Bab 26
Setelah banyak pertimbangan, Heldi pun dipecat oleh Vera. Pria itu ternyata menggunakan kamar hotel sebagai kamar pribadinya beberapa bulan belakangan ini dengan alasan dia telah diusir dari rumah kontrakannya.
Pria itu bahkan memaksa beberapa karyawan untuk tidur bersamanya di kamar itu dan tanpa perlawanan mereka melakukan hal itu.
Heldi memanfaatkan jabatannya untuk melakukan semua itu.
Akan kelakuannya tersebut, beberapa karyawan sebelumnya memutuskan untuk berhenti. Mereka mungkin merasa takut dengan Heldi, walaupun pria itu sudah mengancam mereka agar tidak berhenti.
Tidak ada uang pesangon yang mereka dapatkan karena berhenti secara suka rela. Namun, mereka pasti sangat lega karena dapat menjauh dari pria itu.
***
Kini, Vera dan Rehan tengah bersama di rumah wanita itu. Hari ini adalah hari minggu dan mereka akan pergi bersama, sekedar makan bersama dan juga menonton film.
"Yuk, kita jalan," ajak Vera sesaat setelah mengkaitkan tangannya pada lengan pacarnya tersebut.
"Ya sudah, yuk."
***
Mereka sampai di mal yang mereka tentukan. Mal yang cukup jauh dari rumah Vera menjadi pilihan mereka untuk berkencan karena mal tersebut sangat lengkap. Di sana banyak toko-toko yang tidak dapat dijumpai di mal lainnya.
"Mau belanja dulu, Mbak?" tanya Rehan yang langsung dibalas gelengan oleh Vera.
Wanita itu tidak mau berbelanja walaupun banyak toko kesukaannya disini. Dia tidak ingin membuat Rehan menunggunya. Namun, sebenarnya wanita itu tidak mau jauh dari sisi pacarnya.
"Kenapa?"
"Enggak papa, yuk langsung beli tiket."
Vera menarik tangan Rehan untuk naik ke lantai atas dengan menggunakan eskalator, wanita itu terlihat sangat semangat hari ini dan tentu hal itu membuat pacarnya ikut senang.
Selama Rehan bekerja, baru kali ini mereka bisa pergi bersama lagi.
"Tiket filmnya dua ya, Mbak," pinta Rehan pada pegawai bioskop tersebut.
"Dua tiket 150ribu ya, Mas," ucap Pegawai itu dengan senyuman diwajahnya. Hal itu tentu membuat Vera sedikit kesal, mungkin karena dia merasa cemburu.
Wajahnya berubah masam dan dia kemudian melonggarkan kaitan tangannya. Hal itu tentu membuat Rehan sedikit bingung.
Pria itu melirik ke arah Vera sembari menyodorkan uang pada pegawai bioskop.
"Makasih, Mbak," ucap Rehan tanpa menatap pegawai tersebut. Pria itu mengambil tiket mereka dan langsung mengikuti Vera yang sudah berjalan menjauh darinya.
Wanita itu menuju tempat pemesanan makanan.
"Mbak, kenapa?" tanya Rehan dengan wajah khawatir. Tak lama kemudian pria itu menyadari bahwa pacarnya tengah cemburu.
"Mbak, cemburu ya?" tanya Rehan lagi dengan sedikit menggoda.
"Enggak tuh, siapa yang cemburu."
"Terus kenapa nggak suka gitu pas liat Mbak yang jaga tiket?"
"Enggak saya enggak cemburu."
"Ya sudah deh, kalau gitu."
Vera terdiam sembari membuang tatapannya. Wanita itu jelas tengah tertangkap basah oleh pacarnya
***
Setelah menonton, Vera dikejutkan dengan berita meninggalnya anak Rani. Daffa meninggal setelah semalam dia mengalami kritis, padahal sebelumnya anak Rani itu masih baik-baik saja.
Daffa memang terlahir dengan tubuh yang kurang sehat. Namun, semangat sembuhnya sangat tinggi. Hal itulah yang membuat sang ibu tidak pernah menyerah untuk kesembuhan anak bungsunya.
"Kamu yang kuat ya, Ran," bisik Vera ditelinga Rani. Saat ini mereka tengah berpelukan, Vera memang langsung membekap Rani ke dalam pelukannya setelah bertemu dengan sahabatnya itu.
Vera dan Rehan langsung pergi ke rumah sakit saat Rani menelpon mereka. Jasad Daffa masih berada di sana dan besok baru akan dimakamkan karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Daffa, Ver. Daffa ...."
