13 : Bet of Me

Apartemen apaan. Ini justru rumah mewah kelas atas!

Untuk hidup nomaden seperti ini, beradaptasi adalah aspek terpenting dari semua kekhawatiran yang ada.

Kini aku berkutat di meja belajar, tepatnya di dalam ruangan seorang gadis remaja yang masih mengenakan seragam SMA.

"Hei, apa kau bisa keluar saja dari sini?"

Kalau aku didera PMS, aku pasti akan menyemprotnya. Namun sebingkai senyumanlah yang kini terpajang di wajahku.

"Ayolah, kali ini seharian denganku saja,"aku membujuknya sebisaku.

Kalau tidak karena sebuah alasan yang menjanjikan, aku bahkan tidak rela memelas-melas ingin menetap di sisi adik Otori yang begitu terobsesi dengan Ittoki.

"Kuizinkan kau kembali ke mana pun yang kau inginkan selama kau bisa menghilangkan sikap adikku yang begitu terobsesi dengan Ittoki,"

Mendengar pencerahan yang begitu menarik, aku langsung saja deal dengan keputusan Otori. Selama aku tinggal di sini, kehidupan di desa tidak dapat dibandingkan dengan hunian kelas menengah atas seperti ini.

Membiarkan adiknya masih sibuk berkutat dengan ponselnya, aku pun berkeliling mengitari kamarnya. Adik Otori sungguh gamers sejati. Berbagai koleksi permainan tertata rapi di raknya, terdapat NDS Lite, 3DS, PSP Go, dan sejumlah perangkat permainan.

"Sugoi (keren),"pujiku refleks menatap salah satu game action yaitu Grand Theft Auto atau yang kerap disingkat GTA.

"Kalau kau ingin coba memahamiku untuk menguasai harta benda keluargaku dari onii-chan, aku akan membunuhmu ketika kau tertangkap basah pada saat itu juga,"

Selain galak, adik Otori juga terlihat yandere.

"Aku tidak seperti itu, kok. Lagipula aku juga sudah menyukai seseorang. Dan orang itu bukan kakakmu."

Kedua manik adik Otori, yaitu Otori Eiri langsung mendelik diriku dari atas kepala hingga ujung kaki. "Ittoki-san?"

Aku menggeleng cepat. "Bukan, kok,"

Sejujurnya aku sengaja memancingnya agar ia ingin bicara denganku. Jujur, sebenarnya hatiku belum terbuka bagi siapapun. Kalaupun sudah, aku belum bisa memastikannya kepada siapa.

"Terus siapa?"Eiri meletakkan ponselnya ke meja belajarnya dan serius menatapku. Aku mulai terdesak oleh perkataanku sendiri, dan well, aku harus memaksa otakku untuk berpikir.

"Dia..."ucapku meragu untuk mendeskripsikannya.

"Eiri-san, sudah waktunya anda menjalani kursus merangkai bunga,"suara berat itu menghentikan pembicaraan kami. Laki-laki bertubuh tinggi dengan surai hitamnya menunjukkan ciri khas yang terlihat dari manik matanya yang berwarna kuning.

"Kira-kun, kau ini datang di saat yang tidak tepat!"gerutu Eiri langsung beranjak dari kursi kemudian menoleh ke arahku.

"[Reader]-san, pembicaraan kita belum selesai. Setelah ini aku akan mendengarkannya sejelas mungkin,"Eiri memicing meninggalkan kamarnya. Laki-laki yang menegur Eiri adalah Sumeragi Kira, salah seorang butler keluarga Otori.

"Kenapa [Reader]-san tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk kabur saja?"

Terkejut oleh pertanyaan spontannya, aku pun menoleh ke arahnya yang menatapku datar. Sumeragi tahu kondisiku tepat di hari pertamaku menghuni di sini. Dia tetap diam bagaikan patung, seandainya jika dirinya tidak berbicara seperti ini aku pasti yakin kalau dia adalah patung.

"Aku tidak merasa tertangkap olehnya. Hanya saja aku menuruti keinginan yang sama-sama menguntungkan,"

Ketika aku menjawab demikian, lagi-lagi aku teringat Princafé. Aku belum sempat mengaktifkan ponselku sejak kepergianku dari sana. Kegiatan kuliahku akan dimulai bulan depan setelah seleksi karena libur semester.

"Otori-san sering keluar entah ke mana, bersikap seenaknya, tetapi apa [Reader]-san tidak merasa terintimidasi?"bagaikan reporter Sumeragi telah menghujaniku berbagai pertanyaan. Tapi aku tidak membencinya. Semua alasan itu terus terpendam di dalam hatiku, tanpa ada yang benar-benar mengetahuinya.

