Bab 23

Terhitung lima bulan Rehan memfokuskan segala perhatiannya pada tugas akhir kuliahnya. Walau begitu, dia tetap masih mengantar dan jemput pacarnya. Namun, dia kemudian kewalahan sendiri dengan kegiatan tersebut.

Pagi-pagi sekali pria itu sudah harus berada di kampus untuk bertemu dosen pembimbing skripsinya dan mau tak mau dia harus meminta maaf pada Vera karena tidak bisa mengantarnya pergi ke kantor.

Wanita itu memaklumi. Namun, ada rasa bersalah dihati Rehan saat ini.

"Halo, Mbak." panggil Rehan saat panggilan telponnya diangkat oleh pacarnya tersebut.

"Iya,"

"Mbak, sudah sampai kantor?" tanya Rehan dengan sedikit khawatir.

"Sudah kok. Barusan aja. Ini lagi di lift."

Rehan menghembuskan nafasnya lega, "Baiklah, nanti pulang saya jemput ya."

"Enggak usah, entar ngerepotin."

"Enggak papa, Mbak. Lagian saya bawa mobil Mbak kok."

"Ya sudah kalau gitu. Hmm, gimana tadi ketemu dosennya?"

"Aman, Mbak. Tinggal ngelanjutin aja kok skripsinya."

"Oke deh. Hmm, ini saya sudah ada di ruangan saya."

"Oh iya, selamat bekerja, Mbak."

"Iya, kamu juga. Semangat skripsiannya."

"Iya, Mbak."

Bip.

Panggilan telepon itu pun mati. Rehan akhirnya dapat mengulas senyumnya saat selesai berbicara dengan Vera di telepon.

"Yok. Semangat. Yok," ucap Rehan menyemangati dirinya sendiri.

***

Hari ini menjadi hari yang paling bersejarah buat Rehan. Pria itu akhirnya maju pada sidang terakhirnya.

Ada rasa cemas di dalam hatinya saat ini. Bagaimana tidak, pria itu sedikit bertengkar dengan kekasihnya semalam. Hanya karena kekasihnya itu ingin datang ke sidang. Namun, pria itu melarangnya.

Bukan, bukan karena Rehan menyembunyikan sesuatu. Namun, pria itu malu jika hasil sidangnya kurang memuaskan.

"Ayo, Re. Kita masuk," ajak Fahri.

Pria itu juga akan sidang bersama Rehan dan beberapa mahasiswa lain.

***

Sidang yang berlangsung cukup lama itu menghasilkan perasaan bahagia di hati Rehan, alasannya adalah pria itu lulus dengan hasil yang amat memuaskan.

Di sampingnya, Fahri juga ikut bahagia walau nilainya ada di bawah Rehan. Tetapi, dia tetap lulus juga.

"Selamat ya, Re," ucap Fahri pada Rehan. Pria itu merangkul Rehan dengan bangga karena sahabatnya menjadi lulusan terbaik dalam sidang kali ini.

"Makasih ya, Fah. Kamu juga, selamat ya."

Di sela pembicaraan mereka, tiba-tiba saja seorang wanita datang membawa bunga.

"Selamat ya, Re," ucap wanita itu yang ternyata Jia.

Jia mengulas senyum terbaiknya sembari menyodorkan bunga kepada Rehan.

Rehan hanya terdiam tanpa mengambil bunga itu. Namun, matanya kemudian menatap Vera yang baru saja datang.

"Mbak, Vera," teriak Rehan sembari berlari mendekat ke arah pacarnya.

"Selamat ya, Rehan. Akhirnya lulus juga," ucap Vera yang langsung mendapat pelukan dari pacarnya itu.

"Makasih, Mbak. Maaf ya tadi pagi kita sempat bertengkar."

"Iya enggak papa."

Rehan sedikit melepaskan pelukannya dan kemudian menatap wajah Vera dengan lekat.

"Saya enggak nyangka banget sampai ditahap ini. Kalau bukan karena Mbak. Saya yakin enggak bakal lulus."

"Kok gitu."

"Iya, selama sidang. Saya cuman mikirin, Mbak aja. Kalau saya lulus, saya bisa cari kerja terus bisa nikahin, Mbak. Mbak mau kan nikah sama saya."

"Jadi kamu ngelamar saya?"

Rehan menggeleng pelan, "Bukan sekarang Mbak. Tapi nanti kalau saya sudah punya banyak uang. Hehe."

"Iya deh. Cari uang yang banyak buat saya ya."

Mereka kembali berpelukan tanpa perduli dengan tatapan orang-orang yang melihat mereka. Apalagi terhadap Jia yang nyaris meneteskan air matanya saat melihat hal itu.

"Tuh, saya sudah bilang kan. Kalau Rehan sudah punya pacar," ucap Fahri pada Jia.