Rani berulang kali memanggil nama Daffa, wanita itu tentu tidak menyangka bahwa anaknya sudah tiada.
"Iya tau, Ran. Daffa sudah sehat di surga. Kamu harus ikhlas ya," ucap Vera agar sahabatnya itu bisa lebih tenang, wanita itu bahkan mengelus pelan punggung sahabatnya yang bergetar hebat.
Rani terus menangis tanpa henti mulai dari kedatangan Vera di rumah sakit itu, di sisinya kini ada Sam yang tengah menggendong Lea, anak pertama Rani.
Sekarang ini, Lea tengah tertidur karena kelelahan. Anak kecil itu juga terlihat sangat sedih, dipipinya masih jelas terlihat sisa air mata yang sebelumnya turun.
Sam juga terlihat sangat tertekan, wajahnya menyiratkan kesedihan yang amat mendalam. Namun, pria itu tidak sanggup untuk menangis. Walaupun begitu, matanya sudah memerah menahan tangisnya.
***
Keesokan harinya, jasad Daffa dikuburkan dengan penuh haru. Vera juga Rehan mendampingi Rani yang tengah berduka.
Wanita itu dirangkul oleh Sam dengan erat. Sesekali pria itu melayangkan kecupan di kepala Rani. Tiada hal yang dapat mereka lakukan sekarang ini, selain mendoakan Daffa yang sudah tenang di atas sana.
Di samping kesedihan yang tengah Rani rasakan, ada perasaan penuh lega di hati Vera kini karena sahabatnya itu telah memiliki Sam sebagai tempatnya mengadu dan bersandar.
***
Vera kembali beraktifitas seperti biasanya. Namun kini, Rehan akan pindah bekerja di restoran miliknya. Tidak ada alasan lain mengenai kepindahan pacarnya itu selain adanya keanehan di restoran tersebut.
Kini, wanita itu terus terang mengenai tujuannya dan menyuruh Rehan agar bisa mengungkap kebenaran yang ada.
Mengenai transaksi obat terlarang yang sering terjadi di restorannya.
Restoran bergaya klasik itu, terkenal dengan harga makanan yang cukup fantastis. Hal itu tentu sangat sesuai dengan kualitas makannnya yang begitu nikmat dan juga berbahan baku premium. Chefnya pun bukanlah chef sembarangan, maka dari itu restoran milik Vera dikenal banyak orang.
"Mbak, tahu dari mana masalah itu?" tanya Rehan secara tiba-tiba saat dia tengah mengantar Vera bekerja.
Vera terdiam sembari melirik ke arah pacarnya, wanita itu langsung mengulas senyum sinisnya. "Apa yang sebenarnya tidak aku ketahui, Re?"
Rehan semakin tak mengerti akan ucapan Vera, "maksud, Mbak?"
"Saya tahu semuanya, tapi ... Saya tidak memiliki bukti. Negara ini punya hukum dan saya bisa dituntut jika bertindak semau saya dan juga orang yang menjadi lawan saya, bukan orang sembarangan," jelas Vera.
Iya, untuk kasus kali ini. Wanita itu harus berurusan dengan mereka yang cukup berpengaruh. Tidak hanya transaksi obat terlarang. Namun juga, restoran sering kali dijadikan tempat untuk transaksi uang suap.
Restorannya memiliki ruang privasi yang tidak dapat ditembus oleh orang sembarangan dan hanya mereka yang bekerja di sanalah yang dapat melewati garis itu.
Yang Vera mau adalah mengungkap akar muasal masalah ini terjadi, sekaligus siapa yang pembuka jalan segala transaksi dimulai.
"Ya sudah kalau gitu, saya coba bantu ya, Mbak."
Rehan sedikit tak yakin dengan kemampuannya. Namun, pria itu tentu sangat ingin membantu pacarnya agar dapat menyelesaikan masalahnya.
Vera mengelus pundak Rehan dengan pelan, "Saya yakin kamu bisa."
Cup.
Sebuah kecupan Vera layangkan dipipi Rehan, hal itu tentu membuat Rehan terkejut dan tanpa dia sangka pipinya memerah karena malu.
"Saya pergi dulu ya, semangat kerjanya."
Vera keluar dari mobil dengan cepat sembari melambaikan tangannya pada Rehan yang masih mematung.
Tanpa banyak pikir, pria itu langsung melajukan mobil milik pacarnya untuk pergi ke restoran tempat dia bekerja sekarang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top