakan isyarat tangan. Sebenarnya Sasuke enggan menggunakan bahasa isyarat. Ia merasa hal itu tidak berguna dan ia tidak tidak mau bicara. Sasuke hanya menggunakan bahasa isyarat ketika ia merasa butuh jawaban. Dan inilah saatnya.

"Tidak apa-apa sayang. Mama hanya ingin membuatkan makanan kesukaanmu saja." jawab Mikoto santai.

"Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?" Tanyanya lagi dengan isyarat tangannya.

Mikoto menggeleng. Ini tidak berlebihan. Sungguh.

Sasuke diam saja, lalu beberapa saat kemudian Fugaku muncul bersamaan dengan Itachi di belakangnya.

"Selamat pagi, Kaa-san, Sasuke..." sapa Itachi kemudian ia duduk di samping adiknya dengan tenang.

Sasuke bangkit, kemudian ia membungkuk kecil menyapa Ayahnya. Itu adalah kebiasaannya sejak ia tidak mau bicara lagi.

Sarapan kali ini sedikit ramai dengan obrolan ringan Itachi dan Ibunya. Fugaku tidak mempermasalahkan hal itu karena ia sudah tahu kenapa keduanya banyak bicara. Untuk memancing Sasuke. Dan tampaknya Sasuke tidak peduli.

"Jadi, Sasuke bagaimana dengan pendapatmu? Apa kau mau masuk ke sekolah reguler?" tanya Itachi kemudian.

Sasuke membolakan matanya beberapa saat. Tampaknya ia terkejut dengan tawaran yang diberikan kakaknya. Ia melirik Ayahya dengan pandangan takut. Kemudian menatap Ibunya dengan pandangan bingung.

"Kau tidak mau?" Tanya Itachi lagi. Tadinya ia berpikir Sasuke akan sangat senang mendengarnya, tapi ternyata pikirannya salah. Yang ia lihat sekarang adalah wajah pias Sasuke yang tengah ketakutan dan kebingungan dengan apa yang terjadi.

Sasuke tidak merespon apapun. Ia kemudian menyelesaikan makannya dengan cepat hingga hampir tersedak dan bergegas kembali ke kamarnya setelah membungkuk singkat berpamitan pada keluarganya.

"Aku sudah bilang kan, Itachi... Jangan memaksa adikmu atau memberi tahu hal yang terlalu mengejutkan padanya." Mikoto menghela napasnya. Ia tahu hal ini akan terjadu.

"Aku dan Ayahmu sudah pernah membahasnya dan respon Sasuke bahkan lebih buruk dari ini."

Itachi hanya diam mendengar perkataan Ibunya. Ia tidak tahu, jika Sasuke bahkan sudah terlalu terbiasa dengan segala keterbatasannya dalam bergaul.

***

Sasuke menatap dalam gambar gedung sekolah yang ia lihat di laptopnya.

'Konoha High School'

Sekolah itu terlihat indah. Bahkan jalanan tamannya itu terlihat begitu nyaman. Pasti ia betah jika memang ia bisa bersekolah di sana.

Tapi keinginnya hanya tinggal keinginan, kalau pun ia menerima tawaran kakaknya untuk bersekolah pasti ia akan sekolah di tempat pilihan orang tuanya dan pastinya ia akan mendapatkan penjagaan yang sangat rapat.

Sasuke menolehkan kepalanya ketika suara ketukan pintu terdengar dan kemudian terlihat sosok bersurai pirang yang sudah menjadi guru privat-nya selama ini.

"Sasuke-kun... Saatnya belajar," katanya dengan ramah. Sasuke menutup laptopnya kemudian meraih buku Kimianya dan beranjak mendekati pria itu.

'Kita belajar di balkon saja ya, Sensei?' Sasuke menawar pada Sensei-nya dengan gerakan tangan. Ia sangat ingin belajar sambil melihat pohon-pohon di samping kamarnya itu berguguran.

Namikaze Minato, pria itu tersenyum hangat kemudian mengangguk menyetujuinya.

Sasuke tersenyum. Ia lalu meninggalkan buku dan Senseinya dan berlari keluar kamar. Mungkin memanggil pelayan.

Dan benar, seorang kepala pelayan melihat Sasuke berlarian menuruni tangga dan menegurnya. "Anda mau kemana, Sasuke-san?"

'Aku butuh beberapa orang untuk memindahkan meja belajarku bersama Sensei di balkon kamar. Aku ingin belajar di sana.' Sasuke menggerakkan tangannya cepat seraya masih mengatur napasnya agar teratur.