"Aku akan keluar ketika dia yang menghendaki. Aku akan keluar secara terhormat ketika dia yang menyetujuinya. Apa kau tidak takut jika seandainya aku membahas hal ini kepada Otori-san?"tanyaku balik kepada Sumeragi yang terlihat terkejut sedikit kembali memasang ekspresi emotionless.

"Terserahmu saja, [Reader]-san. Tapi sudah seumur hidupku aku melayani keluarga Otori tetapi baru kali ini dia membawa perempuan ke rumah,"

Mendengar pernyataan Sumeragi membuatku terdiam. Sekilas aku menatap hunian country yang sejuk tetapi sunyi ini hanya diisi olehku dan Sumeragi. Tinggal di hunian sebesar ini pasti sangat sepi jika hanya diisi satu atau dua orang saja.

"Orang tua mereka?"tanyaku lagi. Aku tidak melihat sebuah pigura keluarga pun selama aku tinggal di sini dan mengamati.

"Ayah dan ibu Otori sudah bercerai sejak Eiichi berusia enam tahun. Kini ayahnya lebih sibuk bekerja di luar negeri,"

Terakhir kali mendengar jawaban Sumeragi, aku akhirnya mulai mengerti situasi rumah ini. Dingin, sunyi, dan sepi. Aku memang tidak berhak dalam mengatur apapun, tetapi situasi seperti itu menyakiti batinku. Sama seperti aku tinggal di desa dengan rumah yang sederhana, membuatku kembali teringat.

Sudah berapa lama aku tidak merasakan rasa sakit itu bahkan hampir kulupakan. Berkat kehangatan dari mereka, Princafé.

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

Author's POV

"O-oi,"Syo terkejut menatap piring pecah yang berserakan di lantai. Shinomiya pun mengambil sapu dan sekop untuk membersihkannya. Sudah kali ketiga Shinomiya memecahkan piring.

"Uhuk, uhuk, uhuk,"belum sempat Syo mengalihkan rasa terkejutnya, ia mulai didera sesak akibat luapan asap dapur.

Syo pun menyusul ke dapur. Masato hanya meratapi crepe yang menghitam. Diikuti Ren yang menghampiri dapur, Ren segera mematikan kompor.

"Tidak biasanya seseorang yang begitu teliti dalam bekerja menjadi seceroboh ini. Sepertinya kau begitu down, Masato,"Ren melipat tangan sambil mendesah.

Syo tidak menanggapi, tetapi menatap ponsel Masato yang tergeletak tidak jauh dari kompor membuatnya memahami situasi yang terjadi. Belum ada pesan masuk dari [Reader] sejak tiga hari yang lalu.

"Aku khawatir soal Lady, tapi kita hanya bisa menunggu kabar dari pihak keamanan dan dari lady  sendiri,"Ren menyugar rambut jingganya dengan tatapan lemah.

Di sisi lain. Cecil pun hanya diam ketika duduk bersama pelanggan.

"Cecil-kun? Ada apa? Apa kau sakit?"tanya salah seorang pelanggannya mengernyitkan dahi karena heran dengan Cecil yang biasanya ribut.

Cecil terkekeh kecil kemudian menggenggam tangan pelanggannya. "Bukan apa-apa. Hanya saja aku kurang tidur. Maafkan aku nona, aku harus pergi dulu. Sudah banyak surat yang harus kuurus,"

Terakhir kali keanehan ini ditemukan oleh Ittoki ketika menemukan surat yang ditulis oleh [Reader]-san. Saat Cecil ingin mengambil surat-surat itu, dirinya merasakan bahunya ditepuk.

"Yo, apa aku bisa bertemu dengan [Reader]-chan?"sapa laki-laki berambut gondrong cokelat dengan fedora putih melambaikan tangannya ramah membawa sebuket mawar putih.

Raut wajah Cecil mengeruh. "Dia tidak ada di sini. Dia sudah menghilang sejak tiga hari yang lalu,"

Kedua manik abu-abu Reiji membelalak. "Masa sih? Apa kau sengaja membohongiku agar aku tidak bisa bertemu [Reader]-chan?"

Mendengar tuduhan itu tidak mengenakkan di pendengaran Cecil, laki-laki itu mendengus keras sambil mengumpulkan surat-surat fans ke dalam keranjang.

"Terserahmu saja jika tidak percaya. Kau bahkan boleh bertanya kepada Ichinose-san atau Ittoki-kun,"cuek Cecil berbalik badan masuk ke dalam kafe.

