Part 8 - Bertiga
"Miss Gladys mau belanja?" tanya Zio berjinjit saat ada di hadapan Gladys.
Gladys bingung harus menjawab pertanyaan Zio dengan jawaban apa. Pasalnya, anak kecil seusia Zio juga tak akan bisa paham dengan kondisinya saat ini yang baru saja selesai bertengkar dengan kekasihnya itu. Bukan sekali dua kali Gladys beradu mulut dengan Arga. Bahkan berkali-kali, hanya saja tamparan keras yang ia dapatkan baru kali ini. Tetap saja tak wajar, laki-laki yang tak bisa menahan amarahnya di hadapan perempuan itu tetap tak bisa dijadikan pegangan.
Bibir Gladys mencoba untuk tertarik sedikit agar Zio nyaman berbicara dengannya. Meskipun hatinya saat ini benar-benar rapuh mengingat masalahnya. Zio juga butuh perhatiannya. Terlebih lagi, dia baru saja mengenal anak kecil itu dan berangsur cepat nyaman di dekatnya, "Iya, cuma mau beli minum aja. Kalau Zio lagi ngapain disini?" tanya Gladys balik.
"Zio ikut Om," jawab Zio pada Gladys sembari tangannya menunjuk ke arah Aidan yang berjalan ke arahnya bersama Selena.
Saat Zio mengatakan hal itu, Gladys sontak menatap ke arah Aidan juga. Kebetulan dalam beberapa detik, tatapan Aidan dan Gladys sempat bertemu tak sengaja. Gladys kikuk ingin tersenyum ke arah Aidan karena Aidan sama sekali tak tersenyum ke arahnya. Lebih tepatnya menatapnya dengan tatapan biasa saja, "Besok bukannya sekolah? Kok belum tidur?" tanyanya pada Zio sembari tangannya mengacak-acak rambut milik anak laki-laki itu.
"Kalena Zio ikut Om kesini. Tadi Zio ke pasal malam. Telus main kuda putal, telus ikut kesini sama Tante Selena," Zio menjawabnya dengan nada terbata-bata. Meskipun Gladys sendiri tak paham dengan ucapan anak laki-laki itu, tapi Gladys berusaha meresponnya dengan anggukan seolah-olah mengerti kalimat dari Zio.
"Mau belanja juga?" tanya Aidan pada Gladys saat Aidan sudah berada tepat di belakang Zio. Selena juga. Dia berdiri di samping Aidan. Jarak keduanya sedikit dekat. Seperti sepasang kekasih.
Gladys menjawab pertanyaan dari Aidan dengan menggelengkan kepalanya pelan. Dia masuk ke supermarket memang bukan untuk belanja. Namun hanya membeli minuman yang ia butuhkan saja karena dirinya haus, "Cuma mau beli minum," jawabnya kemudian.
Tak sabar ingin masuk ke dalam, Zio menarik tangan Gladys seolah-olah Gladys adalah teman akrabnya. Padahal jika dihitung, mereka tergolong baru mengenal satu sama lain beberapa hari ini. Tapi Zio sangat nyaman berada di dekat Gladys, "Ayo Miss!" ajaknya tanpa menggandeng tangan Aidan sebagai pamannya yang membayar jajannya nanti.
"Om Aidan, Zio keliling sama Miss Gladys," izinnya kemudian saat berada di tengah-tengah pintu supermarket tanpa melihat Aidan yang masih memperhatikannya dari belakang.
Aidan mengangguk mengizinkan keponakannya itu masuk ke supermarket lebih dulu dari dirinya, "Iya sana."
Tak kira-kira, laki-laki kecil itu menggandeng tangan Gladys terus-menerus sampai dirinya menemukan rak berisi coklat dan permen kesukaannya. Gladys tak pernah tau jika Zio bisa sedekat ini dengannya, "Miss, Zio mau coklat!"
Zio sedikit berjinjit saat tangannya ingin mengambil coklat yang berukuran besar. Tangan mungil itu tak sampai. Dan Gladys lah yang membantu untuk mengambil coklat yang ada di rak tersebut, "Izin dulu sama Om kamu," perintah Gladys pada Zio.
Bagi Gladys. Coklat yang dipegang Zio saat ini harganya terlalu mahal dibanding merek lainnya. Dia tak enak dengan Aidan karena Aidan yang membayarnya. Takut jika dia dituduh memprovokatori Zio untuk membeli barang-barang mahal saat dengannya.