"Ada apa, Sanae?" Itu adalah suara Mikoto. Ia melihat Sanae yang kebingungan mengartikan isyarat Sasuke.

"Mikoto-sama...." sapanya.

"Ada apa Sasuke?" tanya Mikoto kemudian.

'Aku ingin meja belajarku bersama sensei dipindahkan ke balkon, Mama.' Mikoto mengangguk kemudian memberi perintah pada pelayannya.

Setelah pelayan itu pergi, Mikoto mendekat ke arah putra bungsunya. "Kenapa harus di pindah? Bukankah lebih menyenangkan belajar di ruang baca?" tanya wanita itu bingung.

Sasuke hanya menunduk dan menggeleng. Ia tidak memiliki alasan khusus, ia hanya ingin itu saja.

Mikoto kemudian melirik pelayan tadi, kemudian meminta apa yang diminta Sasuke.

Sasuke merasa sangat senang melihat tempatnya belajar saat ini. Meskipun itu hanya meja berkaki pendek dengan alas karpet.

'Sensei, ayo belajar.'

Minato mengangguk. Ia kemudian duduk di depan Sasuke yang sudah duduk dengan beberapa buku yang terbuka di hadapannya.

Mikoto melihat Sasuke dari depan pintu kamar putranya. Dalam hati ia sangat merasa bersalah karena merenggut kebebasan Sasuke, tapi itu dilakukannya demi kebaikannya sendiri.

"Kau sudah mengerti, 'kan Sasuke-kun?" tanya Minato. Sasuke mengangguk. Ia adalah anak yang cepat tanggap dan cerdas.

"Kalau begitu kita akhiri pertemuan hari ini.." Putus Minato. Pria paruh baya itu mengemasi barang-barangnya yang ikut terserak di meja bersama meja Sasuke.

Namun, ketika ia akan beranjak Sasuke menahan tangannya.

'Aku ingin bicara sesuatu dengan, Sensei....'

"Benarkah? Kau ingin bicara apa, Sasuke-kun?" Ia mendudukkan dirinya kembali. Menjadi guru Sasuke sejak ia kecil sedikitnya ia tahu kepribadian dan sifat dari anak bungsu Uchiha itu.

'Mama dan Kakak memintaku sekolah.' katanya dengan wajah menunduk. Sasuke tentu masih bingung dengan keinginan keluarganya tadi pagi dan ia tidak tahu harus bicara dengan siapa.

"Sungguh? Bukankah itu adalah sesuatu yang keren? Kau ingin itu sejak lama 'kan?" Minato terkejut. Ia turut bahagia karena akhirnya Fugaku dan Mikoto memperbolehkan Sasuke bersekolah.

Sasuke mengangguk lemah. Ia masih terlihat ragu-ragu. 'Tapi Sensei, aku takut kalau nanti Papa dan Mama akan khawatir. Aku mengerti kenapa mereka menahanku selama ini... Tapi...' Sasuke menggantungkan isyarat tangannya sendiri wajahnya berubah sedih.

"Tapi?" ulang Minato. Ia berusaha memancing Sasuke.

'Aku... Aku takut kalau aku tidak bisa mengikuti kelas di sekolah...'

"Memangnya kau ingin bersekolah dimana?" tanya Minato.

Sasuke beranjak. Ia masuk ke kamarnya dan kembali lagi dengan sebuah laptop yang menyala.

'Konoha High School' Minato melihat gambar gedung sekolah itu. Lalu ia tersenyum hangat.

"Kau ingin ke sana?" Sasuke mengangguk.

"Apa orang tuamu sudah tahu?" Sasuke menggeleng.

"Nah.. Sasuke-kun... Jika kau ingin bersekolah di sana bicarakan saja dengan orang tuamu. Siapa tahu mereka menyetujuimu bersekolah di sana." Minato kemudian beranjak.

"Sedikit bocoran. Putraku juga bersekolah di sana. Dia sebaya denganmu." bisik Minato yang membuat Sasuke menatapnya.

"Jangan lupa, okay? Aku pamit dulu, sampai jumpa."

***

Philo's Corner:

Halo... Saya datang kembali membawa cerita baru. Doakan juga semoga fiksi penggemar ini tidak mangkrak dan konfliknya tidak berat. 😅😅

Q: Kenapa judulnya 'Project 007'?
A: Karena saya bingung mau kasih judul apa.

Mungkin teman-teman ada saran judul?

Tolong beri apresiasi untuk karya ini...

60+ vote?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top