6 : Choosing The Path
Aku dihadapi oleh sorotan keramaian yang mengenakan pakaian formal yang elegan. Jinguji mengantariku menggunakan sedan hitamnya mengejutkanku saat aku ingin membuka pintu mobil.
Jinguji keluar dari mobilnya lebih dulu, membukakannya untukku.
"Terima kasih,"ucapku keluar dari mobil.
Jinguji mengumbar senyuman. "Itu manner yang seharusnya kulakukan, Lady,"
Sebenarnya aku masih canggung dengan situasi formal seperti ini. Apa aku pantas berada di sini?
Entahlah.
"Let's go, Lady,"Jinguji tidak lagi memanggilku 'little lamb' seperti sebelumnya. Aku berjalan di belakangnya kemudian menatapnya yang telah menatapku lebih dulu. Ia menarik pergelangan tanganku.
Akhirnya aku pun bergabung di dalam keramaian. Yang menangkap apa yang kulihat pertama kali adalah jamuan di sana. Beberapa kue sus berbentuk lingkaran disajikan secara vertikal -- mirip-mirip bentuk piramida.
"Croquembouche, waaah,"
"Masih ingat saja terhadap kue sus ini ya," Jinguji menyelipkan jemarinya di dalam saku. Croquembouche memang ribet untuk dibuat, apalagi saat membentuk karamel yang mengikat kue-kue itu.
"Selamat malam bagi yang telah hadir malam ini," langsung saja sekeliling pun gelap, hanya diterangi lampu sorot di tengah-tengah altar.
Aku meratapi diriku yang berdiri menatap pancaran terang di sana. Muncul seorang laki-laki bersurai cokelat sebahu muncul dengan aura ramah di tengah-tengah altar.
"Yo, semuanya! Namaku Kotobuki Reiji. Seperti yang kita tahu, setiap tahun selalu ada penerimaan khusus bagi yang ingin bergabung di Saotome University,"
Mataku membelalak begitu menemukan sosok bernama Reiji yang menyebutkan nama universitas yang cukup ternama.
"Reiji-san adalah senior kita dulu di SMA. Ingat?"Jinguji langsung menerangkan kepadaku yang langsung menggeleng. Aku sungguh tidak pernah melihatnya.
Atau mungkin aku melupakannya.
"Tapi aku yakin dia mengingatmu, lady," aku merasakan tepukan pelan di bahuku.
"Penerimaan khususnya dapat berupa tes seleksi tiga tahap untuk meraih beasiswa sampai lulus~ waah, menarik bukan?"
Aku langsung menatap Jinguji yang menatapku lebih dulu. Jinguji tersenyum lebar. "Bukankah ini kesempatan yang bagus?"
"Apa aku benar-benar boleh mengikuti seleksi itu?"
Jinguji mengangguk. "Tokiya-san menemukan event ini, karena ia memiliki urusan, aku bersedia menemanimu, Lady,"
Kedua bola mataku membulat sempurna. Perkataan Ichinose masih terngiang di dalam benakku. Persis kaset, alur perkataannya masih kuingat.
"[Reader]-san bukankah kau ingin kuliah?"
Tatapan hangatnya waktu itu. Aku kira, ia hanya sekadar bertanya, melainkan ia membawa solusi untukku. Aku tidak boleh menyia-yiakan kesempatan bagus untukku. Meraih beasiswa, membalas budi kebaikan mereka!
".. jadi yang ingin mendaftar langsung ke arah kanan saya, terdapat formulir pendataan--"
"Aku!"seruku spontan berlari ke arah sana. Tidak peduli high heels yang kukenakan setinggi tujuh sentimeter bisa saja membuatku tersandung jika aku bertindak ceroboh.
Otomatis, lampu sorot malah mengarah kepadaku. Jinguji masih tetap berada di sana, terkekeh menatapku santai alih-alih ia berpura-pura menganggap aku bukan kenalannya.
Kotobuki Reiji, host acara itu menatapku dengan senyum matahari. "Ya, silakan," ia turun dari panggung dan berdiri di samping kiriku. "Ya begitu saja. Silakan melanjutkan sesi acara lainnya,"
Ya ampun. Aku refleks di salah tempat. Aku yakin, aku telah dinilai buruk seisi ruangan mewah ini.
Lampu sorot padam dan lampu utama kembali menerangi redupnya malam.
"Sepertinya wajahmu tidak asing,"
Jantungku seolah melorot begitu aku tengah mengisi formulir. Aku menatap Kotobuki yang melipat tangan menatapku lebih dulu.