"Nggak papa. Kata Om, Zio suluh pilih sendili telus dimasukin ke kelanjang. Belalti kan boleh beli banyak-banyak," sahut Zio seraya memasukkan coklat keinginannya yang ada di tangannya saat ini ke dalam troli yang ada di sampingnya.
Karena Zio bersikukuh ingin coklat tadi, akhirnya Gladys sendiri yang mengalah. Ya, mau bagaimana lagi? Itu juga keinginan Zio, "Ya udah," sahutnya pelan.
"Zio mau coklat, telus jeli, telus mau pelmen," celoteh Zio yang kini mulai berjalan mendekati rak berisi jeli dan permen. Saat Gladys mendengar celotehan tersebut, Gladys spontan mengejar Zio karena anak kecil itu mengambil permen sampai hampir memenuhi troli.
Sembari berjinjit sedikit, laki-laki kecil itu mengambil 20 bungkus jeli dan 30 bungkus permen yang sudah tertata rapi di dalam rak. Sontak saja kedua bola mata Gladys membulat melihat itu semua. Masalahnya, laki-laki kecil itu tak henti-hentinya memenuhi troli dengan tangan mungilnya yang berisi makanan kesukaannya.
"Eh ... Eh ... Ini banyak banget jangan dimasukkan semua," seru Gladys memperingati Zio untuk tidak mengambilnya lagi.
Dahi Zio berkerut saat tangannya ditahan oleh Gladys. Bibir mungil dari anak laki-laki itu mengerucut karena dilarang oleh Gladys. Padahal tangannya sudah siap memasukkan puluhan permen ke keranjangnya, "Kenapa?" tanyanya polos.
"Nanti uangnya habis. Kan jajan Zio udah cukup satu atau dua aja. Semuanya mau diapakan? Coklatnya yang murah aja ya? Miss Gladys bantu pilihin, sayang banget duitnya nanti Om kamu duitnya kurang di kasir," jawab Gladys menjelaskan ke arah Zio. Ya, meskipun anak laki-laki itu tak paham dengan kalimat Gladys.
Biasanya, entah diantar siapa saja. Zio tak pernah mendapatkan larangan seperti ini. Dia terbiasa mengambil apa saja yang dia suka saat berada di super market. Atau mungkin karena Gladys dan Zio saat ini berada di situasi yang berbeda. Zio sangat berkecukupan sedangkan dirinya saat ini harus banyak menyongsong kehidupan yang jauh lebih pahit mulai dari finansial sampai percintaannya sekaligus.
"Tapi Zio mau semuanya," pinta Zio.
"Jangan deh, Miss coba carikan yang murah tapi enak ya?" sahut Gladys yang mencoba untuk mengembalikan makanan yang telah Zio masukkan ke dalam troli. Namun begitu, satu tangan kekar menahan tangannya untuk tidak memindahkan makanan yang telah Zio masukkan ke dalam troli.
"Biar Zio sendiri yang milih kesukaannya," seru Aidan.
Gladys terlonjak karena Aidan tiba-tiba memegang tangannya. Ia menatap Aidan tanpa berkedip. Entah, saat Aidan memegang tangan itu jantungnya bergemuruh hanya sesaat. Setelah itu kembali normal lagi saat tangan itu terlepas. Padahal saat ini, posisinya Gladys masih berstatus sebagai kekasih Arga. Wajar kah jika jantungnya tiba-tiba berdegup tak beraturan saat ada di hadapan Aidan?
"Tapi-"
Aidan menggeleng, "Nggak papa. Zio memang saya suruh untuk beli apa yang dia suka," jawabnya kemudian.
Gladys mengangguk patuh. Ya, yang seharusnya berhak melarang Zio memang Aidan. Bukan dirinya. Lantas, sorot mata bening miliknya itu menatap sekilas Selena, perempuan cantik yang saat ini berdiri di samping Aidan.
"Aku beli selada dulu ya? Mau ikut?" tanya Selena mengarah ke Aidan.
Aidan menggeleng sembari tersenyum. Entah, hubungan mereka saat ini sedekat apa. Apa karena telah mendapatkan lampu hijau dari orang tua masing-masing, mereka semakin dekat dibanding dulu, "Saya tunggu sini aja sama Zio," jawab Aidan.
Terkadang, pikiran Gladys kemana-mana. Dia sempat berpikir, ada keperluan apa Selena dan Aidan di apartemen ini? Ah, mengapa sejauh itu berpikir? Itu bukan urusan Gladys. Bahkan masalah itu seharusnya tak terlalu dipikirkan oleh Gladys. Bukan hak kewajiban Gladys juga.
