3 : Stay Closer or Not?

"Mohon bantuannya, mulai saat ini,"

Sebenarnya ini bukan hal yang kuingini. Semua ini sudah terlanjur terjadi. Semua ini sudah kuputuskan sejak hujan itu berhenti menitik dari angkasa.

Aku, sekali lagi, berutang budi terhadap mereka.

"[Reader]-chan, apa kau yakin akan betah?"Ittoki menanyaiku, raut wajahnya khawatir.

Aku mengangguk. "Walaupun jarang terpakai, tetapi masih layak huni. Lagipula ruangan ini masih satu gedung dengan Princafé,"

"Hubungi aku jika ada masalah," Syo memberikan kartu namanya.

"Little lamb, semoga tidak kesepian. Aku punya koleksi serial cantik di rak buku di sebelah lemari arsip," Ren menunjuk rak yang memang terisi penuh dengan beberapa buku.

"Terima kasih, tapi sungguh, aku akan berusaha untuk menolong sebisaku ke depannya,"

Sampai aku bisa kembali kuliah dan menemukan tempat tinggal baru.

"Kalau begitu, kami pulang dulu,"Ichinose pun pamit, diikuti oleh lima orang lainnya.

"Hati-hati," ucapku melambaikan tangan. Eksistensi mereka pun menghilang, seiring visi pandanganku tidak lagi mampu menatap mereka yang semakin menjauh.

Suasana sunyi kini menyeruak, membuatku tergerak untuk kembali masuk ke dalam kamar. Aku menatap langit-langit. Merenungi apa yang akan kulakukan.

Aku memejamkan mata, menjumpai hari esok.

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

"Ohayou, [Reader]-chan!"

Syok akan sapaan pagi dari Ittoki, kedua bola mataku membelalak. Kepalaku langsung berdenyut karena syok. Aku langsung duduk mengambil jam weker sambil menopang dagu.

Pukul 09.34.

"A-aku bangunnya siang ya, ahahaha,"

Demi apapun, aku malu sampai tidak ingin melihat penampilanku di cermin. Muka bantalku.

"Gomen aku masuk tanpa permisi karena [Reader]-chan tidak kunjung bangun meskipun sudah mengetuk pintu beberapa kali, tetapi aku ingin memberikanmu sarapan pagi,"

Aku menatap creamy corn soup dan sepotong toast yang menguar aroma yang memanjakan lidah.

"Terima kasih, tetapi aku akan coba bangun lebih pagi,"

Ittoki mengacak rambutku. "[Reader]-chan kan baru sembuh, jadi wajar kok. Jangan lupa dimakan ya!"

Ittoki meninggalkan 'kamarku' -- dahulunya ruangan ini adalah gudang. Walaupun aku tadi malu, akhirnya aku juga berkaca.

Di pinggir bibirku terdapat sisa ileran. Aku menggosok bibirku kuat-kuat setelah sadar.

Semoga dia tidak ilfil. Walaupun kemungkinannya kecil.

Aku menyantap sarapan yang memang menggiurkan.

"Enak,"gumamku bermonolog. Tidak beberapa lama kemudian, kulihat bayangan bergerak di lantai mendekati bayanganku.

"Pagi, [Reader]-san,"

Jantungku serasa melorot dari posisinya. Hijirikawa sedang menenteng seember air dan kain lap. Bajunya juga ala pekerja rumahan.

"H-Hijirikawa-san!"

"Kemarin kulihat berdebu sekali, jadi aku ingin membersihkannya,"

"Aku benar-benar tidak apa, debunya tidak seteba--"aku mengetes tebalnya debu dengan menggosok meja di dekatku. Dan rupanya, noda abu-abu itu melekat seluruh jemariku.

"Kalau menghirup debu akan sangat berbahaya, jadi santai saja selama aku bersih-bersih,"

"Jangan, biar aku saja,"aku merebut kain lap darinya. Sudah diizinkan untuk menghuni, ditolong lebih dari ini justru membuatku berbesar hati.

"Sudahlah, Hijirikawa-san ikhlas membantu kok!"Shinomiya pun muncul di balik pintu.

Sepertinya mereka hobi membuat jantungku terus melorot.

"Tapi aku tidak bisa berdiam diri saja karena menyusahkan kalian,"ujarku mengerucutkan bibir.

"Ada sebuah pekerjaan yang bisa [Reader]-chan lakukan sementara karena Cecil-kun sedang mengirim paket merchandise kepada pengunjung setia," Shinomiya pun tersenyum, mencerahkan harapanku yang awalnya hanya puing.

