Bab 22
Satu jam sebelum pergi menjemput Rehan, Vera sudah bersiap-siap untuk bertemu kekasihnya itu. Wanita itu melupakan keinginannya untuk beristirahat dan kemudian sibuk dengan segala hal. Mencari pakaian yang rapi, membersihkan tubuh agar lebih fresh dan yang terakhir, memoles wajah agar lebih menarik.
Semua tentu Vera lakukan untuk bertemu kekasihnya itu. Tiga hari bukan waktu yang lama. Namun, karena ini pertama kali. Tentu saja wanita itu sedikit merasa kesepian. Setiap hari dia bertemu dengan pria itu. Lalu tiba-tiba, mereka tidak dapat bertemu.
Rindu? Sudah pasti.
Vera bahkan sudah menyusun banyak rencana yang dapat dia dan Rehan lakukan nanti. Wanita itu sangat antusias saat memikirkan hal itu, pergi berkencan, jalan-jalan, nonton dan juga makan bersama.
***
Sudah nyaris pukul tiga, Vera pun segera berlari masuk ke dalam mobilnya. Persiapan wanita itu ternyata lebih lama dari yang dia pikirkan sehingga akhirnya dia nyaris telat menjemput pacarnya.
Sangking takut telatnya, wanita itu bahkan sampai menenteng heelsnya karena sudah tidak sempat untuk menggunakannya.
"Astaga!" pekik Vera sembari melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi.
Rumahnya dan juga kampus Rehan memiliki jarak yang cukup jauh, sehingga wanita itu harus segera sampai di sana. Dia tentu tak mau membuat pacarnya menunggunya.
***
Tak sampai lima belas menit, Vera sampai di halaman kampus Rehan. Entah secepat apa dia membawa mobilnya, karena sebelumnya wanita itu harus memakan waktu 30 menit lebih.
Vera menghembuskan nafasnya karena lega telah sampai di tempat tujuannya, sebelum turun wanita itu memasang heels yang dia bawa sebelumnya.
Tatapan wanita itu kemudian mengitari halaman kampus Rehan, mencari-cari di mana pacarnya tersebut berada. Wanita itu tidak mau keluar dari mobil sebelum menemukan pacarnya.
"Dimana ya, Rehan?" tanya Vera pada dirinya sendiri. Tatapannya kemudian terpaku pada Rehan yang tengah berdiri di ujung halaman kampusnya, pria itu bersama dengan Fahri.
"Eh, itu dia," ujar Vera dengan semangat. Namun, sebelum sempat keluar dari mobil. Wanita itu mendapatkan pandangan yang kurang mengenakan. Tiga orang wanita tiba-tiba mendekat ke arah Rehan dan salah satunya tiba-tiba memeluk lengan pacarnya.
Vera terdiam sembari terus memperhatikan hal itu, wanita itu masih ingin tau sampai mana adegan di hadapannya ini berlangsung. Walau, ada hati yang tiba-tiba terasa sakit.
***
Sebuah panggilan masuk ke dalam ponsel Vera, dan wanita itu jelas tau siapa pelakunya tanpa perlu melihat namanya karena sekarang Rehan tengah meletakkan ponselnya di telinga. Pria itu terlihat sedikit bingung saat panggilannya tidak terjawab, di sisinya wanita yang sebelumnya memeluk lengan Rehan pun terlihat sedikit kesal karena pria itu melepaskan pelukkan lengannya.
Tak lama kemudian, Rehan menyadari ada mobil Vera terparkir cukup jauh dari halaman kampusnya. Pria itu langsung berlari menuju mobil Vera, diikuti dengan Fahri di belakangnya.
Tok, Tok.
Ketukkan dikaca mobil Vera berhasil membuat wanita itu terkejut karena sebelumnya wanita itu tengah melamun. Vera menatap sendu ke arah Rehan yang tengah melambaikan tangan dan tersenyum ke arah wanita itu. Untungnya kaca mobil Vera berwarna gelap sehingga wajah wanita itu tidak terlihat jelas.
Clek.
Pintu samping mobil Vera terbuka, pacarnya tersebut masuk dan duduk tepat di sampingnya. Tak lama kemudian, Fahri, sahabat Rehan ikut masuk di kursi belakang.
"Heh, kok kamu masuk juga," pekik Rehan dengan sedikit kesal.
"Ikut, kan aku mau nginep di rumah kamu," rengek Fahri dengan wajah melas.
"Eh, iya juga ya," ucap Rehan sembari menggaruk tengkuk lehernya, "Mbak, Fahri boleh ikut kan ya? Dia mau nginep di rumah aku beberapa hari buat ngurus skripsi."
Vera mengangguk pelan dan langsung menyalakan mobilnya. "Iya, boleh."
***
Selama perjalanan mereka tidak ada yang mengeluarkan suara. Vera hanya terdiam sembari terpaku pada jalanan dihadapannya. Di sampingnya, Rehan terlihat sedikit bingung akan suasana yang terasa sekarang.