"Nggak papa kata Om Aidan, Miss! Zio boleh ambil semuanya," seru anak laki-laki itu sembari menarik ujung baju Gladys untuk membuyarkan lamunan Gladys.
"Om Aidan, Zio mau beli lobot. Ada lobot balu disana," pinta Zio yang ingin mengajak Gladys dan Aidan untuk mengikutinya. Tangan Zio sudah bersiap menggandeng tangan keduanya. Bak anak Aidan sendiri, dia seperti Papa muda yang ditodong anaknya untuk membeli mainan kesukaan.
Aidan mengangguk, "Beli aja."
Tapi tidak dengan Gladys. Dia sepertinya sudah tak ada kepentingan di super market. Baginya Aidan dan perempuan cantik itu sudah lebih dari cukup untuk menemani Zio berbelanja. Dia bisa pulang lebih cepat untuk mengistirahatkan tubuhnya karena fisik dan pikirannya sedari tadi sangat lelah.
Saat Gladys menggerakkan kakinya untuk melangkah, Zio menahan tangannya, "Miss Gladys mau kemana?" tanya anak kecil itu.
"Mau pulang," jawabnya lembut.
Bibir Zio langsung mengerucut. Kepalanya menggeleng pelan seolah-olah tak mengizinkan Gladys untuk pergi dari sampingnya, "Tapi Zio mau beli lobot sama Miss Gladys," sahutnya memohon.
Tak ada jawaban dari Gladys. Perempuan itu saling beradu pandang dengan Aidan yang juga ada di hadapannya saat ini. Napas Zio terlihat sesak saat bibirnya hampir bergetar. Seperti menahan tangis yang tak kunjung tercurahkan. Gladys sampai tak tega saat melihat bibir laki-laki kecil itu maju lima centi, "Miss Gladys," ucapnya dengan perlahan menangis memeluk paha Aidan.
Gladys akhirnya berjongkok mensejajarkan tingginya dengan tinggi Zio. Tangannya perlahan mengambil tangan mungil itu dan menggenggamnya, "Iya, Miss Gladys enggak pergi. Miss Gladys mau beli robot sama Zio," serunya mengabulkan permintaan Zio.
Zio tampak manja. Dirinya mengisyaratkan Gladys untuk menggendongnya. Kedua tangan mungil itu terulur ke arah Gladys. Saat Gladys ingin menggendong pria kecil itu, Aidan lebih dulu berjongkok dan menerima uluran tangan itu untuk menggantikan Gladys menggendong Zio.
"Om Aidan aja yang gendong," seru Aidan.
"Tapi nanti Miss Gladys pulang," sahut Zio cemberut. Takut jika Gladys pulang meninggalkannya.
Gladys menggeleng seraya terkekeh. Dia mengizinkan Aidan untuk menggendong anak itu. Sedangkan dirinya memilih untuk mendorong troli belanjaan yang ada di hadapannya, "Nggak pulang. Kan masih ada disini bareng Zio," jawabnya.
Ah, pemandangan itu terlihat bak orang tua yang tengah menenangkan anak kecilnya yang tengah merajuk. Gladys sebagai Ibu sedangkan Aidan sebagai ayahnya. Tapi sayangnya tidak seperti itu kenyataannya. Mereka saja bisa dihitung jari baru mengenal satu sama lain.
"Ultlamen!"
"Spidelmen!"
"Ailon Men!"
"Ye ... Ye ... Ye ... Pelmen," sorak Zio yang membuat gelak tawa Gladys mencuat. Sedangkan Aidan hanya tersenyum sembari mendaratkan bibirnya ke arah pucuk kepala Zio.
Sembari berjalan mencari beberapa makanan yang ditunjuk Zio. Gladys membantu merapikan isi troli. Sempat juga beberapa kali, Aidan memasukkan mie instan dan kebutuhan rumah tangga. Entah, itu untuk siapa. Barangkali untuk keluarga Aidan juga Gladys tak tahu. Gladys sampai lupa dirinya membutuhkan minuman. Dia terlalu fokus pada kebutuhan Zio.
"Udah semua kan?" tanya Aidan pada Gladys dan Zio.
"Udah," jawab Zio.
"Ya udah ayo ke kasir. Kamu dari tadi nggak beli sesuatu? Ambil aja! Notanya dijadikan satu," perintah Aidan pada Gladys.