Reiji pun terdiam meratapi bunga mawar yang baru saja dibelinya. Baru saja dirinya menyepakati akan tetap menunggu [Reader] sampai menyadari perasaannya. Baru saja dirinya bertekad untuk mengejar [Reader] kembali.

Ittoki yang membawa paper bag bersama Ichinose pun mengernyitkan dahi saat Reiji berdiri di depan kafe.

"Senpai,"panggil Ittoki.

"Apa benar [Reader]-chan tidak lagi berada di sini?"tanya Reiji mengepakan jemarinya sambil menunduk.

"Benar. Sejak hari terakhir seleksi, dirinya hanya meninggalkan sebuah surat. Kami belum menerima kabar apapun sejak kehilangannya sejauh ini,"ungkap Ichinose mendesah.

Reiji pun berpikir keras. Mungkin saja dari pernyataan barusan ada yang bisa dia kembangkan menjadi petunjuk untuk menemukan [Reader].

"Dan anehnya, aku tidak perlu lagi harus melunasi keuanganku sesuai deadline sempit itu. Aku memiliki bangunan ini baik tanah maupun gedung dengan masa pelunasan dua tahun,"Ichinose kembali melanjutkan kata-katanya.

"Tokiya, ini pasti ulah Murabarako Group!"Ittoki langsung menemukan pencerahan.

Seolah sepotong pernyataan itu menguak misteri, Reiji pun angkat bicara. "Pada hari terakhir seleksi, Ranran justru diincar oleh banyak maba karena seleksi masakan!"

"Hubungi Kurosaki-senpai dulu kalau begitu, mungkin saja ada kaitannya,"Ittoki memberi usul yang langsung dituruti oleh Reiji.

"Moshi-moshi? RANRAN PLEASE JAWAB YAA JANGAN MATIIN DULU ---- WEE, RANRAN? HALOHALO? "

Ittoki dan Ichinose yang berdiri meratapi Reiji hanya bisa mendesah. Semoga laki-laki ini bisa membantu mereka, di balik tingkahnya yang  begitu heboh tersebut.

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

Reader PoV
"Otori-kun!"panggilku yang berdiri menapaki anak tangga menemukan Otori muncul dari pintu luar.

"Adikku?"tanyanya penasaran. Aku mendesah.

"Dia sedang kursus."ucapku singkat.

"Aku rasa kau tidak perlu tinggal di sini lebih lama lagi,"Otori duduk di sofa kemudian berbaring.

Aku menatapnya bingung. "Maksudmu? Aku belum bisa menghilangkan obsesi adikmu itu,"

Otori terkekeh. "Princafé akan mulai bergerak untuk menjemputmu. Selama misimu belum beres, apa kau akan pergi begitu saja?"

Di balik kekehannya, aku hanya menatapnya datar. Walaupun dirinya terlihat jahat ketika aku menilainya sejak pertemuan pertama tapi kini aku tidak merasa demikian.

"Otori-san sering keluar entah ke mana, bersikap seenaknya, tetapi apa [Reader]-san tidak merasa terintimidasi?"

Pertanyaan dari Sumeragi Kira kembali terngiang di pendengaranku. Sekali lagi jawaban yang kuutarakan di dalam batinku tidak berubah. Jawabannya tentu saja tidak.

"Otori-kun. Tepat setelah adikmu selesai kursus, aku ingin dia bersamaku ke Princafé,"

Otori memperbaiki letak kacamatanya. "Kenapa harus ke sana?"

"Aku akan menghilangkan obsesinya. Kalau dia masih tetap terobsesi, aku bersedia menjadi pacarmu seperti yang kau pinta. Atau jika kau ingin menyebarkannya, aku terima itu,"

Otori berpikir sejenak kemudian menyeringai. "Tawaran bagus. Tapi apa kau yakin?"

Dengan keyakinan penuh aku mengangguk. "Aku yakin,"

Hanya satu-satunya jalan yang bisa kulakukan untu menyelesaikan konflik Eiri. Aku mempertaruhkan diriku atas ini. Aku tahu aku nekat, tetapi aku bisa melakukannya.

Selagi aku masih bisa melihat mereka kembali.

To be Continued ...

A/N : Yahooo! Happy New Year 2016. Sudah ada yang buat resolusi belum? Semoga tahun ini jadi tahun yang baik buat kalian ya. Semoga juga kalian tidak bosan membaca karya-karyaku! Author cepet update kan? Khu khu khu~
Lagi libur semester sampai Februari sih jadi cepet.
See ya on the next part ♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top