Pria Tua dan Gagaknya
"Gak nyangka nanti malem sudah Halloween aja ya? Padahal tahun lalu ada yang mati ketabrak. Tragis banget."
Bisik-bisik mahasiswa di kampus masih terngiang. Lumayan juga nih, jadi ada ide buat datang ke pesta Halloween kampus. Katanya, anak yang mati meninggal itu keserempet truk sampai tubuhnya hancur berantakan dengan dandanan ala-ala Mbak Kunti. Mengenaskan nasibnya. Pasti orang tuanya sangat sedih.
Mbak Kunti dengan darah bercucuran di mana-mana. Rambut awut-awutan dan dicampur bau asem efek tidak keramas seminggu. Juga, masker bengkoang yang kucomot di dekat pohon mangga, palingan bengkoang milik istrinya si pengantin baru.
Sosokku tak ayal mirip dengan korban ketabrak itu. Pokoknya harus menang best costume.
Bulan purnama terlihat jelas malam ini, agak berbeda dengan malam biasanya. Kabarnya, Halloween kali ini jatuh tepat pada jumat kliwon, seolah memanggil para awak hantu untuk merayakan hari bersejarah mereka.
Aku berjalan melewati gang kecil dekat makam yang kecil dan gelap.
Kakk ... kakk ... kakk....
Teriakan gagak membuat bulu kudukku merinding. Ada yang tidak beres.
Mataku melirik dengan awas. Mana kampus masih agak jauh, sekitar lima menit. Hawa dingin berembus lembut di tengkukku. Sial. Aku sudah memekik tak karuan dalam hati begitu menyadari situasi tak enak sedang bersemayam tepat di belakangkku.
Dengan keberanian yang entah datang dari mana, aku menengok ke belakang. Sosok tua dengan wajah nyaris tak terlihat sedang intens memandangku. Sialan. Aku bahkan tidak bisa menebak lelaki atau wanita jila tidak menengok dadanya yang super ramping.
Tubuh kurusnya itu bergelambir melipat-lipat. Terlihat menjijikkan. Sorot matanya tajam memandangku tanpa suara. Hanya keheningan malam dan suara gagak.
Belum lagi, burung gagak peliharannya yang selalu bertengger. Sampai-sampai sulit mengenali sosok wajahnya.
Sialnya lagi, kakiku malah tidak mau bergerak untuk melakukan aksi kabur. Aku hanya bisa menatap sosoknya yang mirip tulang dan kulit, tanpa daging, sangat tidak lazim.
"Mau ke mana?" ucapnya serak dan setengah berbisik. Bulu kudukku merinding mendengarnya.
Kontan saja aku memekik keras dan berlari tak karuan arah. Bukannya, diam di sana, sosok itu malah mengikutiku. Sosok tua bangka yang menyeramkan itu mengejarku dengan jalannya menyeret-nyeret, tapi sangat cepat. Gesekan aspal dengan kakinya terdengar jelas dan sangat memilukan.
Burung gagak miliknya juga tidak diam saja, mereka ikutan menyerang dan mematukiku, seolah aku sudah mengganggu pemiliknya. Padahal dia yang menggangguku. Apa sih salahku? Rasa perih mulai menjalar di sekitar tubuhku yang dipatuk dengan kasar. Bahkan wajah dan rambutku menjadi makin tak karuan.
Sosok kampus megahku mulai terlihat. Sebentar lagi akan sampai. Hanya cukup sampai di kampus. Aku mempercepat lariku sampai nyaris terpelosok.
Tangannya mencoba menarik-narik pakaianku dengan kasar. "Tunggu," serunya dengan suara tersengal.
"Gak mau! Gak mau!" pekikku sembari terus berlari. Apalagi dia mulai menyiramiku dengan air yang membuat tubuhku terasa panas sekali. "Pergi!"
"Mau kabur ke mana kamu? Sudah diusir kok masih bisa datang lagi," serunya kasar.
Sial. Aku benci sekali dengan Mbah Dukun ini. Padahal aku hanya mau pergi ke kampus, tapi dia terus mengusir dan menyuruhku diam di kuburan.
"Jawab aku! Kenapa bisa di sini? Kamu tuh sudah meninggal dari setahun yang lalu. Diantar siapa?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top