Ia memberiku sekardus besar. "Tolong pisahkan surat-surat dari fans yang ditujukan kepada kami hari ini, ya,"

Ini sepele, tetapi membuatku merasa berguna. "Arigatou,"

Aku menatap jejeran surat yang memenuhi meja. Aku menemukan rak mini yang terletak tidak jauh dari laci kayu.

"Untuk Ichinose-san, untuk Jinguji-san, un--"

Aku tertegun menemukan secarik amplop berwarna hitam. Dari semua amplop yang ditujukan, amplop ini terlihat paling kontras.

Aku memang tidak sopan untuk membuka isinya, tetapi aku merasa sesuatu yang buruk di dalamnya.

Dan begitu aku merobek amplop dari pinggirnya, aku refleks menekap mulut.

Pesan yang ditulis dengan bercak darah.

Kepada Ittoki-kun,

Kau pasti terkejut kan? Aku ingin jadi yang berbeda. Hari ini datanglah ke Momiji Park jam lima sore nanti. Aku harap kau mengingatku, sejak hari itu berlalu.

Dari penggemarmu.

Demi Dewa Neptunus, aku berharap asal darah itu bukan berasal dari penulisnya. Merasa tidak nyaman, aku menyembunyikan surat itu. Aku merasakan firasat buruk.

"Ini bukan sesuatu yang serius. Pasti penggemarnya hanya iseng,"ungkapku bermonolog.

Dan jika ketakutkanku sebatas asumsi belaka, aku akan menyampaikannya kepada Ittoki.

"[Reader]-chan?"

Syo berlalu menemuiku.

"Syo-kun, boleh tolong aku?" Aku mengingat laki-laki ini mengikuti ekstrakulikuler teater. Syo tersenyum seringai.

"Tentu saja boleh,"

Aku berharap aku bisa membantu mereka, walaupun tidak banyak yang bisa kulakukan.

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

Momiji Park, pukul 16.50.

Aku memasang kacamata hitam, topi hitam, dan berpakaian serba hitam. Persis agen rahasia atau penyusup.

Aku tidak tahu siapa yang akan kutunggu dan bagaimana karakteristik gadis itu.

Sengaja lebih awal datang, aku menyelinap di balik semak-semak. Terlihat seorang gadis melangkah ke taman. Memakai seragam sekolah dengan gaya langkah yang anggun duduk di bangku panjang.

Ia melihat arlojinya kemudian mengambil sekantung berisi kosmetik.

Apa mungkin bukan dia orangnya, batinku.

Tidak lama kemudian beberapa pria berpakaian rapi menghampirinya.

"Hei cantik, kenapa anda belum pulang?"

Gadis itu mengibas rambutnya. "Aku sedang menunggu seseorang,"

"Ikut kami saja, main bersama sampai puas,"

"Tidak!"

Bermodalkan bela diri standar, aku menyerang laki-laki yang ingin menyerang gadis SMA itu dengan menendang tulang kering.

DUAK.

"A-AW!"

"Jangan memaksa kehendak yang tidak diinginkan, apalagi kepada perempuan,"

Begitu aku mencetuskan argumenku, laki-laki berwajah sangar itu menatapku bengis.

"Kau perempuan tetapi kuat juga, ya,"

Aku mendesah. "Lepaskan dia,"

Gadis itu memang sedang dikekang oleh dua laki-laki lainnya yang tidak banyak bergerak. Sepertinya anak buah.

"Aku hanya iseng, apa kau juga mau main?"

"Hanya orang gila yang mau diajak bermain bersama kalian, preman payah,"

Merasa terpancing oleh kata-kataku, laki-laki itu menghujamkan kepalan yang setengah mati aku tepis, dan gagalnya pinggir kanan bibirku tersobek karena bogem mentah.

"Ini akibatnya karena banyak bicara!"

Aku menggosok bibirku yang mulai terasa perih bercampur amis oleh darah. Tubuhku mulai bergetar. Bergeraklah, kenapa tadi kau bisa dengan mudah bergerak dengan menendang laki-laki sialan itu?

"[Reader]-chan!"

Suara itu begitu familiar. Suara hangat itu. Ittoki.

Preman itu pun jatuh terduduk karena hajaran Ittoki.

"Lari!"ajaknya menarik tanganku. Aku mengulurkan tanganku ke arah gadis itu, tetapi ia tidak terlihat di mana pun ke arah aku menatap. Anak buahnya pun menghilang.

Padahal aku luka demi gadis itu. Aneh. Dia siapa? Bukankah dia mencari Ittoki-kun?

Apa semua kekhawatirkanku hanya sebatas delusi?

Author's Note :
Update yang cukup lama sampai rombak part 3 begini ._. Gomen ne. Pleasure to vomment!

See ya on the next part ♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top