Wanita itu langsung memberi tatapan tajam pada Fahri yang berhasil membuat pria itu tertawa geli.

"Haha, kenapa? Kok marah sih?" goda Fahri yang berhasil membuat Jia pergi dari hadapannya.

***

Siapa sangka bahwa kehidupan setelah kuliah itu terasa begitu berat. Sekarang ini Rehan tengah pusing karena dia belum mendapatkan pekerjaan. Apalagi dia tidak memiliki pengalaman. Siapa yang mau mempekerjakannya?

"Ini, minumnya," ucap Vera sembari menyodorkan sebuah gelas pada Rehan. Pria itu sudah berada di rumah Vera dari pukul sepuluh pagi dan sekarang sudah pukul satu siang.

"Makasih, Mbak," ucap Rehan sembari melemparkan senyumannya pada pacarnya tersebut.

Pria itu segera meminum air yang ada di dalam gelas tersebut sampai habis tak tersisa.

"Mau lagi?" tanya Vera yang langsung dibalas gelengan oleh Rehan.

"Enggak Mbak. Enggak usah."

Rehan kembali fokus pada laptopnya, pria itu mencari-cari lowongan pekerjaan yang pas baginya.

Vera yang melihat hal itu pun kemudian mendekat pada pacarnya. Wanita itu tanpa ragu memeluk Rehan dari samping. Hal itu memang sudah biasa dia lakukan belakangan ini.

Tubuh Rehan yang sedikit ramping. Namun, tetap berotot itu pun membuat Vera sangat nyaman saat memeluk prianya itu.

"Kan sudah saya bilang, bekerja dengan saya saja," jelas Vera sembari meletakkan dagunya pada bahu Rehan.

Ucapan Vera tersebut membuat Rehan menghentikan kegiatannya.

Pria itu terdiam sembari melirik Vera yang terlihat begitu nyaman dengan posisinya.

"Saya enggak enak, Mbak. Kalau harus kerja di perusahaan, Mbak. Mereka semua tau saya pacar Mbak."

Vera ikut terdiam sembari berpikir langkah yang tepat untuk dia lakukan.

"Hmm, gimana kalau kamu kerja di hotel saya aja?" tanya Vera yang berhasil membuat Rehan kaget.

Pria itu tidak tau mengenai aset yang dimiliki pacarnya tersebut.

"Hotel?" tanya Rehan dengan sedikit bingung.

"Iya, kalau enggak. Mau kerja di Mal? Atau di restoran saya?"

"Itu punya Mbak semua?" tanya Rehan yang langsung dibalas anggukan oleh Vera.

"Iya, di sana mereka enggak kenal kamu. Gimana mau enggak?"

***

Akhirnya Rehan setuju untuk bekerja disalah satu tempat milik Vera, yaitu Hotel. Hotel milik pacarnya tersebut dapat dikatakan adalah hotel mewah bernuansa eropa seperti yang kakeknya sukai.

Hotel berlantai lima belas itu berhasil membuat Rehan takjub saat pertama kali lihat, padahal baru melihat luarnya saja.

Pria itu sudah berdandan rapi untuk bekerja hari pertama di hotel tersebut, Vera memastikan bahwa pekerjannya tidak akan mengenal Rehan sebagai pacarnya. Dia hanya dikenal sebagai pegawai baru atau malah lebih ke pegawai magang.

Penempatannya pun hanya sebagai Front Office yang melayani tamu saat check in.

Tanpa pengalaman, Vera juga bingung harus menempatkan pacarnya tersebut dimana. Ya, setidaknya Rehan bisa belajar di sana dan nantinya pria itu bisa naik jabatan jika memang mengikuti prosedur yang ada.

"Siang, Pak. Saya Rehan Purnama, pegawai baru," ucap Rehan memperkenalkan diri pada bapak Heldi, asisten manajer hotel tempat dia akan bekerja nantinya.

Pria itu hanya terdiam sembari menatap Rehan dari atas hingga bawah kemudian sebaliknya.

Salah satu alisnya kemudian terangkat dengan angkuh sebelum akhirnya membuka suara.

"Ya, ya. Saya Heldi, asisten manajer di sini. Saya tahu kamu titipan Rani kan."

Rehan mengangguk sebagai jawaban, karena masuk di hotel itu cukup susah. Rani menjadi alasan agar Rehan dapat lolos tanpa hambatan. Walau begitu, jelas pria itu akan mendapat tekanan dari rekan kerjanya. Karena melewati jalur khusus yang dibuat oleh asisten Vera itu.

"Jangan kamu pikir saya akan berbaik hati denganmu ya. Saya tidak akan segan-segan memecat kamu jika kamu berbuat salah. Sekarang, kamu keluar dari ruangan saya dan langsung bekerja."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top