Bab 14

Rehan keluar dari mobilnya dan langsung pergi ke bagasi belakang untuk mengeluarkan barang bawaannya. Seperti, tenda lipat dan juga tas ransel yang berisikan peralatan kemah pria itu. Di sisi lain Vera pun ikut turun dengan perlahan sembari memperhatikan sekitar. Entah apa yang wanita itu takutkan. Namun, itulah yang Vera lakukan. 

Wanita itu mengedarkan pandangannya ke segala arah, dia merasa seperti ada yang tengah memperhatikannya. Tetapi, semua perasaan buruknya langsung sirna seketika saat Rehan menarik tangan Vera dengan tangan kiri, sementara tangan kanan pria itu menenteng tas tenda sekaligus mencangklong ransel. Ransel yang dia bawa tentu sangat berat. Namun, dia juga tidak ingin Vera berada jauh darinya.

"Ayuk, Mbak."

Belum sampai Vera dan Rehan melangkah cukup jauh, tiba-tiba saja Fahri datang menahan langkah mereka.

"Akhirnya nyampe juga, Re," ucap Fahri dengan hati yang lega, setelah bertemu dengan Rehan dan juga Vera. "Eh, Mbak Vera."

Pria itu terlihat antusias saat melihat Vera yang tengah sedikit bersembunyi di belakang Rehan.

"Iya, hai Fah."

"Mbak, nganterin Rehan ya? Memangnya enggak kerja?"

"Kerja kok, tapi nanti siangan," jelas Vera yang langsung membuat pria tersebut mengangguk paham. 

Rehan sudah cerita pada Fahri tentang Vera, walau hanya sedikit. Namun, sahabatnya itu bisa memahaminya. Menurutnya, Rehan sangat beruntung karena memiliki pacar seperti Vera. Walaupun, berumur lebih tua dari Rehan. Tetapi, wanita itu sangat mapan dan bisa membuat masa depan Rehan lebih baik lagi. Apalagi, mengingat bahwa pria itu berasal dari dari keluarga menengah ke bawah. Tentu saja, memiliki Vera adalah keberkahan tersendiri bagi Rehan.

"Busnya belum datang?" tanya Rehan seakan berusaha untuk mengalihkan pembicaraan antara sahabat dan pacarnya.

Fahri mengangguk pelan. "Iya, katanya ada masalah dengan salah satu bus yang mau kita pakai. Btw, kamu masuk bus mana, Re?" Mendengar pertanyaan Fahri, Rehan pun mengeluarkan ponselnya untuk melihat nomor berapa bus yang akan dia naiki.

"Wah, ponsel baru nih," goda Fahri saat melihat ponsel baru Rehan yang sebelumnya dibelikan oleh Vera.

Rehan pun hanya dapat tersenyum kecut saat digoda oleh Fahri.

"Pasti mahal."

"Ya sudah, kalau begitu kita cari tempat duduk dahulu yuk, Mbak," ajak Rehan pada Vera, pria itu malas menanggapi ucapan sahabatnya sehingga akhirnya dia memutuskan untuk membawa Vera untuk pergi.

Wanita itu tidak menjawab dan hanya mengikuti tarikan tangan Rehan.

"Eh, ikut!" pekik Fahri sembari mengejar Rehan dan Vera yang sudah menjauh darinya.

***

Mereka bertiga akhirnya duduk di kantin dekat dengan halaman tempat berkumpul, yang mereka tahu jam keberangkatan akan diundur satu jam lagi. Maka dari itu, mereka memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu.

"Mbak, mau makan apa?" tanya Rehan pada Vera yang tengah duduk di sampingnya.

"Aku enggak ditanyain, Re?" tanya Fahri dengan nada meledek. Hal itu tentu membuat Rehan sedikit kesal dan memberi tatapan tajam kepada sahabatnya tersebut.

"Urus sendiri dirimu," ujar Rehan dengan nada ketus.

"Yah, padahal aku lapar loh," balas Fahri dengan wajah melas.

"Ya sudah, pesan saja Fah. biar saya yang bayar," tawar Vera dengan mengulas senyum di wajahnya.

"Eh, beneran, Mba-."

"Nggak usah, Mba. Ngapain bayarin dia."

"Jahat banget sih kamu, Re." 

***

Satu jam berlalu, Rehan dan Fahri pun sudah ada di dalam barisan untuk masuk ke dalam bus. Untungnya Rehan dan Fahri berada dalam bus yang sama sehingga mereka tidak perlu repot-repot untuk mencari teman saat berkemah nanti. Apalagi Fahri tidak membawa tenda. Iya, pria itu tidak jadi membeli tenda saat mereka bertemu di toko tempat pertama kali dia dan vera bertemu. Niat pria itu adalah mengurangi pengeluarannya dan syukurnya dia satu bus dengan Rehan sehingga dia pun dapat satu tenda dengan sahabatnya itu.

"Nanti bareng ya," rayu Fahri pada Rehan yang tengah memperhatikan Vera dari kejauhan.