Aneh, iya cukup aneh. Bukankah seharusnya akan ada percakapan sekarang ini? Apalagi mereka sudah beberapa hari tak bertemu.
Rehan sesekali melirik ke arah Vera, pria itu sebenarnya ingin sekali membawa mobil ini. Namun, pacarnya itu tidak mengizinkannya.
Sekarang ini, hanya mereka berdua yang sibuk dengan pikiran masing-masing dan Fahri yang berada dibelakang sudah tertidur pulas karena kelelahan.
Rehan berdeham pelan sebelum akhirnya mengeluarkan suaranya. "Hmm, Mba," panggilan itu berhasil membuat Vera sedikit terlonjak.
"Iya," jawab Vera dengan pelan. Tanpa melirik ke arah Rehan.
"Mbak, kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Ya gini, Mbak diem gini. Ada masalah ya?"
Vera menggeleng, "Enggak kok."
"Terus, kok diem."
"Nggak papa."
"Mbak, kalau ada masalah ngomong aja. Saya siap kok dengerinnya. Ya walau enggak bakal perpengaruh apa-apa sih." Rehan mengulas senyum khasnya saat selesai berbicara. Pria itu hanya ingin berbagi keluh kesah pada pacarnya tersebut.
"Hmm, aku boleh nanya?"
"Silahkan."
"Wanita tadi siapa?"
Rehan terdiam sembari berpikir, "Wanita tadi?"
"Jia," jawab Fahri dengan tiba-tiba. Ternyata sahabat Rehan itu sudah terbangun dari tidurnya dan kemudian menguping pembicaraan sepasang kekasih itu.
"Jia, Mbak?" tanya Rehan.
"Mungkin, tiga wanita yang mendatangimu tadi? Salah satunya bernama Jia?" tanya Vera sembari melirik ke arah pacarnya.
Fahri yang duduk dibelakang pun memajukan tubuhnya. Pria itu sepertinya ingin mengadu kepada Vera.
"Iya, Mbak. Namanya Jia. Kayanya dia suka sama Rehan deh," adu Fahri pada Vera. Hal itu berhasil membuat Rehan sedikit kesal.
"Enggak kok. Dia enggak suka sama saya."
"Bohong, jelas banget keliatannya. Tapi, tenang aja Mbak. Selama kemah kemarin Rehan saya jagain kok," jelas Fahri yang berhasil membuat Vera bernafas lega.
Wanita itu sepertinya tau bahwa pacarnya pasti menjadi incaran wanita lain. Rehan memiliki wajah yang cukup tampan, berkulit putih dan juga tinggi. Siapa yang bisa menolak untuk menyukai pria itu?.
"Iya, Mbak. Saya bareng Fahri terus kok. Lagi pula, saya kan sudah punya Mbak. Untuk apa saya dekat sama yang lain."
Lagi-lagi, ucapan Rehan berhasil membuat wajah wanita di sampingnya bersemu.
Tidak ada yang pernah mengatakan hal seperti itu padanya, mungkin hal itulah yang membuat Vera terbakar rasa malu saat digoda oleh pacarnya.
***
Sesampai di rumah Rehan, Vera pun segera pamit untuk pulang. Namun, sebelum itu mereka berdua sempat berbicara yang cukup serius.
"Mbak," panggil Rehan, mereka berdua masih berada di dalam mobil dan Fahri sudah keluar. Sahabat Rehan itu sudah masuk ke dalam rumah karena kelelahan.
Tanpa menjawab, Vera menatap ke arah Rehan. Menunggu pria itu melanjutkan ucapannya.
"Saya sudah semester akhir dan sekarang sudah mulai mengurus skripsi. Hmm, mungkin waktu kita bareng enggak banyak, Mbak. Tapi, saya pastiin buat antar jemput, Mbak kok. Ya tapi, buat jalan-jalan kaya kemarin agak sedikit susah," jelas Rehan yang berhasil membuat Vera sedikit sedih.
Semua keinginannya harus dia lupakan sekarang ini.
"Tapi, saya janji Mbak. Saya bakalan selesaikan skripsi saya secepatnya. Terus, kita bisa bareng-bareng lagi deh. Saya juga enggak mau ngebebanin Mbak terus. Saya mau kerja juga, Mbak."
"Iya, enggak papa kok. Saya akan dukung kamu, apa pun yang kamu lakukan. Apalagi untuk mengurus skripsi."
Vera menarik tangan kanan Rehan dan mengelusnya dengan pelan.
"Saya yakin. Kamu bisa nyelesain semuanya. Saya akan dukung kamu semampunya, kalau kamu butuh apa pun. Kamu tinggal kasih tau ke saya ya."
Suasana tiba-tiba menjadi sedikit sedih. Keduanya diliputi perasaan campur aduk. Ada perasaan sedih juga bahagia karena saling memahami satu sama lain.
Rehan menarik Vera ke dalam pelukannya, "Makasih ya, Mbak."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top