Bab 20

Langit gelap menutup hari yang dipenuhi dengan berbagai macam kejutan. Kejutan-kejutan yang nyatanya tak pernah dapat Vera temui selama hidup. Bagaimana bisa Kakeknya menutupi sebuah rahasia yang harusnya wanita itu ketahui sejak lama. Rahasia yang akhirnya menjadi masalah baru dikehidupan Vera.

Kini wanita cantik itu hanya dapat termenung bingung, setelah Kakeknya menjelaskan semuanya. Vera tak mampu untuk sekedar bertanya. Dia hanya mampu mendengar dan kemudian merasakan sakit di hatinya setelah mendengar kenyataan yang selama ini ditutupi oleh Kakeknya itu.

'Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Tyo adalah sepupuku'

***

Selama perjalanan menuju rumah Vera, tidak ada satu kata pun keluar dari mulut Kakeknya atas kejadian yang sebelumnya terjadi padahal wanita itu sangat menanti penjelasan dari Kakeknya. Dia tentu harus tahu apa yang sebenarnya terjadi dan juga kepastian mengenai ucapan Tyo sebelumnya apakah semuanya sebuah kebenaran atau malah kebohongan.

Vera yang tengah duduk di samping Kakek Jo hanya mampu melirik pria tua itu, tanpa berani untuk mengeluarkan suara. Wajah Kakeknya terlihat berbeda kali ini, bahkan sesekali pria tua itu memijit dahinya.

Entah apa yang tengah dia pikirkan saat ini. Namun, semua pertanyaan di dalam benak Vera hanya mampu dia tahan hingga akhirnya sampai di rumah.

Mobil mewah berwarna putih itu memarkirkan dirinya di halaman rumah Vera, dia dan juga Kakeknya kemudian turun dan langsung masuk ke dalam rumah.

"Bentar ya, Kek. Aku ambilin minuman dulu," ucap Vera saat masuk ke dalam rumah. Namun, Kakeknya menahan kepergian wanita itu.

"Tidak usah, mari kita bicara."

Jujur, Vera sedikit ragu untuk langsung berbicara dengan Kakeknya, karena sepertinya suasana hati pria tua itu sedikit tidak baik.

Wanita itu kemudian duduk tepat di samping Kakeknya, menunggu pria itu untuk menjelaskan semuanya. Dia tidak mau memaksa Kakeknya untuk berbicara. Biarkan dia berbicara sesuai apa yang sebenarnya.

"Tyo, memang benar cucu angkat Kakek," jelas Kakek Jo sembari menatap dalam ke arah Vera. "Tetapi, sebenarnya Ayahnya adalah Ayahmu."

Vera mengerutkan dahinya setelah mendengar penjelasan sang Kakek. "Hah, maksud Kakek?"

"Iya, sebenarnya Tyo tidak pantas dikatakan cucu angkat karena dia masih sedarah dengan kita."

"Bentar kek. Aku enggak paham maksud Kakek."

Tentu Vera tidak mengerti ucapan Kakeknya yang terasa tak masuk akal itu. Bagaimana bisa Tyo adalah saudaranya?.

"Tyo adalah anak dari Ayahmu. Namun, Ayahmu tidak mengetahui hal ini."

"Kenapa? Tyo anaknya Ibu? Berarti dia Kakak aku?" tanya Vera dengan penuh kebingungan. 

"Tidak, Tyo bukan anak dari Fara. Dia anak dari wanita lain."

"Jadi maksud Kakek, Ayah berselingkuh? atau Ayah sudah pernah nikah sebelumnya?"

"Tidak keduanya, sebenarnya Ibu Tyo adalah pacar Ayahmu dulu. Namun, mereka akhirnya putus saat Ayahmu akan dijodohkan dengan Ibumu. Waktu itu Ibu Tyo tengah hamil dan Ayahmu tidak mengetahuinya," jelas Kakek Jo pada Vera. "Karena, Kakek lah yang meminta Ibu Tyo untuk merahasiakan ini semua agar perjodohan Ayahmu dengan Ibumu berjalan lancar."

Vera tak mampu membalas ucapan Kakeknya. Dia hanya mampu terdiam sembari mencerna semua penjelasan Kakeknya.

"Kakek memang pernah menjanjikan perusahaan ini untuknya. Namun, sepertinya agak aneh jika Kakek melakukan hal itu. Apalagi hanya Kakek yang mengetahui kebenaran tentang Tyo. Semua orang hanya mengenalnya sebagai karyawan di perusahaan ini. Bagaimana bisa Kakek mengangkatnya sebagai CEO? Padahal jelas Kakek memilikimu. Cucu Kakek satu-satunya."

"Tapi, Kek ... ."

"Ver, semuanya sudah jelas bukan. Dia sudah Kakek pecat dan tidak akan mengganggu semuanya."

"Kek, tapi tetap saja dia cucu Kakek. Sama sepertiku. Apa tidak keterlaluan kita memecat dia?" tanya Vera dengan hati-hati. Setelah mendengar kenyataan yang sebenarnya, wanita itu sedikit merasa tidak enak hati pada Tyo. Walaupun, dia sudah melakukan hal buruk. Namun, pria itu jelas memiliki ikatan keluarga dengan Vera.

"Biarkan dia seperti itu. Kakek sudah lama memanjakannya. Dia harus bisa paham bahwa apapun itu, kesalahan tetap kesalahan. Lagi pula ini bukan kali pertama dia melakukan itu, Ver."