Pria itu sesekali melambaikan tangan pada Vera dan juga melemparkan senyuman khasnya pada pacarnya tersebut. Ada sedikit raut muka tak rela yang jelas terlihat saat pria mengucapkan selamat tinggal.

"Mbak, jaga diri ya. Selama saya kemah."

"Iya, Re. tenang aja."

Tidak, tentu Rehan tidak akan tenang meninggalkan Vera. Memang setelah nyaris satu bulan berlalu. Pria itu seakan tak mampu meninggalkan pacarnya tersebut. Mungkin karena mereka sudah terbiasa bersama. Maka dari itu, Rehan sedikit aneh ketika harus meninggalkan pacarnya tersebut.

"Hmm,  Mbak Rani nanti jadi nemenin, Mbak kan?" tanya Rehan yang langsung membuat Vera bingung harus menjawab apa. Wanita itu tentu harus berbohong pada Rehan, agar pacarnya tersebut dapat pergi dengan hati yang lega.

"Hmm, iya setelah pulang kantor Rani langsung ke rumah kok."

Rehan mengangguk paham dan menarik Vera untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Hmm, saya kayanya bakal kangen Mbak deh selama di sana. Tapi, enggak papa. Setelah empat hari. Kita bisa ketemu lagi deh." Rehan melepas pelukannya dan menatap dalam wajah pacarnya tersebut. "Ya sudah, saya pergi dulu ya, Mba."

***

Setelah Rehan berangkat, Vera pun bergegas pergi ke kantor. Walau jelas dia sudah telat. Namun, wanita itu tetap turun bekerja karena dia memiliki tanggung jawab yang besar untuk perusahaan yang wanita itu miliki.

Kembali pada rutinitas yang amat membosankan itu, membuat suasana hati Vera hancur. wanita itu kembali mendapati laporan bahwa data perusahaannya bocor. Iya, kejadian ini sudah pernah terjadi sebelumnya. Namun, semua sudah teratasi. Nyatanya kejadian ini kembali terulang.

"Sudah saya katakan. Selesaikan. Jangan sampai terulang kembali!" tegas Vera dengan nada sedikit tinggi. Wanita itu kini tengah rapat dadakan bersama beberapa pimpinan departemen yang dia miliki di perusahaannya. Wajah Vera memerah menahan emosi yang ingin sekali dia keluarkan. Namun, wanita itu berusaha untuk mengendalikannya.

"Siapa yang mengurus ini semua?" tanya Vera sembari menatap tajam ke arah semua peserta rapat. Mereka hanya diam dan saling melempar pandangannya satu sama lain. Hal itu tentu membuat emosi Vera meningkat tajam.

"Kenapa tidak ada yang jawab!" pekik Vera yang berhasil membuat salah satu peserta berbicara.

"Maaf bu, setau saya yang mengurus masalah itu adalah Pak Tyo."

***

Vera kembali ke rumahnya dengan kepala yang terasa berat. wanita itu terus memikirkan jalan keluar mengenai masalah yang kini terjadi di perusahaannya.

Tyo adalah salah satu karyawan yang amat disayangi oleh kakek Vera, pria itu jelas sangat mencurigakan bagi Vera. Umurnya hanya berbeda empat tahun dari Vera. Namun, pria itu memiliki banyak aset yang tentu dipertanyakan asalnya. Apalagi, yang Vera tau pria itu bukan berasal dari keluarga yang kaya.

"Apa Tyo yang ada di belakang semua ini? tapi-."

Titt. Titt.

Sebuah panggilan masuk memotong ucapan Vera yang tengah berbicara sendiri. Wanita itu melirik ponselnya dan dia melihat nama Rehan tertulis di ponselnya. Tanpa banyak berpikir, Vera pun mengangkat telpon tersebut.

"Halo, Mbak," sapa Rehan saat panggilan tersebut diterima oleh Vera.

"Iya."

"Mbak, udah pulang ke rumah?"

Vera mengulas senyumnya saat mendengar pertanyaan Rehan, wanita itu segera mendudukan dirinya di atas sofa yang berada di dalam kamarnya. "Iya, ini baru nyampe."

"Syukurlah. Hmm, Mbak. Saya mau ngasih tau. Kayanya ini telpon saya terakhir deh. Soalnya di area kemah nanti enggak ada jaringan. Jadi selama 3 hari ke deoan saya enggak bisa hubungin, Mbak," jelas Rehan dengan nada pelan, pria itu tentu tidak rela mengatakan hal tersebut. Namun, dia takut membuat Vera khawatir jika tidak bisa menghubunginya.

Vera yang mendengar penjelasan pacarnya tersebut pun tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. "Hmm, ya sudah. Enggak papa kok yang penting kamu hati-hati di sana ya."

Wanita itu berusaha membuat pacarnya tenang, walaupun dirinya sendiri tidak akan tenang dalam beberapa hari ke depan. Namun, apa yang bisa dia perbuat?.

"Iya, Mbak. Mbak juga. hati-hati disana ya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top