"A-ano, namaku [Full Name Reader],"
Kulihat kedua maniknya melebar tetapi sepersekian detik kembali ke ukuran aslinya.
"Bukankah dulu [Reader]-chan adalah alumni Saotome Gakuen?"
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Jinguji benar. Dia mengetahuiku tetapi aku tidak mengetahuinya.
"Iya, senpai benar,"
"Kalau begitu kenapa [Reader]-chan ingin mendaftar lagi? Bukankah seharusnya sudah berada di semester atas?"
Tubuhku bergetar. Refleks memori yang kumiliki di desa kembali terputar di benakku. Aku vakum dari dunia pendidikan. Aku bahkan tidak punya kesempatan untuk itu. Dia benar. Aku hanya terdampar karena sakit dan berakhir di sini karena Princafé.
Kurasakan genggaman hangat di kedua bahuku. "Kurasa topik pembicaraannya sampai di sini saja,"kata Jinguji di belakangku.
Aku menunduk. Kotobuki-san memegang puncak kepalaku.
"Maafkan aku jika aku menyinggung sesuatu yang membuatmu kurang nyaman. Tapi aku akan mendukungmu untuk bisa lolos sebagai Maba ( Mahasiswa Baru). Berjuanglah,"
Aku mengangguk. "Tidak apa,"
Setelah aku mengisi formulir, aku memasukkan formulirku ke dalam boks khusus. Kotobuki menghampiriku.
"Untukmu,"ucapnya mengaitkan bros berwarna emas di lengan gaunku.
"Untuk apa?"tanyaku berfokus ke arah motif mawar bros yang begitu elegan. Bentuknya memang tidak besar, seperti memancarkan kilauan yang terpantul dari penerangan.
"Nanti benda itu akan berguna. Aku akan memberitahumu di hari seleksi mahasiswa,"
Bros mawar ini terlihat mahal. Mungkin saja biaya administrasi di rumah sakit tidak cukup untuk bros ini.
"Sampai jumpa lagi, [Reader]-chan,"pamitnya ramah meninggalkanku.
Seiring aku mengisi formulir, aku melupakan eksistensi Jinguji. Aku menoleh ke sekeliling, tepatnya di bagian tenggara dari tempatku berdiri, Jinguji dikerubungi beberapa gadis.
Aku lupa, kalau laki-laki ini tidak mungkin tidak menebarkan pesona sejuta mawarnya apalagi ketika berada di sebuah acara formal seperti ini.
Kerubungan itu seolah tidak akan pernah menyepi. Jinguji juga tidak menatapku. Bagaimana ia bisa melihatku juga, sekitar lima sampai enam gadis mengelilingi dengan tatapan sayu.
Aku berbalik badan, mengambil celah di taman agar aku bisa bernafas di luar ruangan mewah itu.
Angin malam begitu sejuk. Sejuk yang bisa saja menusuk tulang. Gaun ini tidak begitu tebal, jadi sesekali angin berhembus, aku merasakan tubuhku menggigil singkat.
"[Reader]-san?"
Suara tenang sekaligus tegas itu terdengar di telingaku. Aku mendapati jas hitam yang menutupi pundakku. Aku menoleh.
Hijirikawa yang tengah berjongkok di belakangku.
"Kenapa sendirian saja?"tanyanya duduk di sebelahku.
"Menunggu Jinguji,"aku menjawab singkat, tetapi kembali kulanjutkan. "Dia sedang sibuk berbincang terhadap gadis-gadis di dalam. Hijirikawa-san, kenapa bisa ada di sini?"
"Aku merasa tidak aman jika Jinguji bersamamu. Hanya kalian berdua saja di malam hari,"
Aku terkekeh pelan. "Dia melakukan manner yang sesuai, dia baik. Hijirikawa-san hanya terlalu khawatir,"
Hijirikawa mendengarku, tetapi ia tidak merespon. Kami berada di dalam diam. Apa ada yang salah dengan apa yang kukatakan?
"Tinggalkan saja dia,"ucapnya memecah keheningan.
"Eh?"
"Dia masih sibuk di sana, bisa saja dia melupakanmu karena keasyikan,"
"Tapi--"
"Aku membawa mobil, jadi ikut denganku saja,"
Jinguji bisa saja khawatir jika aku menghilang tanpa alasan. Belum lagi aku tidak membawa ponsel. Tatapan Hijirikawa lurus terhadapku, mengharapkan jawabanku.
"Aku akan--"
Sebenarnya bahkan di tempat yang rumit seperti ini, aku terjebak di suasana yang membingungkan.
Setelah aku benar-benar menemukan mereka seperti saat ini.
To be Continued.
See ya on the next part ♡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top