Vera kembali mencerna ucapan Kakeknya, lantas tatapannya berubah sendu ketika memikirkan semuanya. Semua kenyataan yang tertutup rapi bertahun-tahun lamanya.

***

Sebuah panggilan telepon membangunkan Vera pagi-pagi sekali. Kepalanya masih terasa pusing setelah masalah kemarin, wanita itu terbangun dan melihat ke arah jam. Tepat, ini sangat pagi. Waktu saja baru menunjukan pukul lima.

Vera kemudian merogoh meja kecil di samping kasurnya, mengambil ponselnya yang sedari tadi berbunyi.

Titt, Titt,

Nama Rani tertulis jelas di ponselnya, Vera mengerutkan dahinya bingung.

'Tumben banget Rani telepon jam segini.'

Walaupun bertanya-tanya dan merasa bingung, Vera tetap mengangkat panggilan dari sahabatnya tersebut.

"Halo, Ran. Tumben banget nelpon jam segini," ucap Vera saat mengangkat telpon tersebut. Namun, tidak ada jawaban setelahnya. Wanita itu kembali bertanya-tanya dan kemudian menjauhkan ponselnya. Melihat apakah panggilan tersebut masih berlangsung atau tidak.

'Masih nyambung kok.'

"Halo, Ran. Kamu enggak papa kan?" tanya Vera dengan pelan. 

"Halo, Ver," sapaan yang terdengar dari telepon tersebut berhasil membuat mata Vera terbuka dengan lebar. Suara yang tak asing itu membuat Vera kembali bingung.

"Loh, kok kamu yang angkat teleponnya? Rani kemana?" tanya Vera dengan nada sedikit tinggi.

"Rani ya? Ada kok. Ini di sebelah aku." Suara Sam terdengar mengecil, sepertinya ponsel tersebut dibawa menjauh dan kemudian dikembalikan kepada pemiliknya. "Ini, Ran. Vera mau ngomong sama kamu."

'Bagaimana bisa mereka bersama?' tanya Vera di dalam hati. Tidak, bukannya wanita itu cemburu. Namun, menurutnya itu adalah hal yang sangat aneh.

Sebuah tarikan nafas panjang terdengar ditelinga Vera yang kemudian dilanjutkan dengan suara Rani yang sedikit serak. "Halo, Ver."

"Rani. Ini kamu kan? Kok kamu bisa sama Sam?" tanya Vera dengan penasaran.

"Pokoknya ceritanya panjang, Ver. Tapi, apa aku boleh minta bantuan sama kamu?"

Vera sedikit ragu saat mengiakan pertanyaan sahabatnya tersebut. Namun, setelah menyadari bahwa mungkin wanita itu tengah dalam keadaan yang cukup menakutkan karena ada Sam di sana. Maka, Vera pun mengiakan pertanyaan Rani.

"Iya, boleh. Bantuan apa?"

"Apa kamu bisa ke sini?"

"kesini? Memangnya kamu dimana?"

"Nanti aku kirim alamatnya, pokoknya secepatnya kamu ke sini ya. Tolong banget, Ver."

"Ya sudah, aku siap-siap dulu. Jangan lupa kirimin alamatnya ya."

Panggilan telepon tersebut tertutup begitu saja dan Vera langsung bersiap-siap untuk pergi.

'Rumah Sakit Bunda?'

***

Vera mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, wanita itu yakin ada sesuatu yang tengah terjadi pada sahabatnya sehingga dia harus sampai secepat mungkin ke rumah sakit itu. Saat sampai di Rumah Sakit Bunda yang jaraknya cukup jauh dari rumah Vera, wanita itu berlari masuk ke dalam rumah sakit.

'Ruang Anak lantai dua,' ujar Vera di dalam hati sembari berlari menaiki tangga, sebenarnya ada lift. Namun, wanita itu harus menunggu dan dia tentu tak tau kapan lift itu sampai. Maka, dia memutuskan untuk naik menggunakan tangga. Toh, cuman satu lantai.

Vera sampai di depan ruangan yang Rani maksud. Sebelum masuk, wanita itu memperbaiki kondisi pernafasannya yang tidak stabil karena berlari sambil menaiki tangga.

Klek.

Dengan pelan Vera membuka pintu ruang rawat tersebut. Saat masuk wanita itu cukup terkejut karena di dalam ruangan itu ada anak Rani yang tengah tertidur dengan tangan terinfus.

"Loh, Dafa kenapa, Ran?" tanya Vera sembari berjalan mendekat ke arah tempat tidur Dafa, anak kedua Rani.

Wanita itu tidak memperdulikan Sam yang tengah memperhatikannya, iya sekarang ini hanya ada dia, Rani, Sam dan Dafa di ruangan tersebut. Ruang rawat VIP yang cukup luas.

"Dia sakit, Ver," jelas Rani dengan pelan.

"Baru aja? Atau sudah lama? Terus, Sakit apa Dafa?" tanya Vera sembari menatap Rani yang tengah gugup. Wanita itu sesekali melirik ke arah Sam yang tengah berdiri sembari melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalian kenapa?"

Rani menggeleng pelan. "Enggak, nggak papa kok," jawab sahabatnya itu dengan gelagapan.

"Terus kenapa kamu nyuruh aku ke sini?" tanya Vera pada sahabatnya. Namun, sahabatnya itu tidak langsung menjawab dan akhirnya Sam yang membuka suaranya.

"Kalau kamu tidak bisa, biar aku yang jelaskan pada Vera," ucap Sam pada Rani. Hal itu berhasil membuat Vera bingung.

"Jangan, biar aku yang jelaskan," potong Rani dengan cepat.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top