[2]

[2]
Mencoba Mengenali Waktu
.
.


Saya tidak tahu, sudah berapa lama saya terdampar di sini. Pasalnya, semua yang ada di sekitar saya—langit hitam dengan benda-benda luar angkasa, jalan berpagar, dan Bumi—tampak begitu-begitu saja, tidak ada yang berubah. Dan lagi, saya tidak pernah tidur semenjak itu (saya berasumsi bahwa ketika saya tidur, mungkin saja satu hari sudah berlalu. Tapi sayangnya, mata saya bahkan tidak bisa merasakan kantuk sama sekali).

Atau mungkin belum, pikir saya optimis. Saya membuang napas, yang saya sadari beberapa lama setelah saya sadar, mampu melakukan hal yang satu ini adalah tanda bahwa saya masih belum menjadi orang mati.

Saya akhirnya memutuskan untuk duduk, bersandar di pagar hitam dengan kepala tertumbuk ke bawah. Semakin lama saya ada di sini, semakin banyak juga pertanyaan mengerikan yang mencuat dari pikiran, menghantui setiap saat. Lalu, saya menghela napas panjang, lelah.

Tidak tahu harus melakukan apa, saya mengetuk-ngetuk sisi jalan, menikmati iramanya yang berdentum tiga kali setiap saya membuat sebuah ketukan. Terus begitu hingga saya merasakan adanya petunjuk.

Kalau pemikiran saya benar, berarti, sudah lewat tiga hari dari pertama kali saya membuka mata. Saya tersenyum, meyakini hal baru ini sungguh-sungguh.

Lama setelahnya, saya kembali mencoba kegiatan mengetuk sisi jalanan serbahitam ini. Dentumnya bertambah satu, dan seulas tipis lengkungan penuh kepuasan tercetak di bibir.

Dugaan saya tepat.

-●●●-

Ini terlalu absurd nggak sih ha ha ha. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top