Bab 4

"Kamu beneran mau kan?" tanya Vera dengan menggebu, wajahnya terlihat bahagia setelah dengan jelas mendengar ucapan Rehan.

Rehan hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, dia sedikit gemas dengan Vera sekarang. Wanita itu tengah duduk disampingnya dengan tangan yang menggenggam hangat tangan Rehan.

"Apaan sih, mau apa!" Nada suara yang cukup tinggi keluar dari mulut Rani, hal itu tentu membuat Rehan dan juga Vera kebingungan. Mereka pun memfokuskan pandangan mereka pada Rani yang tengah berdiri entah sejak kapan.

Rani melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap tajam ke arah Vera dan Rehan.

"Kamu kenapa sih Ran?"

"Kamu yang kenapa Ver? Apa maksud pembicaraan kalian!"

"Tenang, nanti akan ku jelaskan."

"Kapan?"

***

Setelah suasana yang cukup buruk tadi, Vera pun membawa Rani untuk berbicara empat mata dengannya. Rehan kini telah pulang karena dia harus pergi bekerja. Sekarang hanya tinggal Vera dan Rani di dalam ruang kerja Vera. Dia harus menjelaskan segalanya pada Rani karena memang Vera tak pandai berbohong dan juga untuk apa dia berbohong mengenai masalah ini. Apalagi tujuannya sangat bagus untuk kehidupan Vera.

"Jadi maksudnya apa?" Tanpa aba-aba pertanyaan itu kembali keluar dari mulut Rani, sebenarnya cukup aneh karena sebelumnya Rani tidak sepenasaran ini. Namun, Vera tidak terlalu ambil pusing mengenai perubahan sikap Rani.

"Gini, aku jelasin ya."

Vera memperbaiki posisi duduknya dan fokus pada Rani yang tengah duduk dihadapannya "Kamu inget ga. Aku pernah pingsan di parkiran."

Rani terdiam sejenak, sahabatnya itu berusaha kembali mengingat kejadian yang dimaksud oleh Vera dan Ya! Rani mengingatnya. "Iya, aku ingat. Terus apa hubungannya sama pria itu?"

"Nama dia Rehan."

"Okey. Rehan. Terus?"

"Jadi, dia yang bantuin aku."

"Hah, mas pengantar makanan itu Rehan?" Rani cukup kaget saat mendengar penjelasan dari Vera, Rehan masih cukup muda. Kenapa dia harus melakukan pekerjaan itu? itulah yang terlintas dibenak Rani saat ini. Namun, jawaban Vera tentu tidak menjawab rasa penasaran Rani.

"Iya, itu Rehan."

"Terus, maksudnya 'mau' itu gimana?"

"Nah, pas kamu kirim makanan ke rumah aku setelah kita staycation. Rehanlah yang mengantar makanan itu-."

"Jadi?"

"Jangan potong omonganku." Vera sedikit kesal karena sejak tadi ucapannya terus di potong oleh Rani.

"Sorry, lanjutin."

"Nah, pas aku ngambil makanan itu dari Rehan ternyata ada Sam di depan rumahku-."

"Hah, Sam!" pekik Rani.

"Iya, gak usah teriak-teriak."

"Kok bisa dia di depan rumah kamu."

"Ya ga tau."

"Terus hubungannya sama Rehan?"

"Aku ajak aja Rehan masuk."

"Apa!"

"Ih, sudah aku bilang, jangan potong omonganku." Rani terdiam karena ocehan Vera. Tentu Vera marah karena Rani senantiasa mengganggu waktu ceritanya.

"Okey, Maaf."

Entah berapa kali ucapan maaf keluar dari mulut Rani. Vera lantas hanya dapat menghembuskan nafasnya dengan sedikit kasar. Beginilah jika mereka tengah berbicara, ada saja hal-hal mengganggu yang membuat percakapan mereka menjadi sangat lama.

"Aku lanjutin ya. Jadi aku ajak Rehan masuk biar Rehan bisa jagain aku. Siapa sih yang tau apa yang bakal Sam lakuin jika dia tau aku di rumah sendirian?"

Vera menyempatkan untuk menahan sedikit amarah di hatinya, dia kembali teringat tentang masa lalunya dengan Sam. Sam benar-benar tidak dapat ditebak, entah isi pikirannya maupun tindakannya ke depan. Dia dapat melakukan apapun yang dia mau bahkan pada hal-hal tak masuk akal.

"Tapi kamu ga diapa-apain kan?"

Vera menggeleng. "Engga, syukurnya Sam pergi setelah Rehan masuk ke dalam rumahku"

Rani menghembuskan nafas lega setelah mendengar penjelasan Vera. Namun, wanita itu masih penasaran tentang percakapan Vera dan Rehan. "Terus, apa maksud pembicaraan kamu sama Rehan tadi?"

Vera kembali teringat bahwa dia belum sama sekali menjelaskan pada Rani, inti masalah yang ada.

"Oh iya, aku lupa jelasin hehe."

