Bab 17

Vera kembali membuat Rani gelisah, wanita itu tak kunjung datang ke kantor padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Rani pun sudah berkali-kali menghubungi sahabatnya tersebut. Namun, panggilan itu tak kunjung mendapat jawaban. 

'Kemana sih Vera.' ujar Rani di dalam hati, wanita ini tengah sibuk berjalan memutari sofa tamu yang berada di dalam ruangan Vera. 

Titt. Titt.

Panggilan masuk di telepon Rani berhasil membuat wanita itu terkejut. Dia pikir, Vera menghubunginya balik. Namun sayang, semua perkiraannya meleset. Ternyata yang menelpon adalah Sam.

Sam selalu memberi tekanan pada Rani sehingga wanita itu tidak bisa berpikir jernih.

"Halo," ucap Rani dengan pelan saat mengangkat telepon tersebut. Tanpa wanita itu sadari sekarang dia tengah mengikis sudut jarinya hingga hampir berdarah.

"Vera mana! Kamu bilang dia akan ke Hotel hari ini!"

"Iya ... Nanti siang... ," ucap Rani dengan jeda cukup panjang, wanita itu hanya mampu memberikan jawaban kosong tanpa kepastian pada Sam yang tujuannya adalah agar pria itu percaya padanya.

"Siang katamu? Aku maunya sekarang!" teriakan Sam berhasil membuat Rani terkejut. Wanita itu bahkan nyaris menangis saat mendengar teriakan pria itu. "Kamu tahu kan, akibatnya. Kalau kamu mengingkari janjimu."

"Sam... Aku mohon... Jangan sakiti mereka, mereka masih kecil," lirih Rani pada Sam, wanita itu terus memohon pada mantan pacar sahabatnya tersebut.

"Tidak, aku tidak akan menyakiti mereka. Jika Ibu mereka tunduk padaku."

"Iya, iya. Ku pastikan Vera datang."

"Aku beri waktu sampai pukul satu siang dan jika lewat dari itu, kamu akan tau akibatnya." Panggilan telepon itu terputus secara sepihak, Rani pun tak dapat membendung tangisnya saat selesai berdebat dengan Sam.

Sekarang ini, anak terakhir Vera tengah berjuang melawan penyakit yang dia derita. Hal itu tentu membutuhkan biaya yang cukup besar dan salahnya dia karena meminjam uang pada Sam. Tidak, bukan meminjam melainkan bekerja pada Sam. Membantu pria itu untuk kembali bersama dengan sahabatnya, Vera.

Sebenarnya Rani bisa saja meminta bantuan dengan Vera. Namun, bantuan itu hanya berbentuk pinjaman. Berbeda dengan Sam, pria itu mempekerjakannya dengan gaji yang sangat tinggi. Dapat dikatakan bahwa uang yang diberi Sam tiga kali lipat lebih banyak dari gaji Rani di perusahaan Vera. Tetapi, semua itu membuat wanita tersebut harus terikat pada Sam. Mematuhi apapun yang pria itu ucapkan dan hal itu tentu membuat Rani merasa bersalah pada sahabatnya tersebut.

***

Setelah berulang kali Rani menghubungi Vera. Akhirnya sambungan telepon itu pun diangkat oleh Vera.

"Halo, Ver," ucap Rani dengan semangat. Namun, tidak ada jawaban dari sahabatnya tersebut. "Ver ... Kamu dimana?"

"Hmm, Ran. Maaf ya, aku enggak ke kantor hari ini soalnya aku ada urusan ke kantor cabang tempat Tyo bekerja."

"Hah, kamu sudah di sana?"

"Iya, ini barusan sampai," jawab Vera dengan enteng. Wanita itu jelas tak tau bagaimana tertekannya Rani saat ini.

"Terus, janji kita mau ke hotel gimana?"

"Diundur besok ya pas Rehan sudah balik, eh... Sudah dulu ya. Ini sudah ada Tyo." Vera segera mematikan panggilan telepon tersebut, menyisakan Rani yang kini tengah membeku bisu. Wanita itu tidak tau harus melakukan apa sekarang ini. Dibenaknya hanya ada wajah anaknya yang tengah berjuang melawan penyakit kanker darah.

'Aku harus ke rumah sakit!'

***

Vera beserta Kakeknya menemui Tyo secara langsung tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tentu pria itu tidak bisa menghindar karena selama ini dia terus menerus menghindari Vera padahal jabatan wanita itu lebih tinggi darinya.

"Wah, ada kejutan apa nih. Kakek akhirnya menemui saya," ujar Tyo dengan wajah sedikit masam. Pria itu melirik tajam ke arah Vera yang tengah berdiri di samping kakeknya.

"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Kakek Jo pada Tyo. 

Pria itu langsung mempersilahkan Kakek Tyo dan Vera untuk masuk ke ruangannya. "Boleh, Kek. Mari kita masuk."