Vera terlalu terbawa suasana, sehingga berhasil membuat pembicaraan Vera seakan keluar dari jalurnya. "Jadi gini, aku minta Rehan jadi pacar aku-."

"Apa!" untuk kesekian kalinya, Rani terkejut bukan main karena ucapan Vera. Tadi, Vera menjelaskan bahwa dia menyuruh Rehan untuk masuk ke dalam rumahnya dan sekarang Vera bilang 'dia meminta Rehan untuk menjadi pacarnya'.

"Kamu sudah gila ya!"

"Hey, diam dulu. Biar aku jelaskan."

Vera menarik tangan Rani agar sahabatnya itu dapat menurunkan emosinya. Digenggamnya tangan Rani dan di usapnya dengan pelan.

"Memang benar, aku memintanya untuk jadi pacarku. Tapi, hanya pacar sewaan dan aku akan membayarnya."

"Pacar sewaan."

"Iya."

"Dan dia mau?"

"Kamu dengar sendiri kan jawaban dia tadi."

Tidak ada jawaban, Rani hanya terdiam dengan pikirannya sendiri. Vera pun tak ingin ambil pusing, yang penting dia sudah berbicara pada Rani dengan sejujur-jujurnya.

Cukup lama keheningan terjadi, Vera jelas menunggu reaksi dari sahabatnya itu. Apalagi untuk sekarang, hanya Rani yang dia punya dan dia percaya.

"Jadi kamu percaya padanya?"

Pertanyaan itu tiba-tiba terucap dari mulut Rani. Pertanyaan ragu yang tentu bukan Rani sekali. Nada bicara yang tadinya tinggi, tiba-tiba turun drastis. Melembut, entah karena apa.

"Tentu."

"Tapi, kamu ga tau dia gimana."

"Dia sudah menceritakannya padaku. Semuanya."

"Dan kamu percaya?"

Lantas pertanyaan itu keluar kembali dari mulut Rani. Tanpa banyak pikir, Vera pun menganggukan kepalanya. "Kamu ga takut dimanfaatin sama dia?"

"Aku lebih baik dimanfaatkan untuk sekedar materi daripada disakitin fisik, Ran. Kamu tau sendiri bagaimana perlakuan Sam padaku."

Ekspresi wajah Rani tiba-tiba berubah, pandangannya tak lantas hanya terpusat pada satu arah dan hal itu cukup mengganggu bagi Vera.

"Kamu kenapa Ran?"

Rani yang tengah tak fokus itu pun langsung gelagapan setelah ditanya oleh Vera. "Hah, tidak. Aku tidak apa-apa."

***

Setelah pembicaraan yang cukup panjang dengan Rani, Vera pun kembali fokus pada pekerjaannya. Ada beberapa berkas yang perlu dia cek dan kini Rani pun sudah tak berada di dalam ruangan Vera. Rani sudah kembali bekerja seperti biasa. Dia juga tak enak dengan karyawan lain jika harus berlama-lama di dalam ruangan Vera.

Saat Vera tengah sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba sebuah panggilan masuk kedalam ponselnya. Vera kemudian melirik ponselnya dan di sana tertera nama Rehan.

Iya, sebelumnya mereka saling bertukar nomor telpon agar dapat saling terhubung satu sama lain. Tentu mereka harus melakukan hal itu, karena kedepannya mereka akan lebih banyak berkomunikasi untuk banyak hal.

"Hallo."

Vera mengangkat panggilan itu dengan suara sedikit pelan. Entah kenapa dia melakukan hal itu. Tiba-tiba saja, nada suaranya berubah.

"Hallo, Mba. Maaf ganggu waktu kerjanya ya."

"Iya, ga papa kok. Ada apa?"

"Jadi gini mba, masalah perjanjian kita tentang pacaran itu-."

Rehan menggantung ucapannya dan hal itu berhasil membuat Vera sedikit penasaran.

"Kenapa? Kamu berubah pikiran?"

Kini Vera sudah meninggalkan pekerjaannya, dia sedikit menjauhkan kursinya dari meja kerja. Kakinya menyilang seakan tengah berbicara masalah yang cukup penting. Iya, penting untuk keberlangsungan hidupnya.

"Tidak, bukan begitu."

"Terus?"

Vera terus-terusan mencerca Rehan dengan pertanyaan. Jujur, sekarang ini Rehan tengah gugup untuk menjelaskan apa yang dia inginkan. Vera terlalu dewasa dan tidak berbelit-belit untuk urusan seperti ini. Berbeda sekali dengan Rehan yang masih sedikit santai menghadapi semuanya. Namun, tetap saja keadaan tidak berpihak padanya sekarang ini.

"Jelaskan. Apa yang ingin kamu sampaikan?"

Lagi-lagi pertanyaan kembali keluar dari mulut Vera dan dengan ragu Rehan pun mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.

"Saya ga mau jadi Pacar Sewaan, Mba. Saya mau jadi Pacar beneran, Mba."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top