Suasana di dalam ruangan Tyo berubah suram, kini hanya ada beberapa orang di dalam ruangan itu. Kakek Jo, Vera, Tyo, Asisten Kakek Jo, dua Pengawal Kakek Jo dan juga Sekertaris Tyo.

"Jadi, ada urusan apa nih, Kek? Sepertinya penting, sampai kakek datang ke sini."

"Hmm, langsung saja ya," ucap Kakek Jo tanpa basa basi, "Berikan padanya!" pinta Kakek Jo pada asistennya yang bernama David.

Sebuah map kemudian diberikan pada Tyo. Pria itu menerimanya dengan wajah bingung dan tanpa berkata apapun. Dia kemudian membuka map tersebut dan terkejut setelahnya. Namun, pria itu mampu menutupi semuanya dengan berpura-pura tidak memahami situasi yang kini terjadi.

'Sial, kenapa sampai ketahuan!' umpat Tyo di dalam hati.

"Ini apa ya, Kek? .... ."

"Tidak usah berlagak bodoh, anda pasti paham tentang berkas itu," potong Vera karena merasa kesal.

Pagi-pagi sekali sang kakek sudah berada di rumahnya, pria tua itu mengajaknya untuk menemui Tyo untuk menyelesaikan masalah yang sebelumnya terjadi. Tentu firasat Vera tidak salah, pria itulah yang menjadi penyebab data perusahaan Vera bocor. Pria itu menjual data perusahaan milik Vera pada pesaing wanita itu dengan harga yang cukup tinggi. Tidak hanya sekali pria itu melakukannya, ini kali kedua pria itu menjual data perusahaan Vera.

"Saya bisa jelasin, Kek. Saat itu kami hanya bertemu."

"Bertemu katamu?" tanya Vera dengan wajah tak percayanya, bisa-bisanya Tyo tidak mengakui kesalahannya. "Jika bertemu, untuk apa uang sekoper itu."

Iya, map yang sebelumnya diberi kepada Tyo berisikan data-data yang dijual oleh pria itu melalui email dan juga beberapa foto pertemuannya dengan CEO perusahaan pesaing Vera.

"Tapi ... ."

"Sudahlah, saya sebenarnya tidak mau membahas ini. Tapi, sekarang sudah keterlaluan Tyo!" bentak Kakek Jo pada Tyo, sabar yang dimiliki pria tua itu ternyata sudah habis untuk Tyo.

"Kek ... ," ucapan Tyo terpotong karena Kakek Jo berdiri dari duduknya, pria tua itu lantas pergi keluar dari ruang kerja Tyo. "Kek, saya tau saya salah. Tapi, apa Kakek tidak sadar kalau Kakek lebih salah." Ucapan lantang yang dilayangkan Tyo berhasil membuat Kakek Vera berhenti berjalan.

Pria tua itu terlihat tengah menunggu Tyo melanjutkan ucapannya.

"Kakek tau kan bagaimana hidup saya, Kakek yang mengadopsi saya dan sekarang Kakek malah menelantarkan saya." 

Semua orang yang mendengar ucapan Tyo terkejut, begitu pula dengan Vera. Wanita itu tanpa sengaja melihat perubahan ekspresi wajah Kakeknya yang tiba-tiba sedih.

"Kek, saya melakukan ini karena saya mau Kakek lebih peduli pada saya. Saya yang selalu Kakek sayangi sebelum adanya dia." Tyo menunjuk Vera dengan wajah penuh amarah.

Benar, Tyo adalah anak angkat Kakek. Tidak, lebih tepatnya cucu angkat Kakek Jo. Pria itu seharusnya menjadi CEO perusahaan Kakek Jo karena Vera, cucu yang pria tua itu inginkan belum juga hadir bahkan saat Vera lahir Tyo masih memiliki kesempatan menjadi CEO perusahaan itu. Namun sayang, Kakek Jo lebih memilih Vera menjadi penerusnya.

"Maksud kamu?" tanya Vera dengan wajah bingung.

"Iya, saya cucu angkatnya Kakek Jo. Kakek anda dan seharusnya saya yang menjadi CEO di perusahaan ini. Bukan anda!"

"Tapi kan ... ."

"Tapi apa? Saya tidak sedarah dengan anda?" tanya Tyo sembari berjalan mendekat pada Kakek Jo dan juga Vera. "Bisa tolong jelaskan pada cucu anda, siapa sebenarnya saya," ujar Tyo pada Kakek Jo dengan tatapan tajam.

"Sudahlah, mari kita pergi ... ." Vera ditarik oleh Kakek Jo untuk menjauh dari Tyo.

Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya, pria tua itu juga bingung harus menjelaskan dari mana dan mungkin setelah mengetahuinya Vera akan murka. 

"Jadi, apa maksud Tyo, Kek? Apa yang Kakek sembunyikan dari aku?" tanya Vera saat berada di dalam mobil. Pria tua di sampingnya hanya bisa terdiam saat ditanya oleh cucunya tersebut. "Kek, aku mohon, jelaskan semuanya."







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top