Ya sebagai orang yang sedikit asing. Gladys juga merasa tak enak saat Aidan menawarinya. Sungguh, bukan apa-apa. Takut merepotkan jika harus memikirkan keinginannya untuk dibayar orang lain. Lebih baik tidak, "Nggak Pak, kebetulan udah ada di Kosan," jawabnya bohong.
Saat Gladys mendorong troli tersebut ke arah kasir. Selena datang menghampiri Aidan sembari membawa beberapa buah-buahan segar yang ia beli. Sepertinya dia juga ingin membayar belanjaan itu, "Selena?" panggil Aidan.
"Beli apa?" tanya Aidan lagi.
Sudut bibir perempuan cantik tertarik lebar, "Beli buah-buahan buat Bu Ayana sama Dokter Jefri. Terus ini kebetulan tadi di samping rak buah ada es krim, nanti buat Zio ya? Eum ... Aku juga beli nugget ini buat kamu. Kata Bu Ayana kamu suka nugget merek ini," jawab Selena.
"Ini saja belanjanya Bu?" tanya petugas kasir yang ada di depan Gladys.
Gladys tak menjawab pertanyaan itu secara langsung karena itu bukan barang-barangnya. Dia menoleh ke arah Aidan untuk meminta jawaban, "Jadi satu aja, Mbak sama ini," jawab Aidan yang mengisyaratkan petugas kasir untuk menghitung belanjaan milik Selena juga.
Selena menahan tangan Aidan. Kepalanya menggeleng. Ia juga tak mau merepotkan Aidan dan harus membiarkan Aidan membayar belanjaannya, "Ini aku yang bayar. Kan aku yang belanja," jawabnya.
"Itu aja Mbak! Yang ini di nota yang lain," seru Selena ikut menimpali ke arah petugas kasir itu sembari menunjuk barang belanjaannya.
"Totalnya berapa?" tanya Aidan.
Saat petugas kasir itu selesai melakukan scan barcode, petugas kasir tersebut memberitahu Aidan jumlah nominal yang harus dibayarkan, "Totalnya 667.000," serunya.
Aidan menganggukkan kepalanya. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan untuk diberikan ke arah kasir tersebut, "Kembalinya jadi-"
"Nggak usah. Buat kamu aja," sahutnya cepat.
Sontak saja sorot mata petugas kasir itu berbinar. Bibirnya mengulum senyum lebar sembari mengangguk-anggukan kepalanya tanda terima kasih, "Bener Pak? Tapi ini lumayan banyak," seru petugas kasir tersebut.
"Nggak papa," seru Aidan lagi.
Tangan petugas kasir tersebut menyerahkan struk belanjaan ke arah Aidan sembari menundukkan kepalanya lagi sebagai ucapan terima kasih ke sekian kalinya, "Terima kasih banyak ya Pak?" serunya.
"Iya sama-sama."
Usia berbelanja di super market apartemen lantai dasar, Selena berjalan beriringan dengan langkah Aidan. Sesekali mereka bertukar pertanyaan dalam langkahnya. Sedangkan Gladys lebih dulu membalap langkah mereka karena Zio menarik tangannya terus-menerus, "Aku antar sampai parkiran ya?" tanya Selena pada Aidan.
"Nggak usah. Kamu masuk aja ke dalam," jawab Aidan yang menolak tawaran dari Selena.
Perempuan cantik itu menurut. Ia mengangguk-anggukan kepalanya sembari melambaikan tangannya ke arah Aidan saat Aidan beranjak meninggalkannya. Perempuan itu lama kelamaan sangat berharap bisa singgah di hati Aidan. Tapi sayangnya, Aidan belum bisa membuka hatitpnya, "Makasih ya, Dan!"
"Sama-sama," jawab Aidan.
Sembari membawa Tote bag belanjaan, Aidan melihat sosok keponakannya yang menggandeng erat tangan Gladys. Ia sedikit heran, keponakannya itu bisa sedekat nadi dengan guru les private-nya. Padahal, mereka baru mengenal beberapa hari saja. Seulas senyum yang terukir, merekah di bibir Aidan tanpa aba-aba.
"Miss Gladys, ayo!" teriak Zio pada Gladys.
"Miss Gladys kan juga mau pulang. Kita pisah disini ya? Besok ketemu di rumah," seru Gladys saat Zio mengajaknya masuk ke dalam mobil Aidan.
Zio menggeleng. Kedua tangannya memeluk erat tubuh Gladys seakan-akan tak mau berpisah dengan perempuan itu. Binar mata terangnya mengisyaratkan pamannya untuk menyetujui bahwa Zio ingin pulang bersama Gladys.
"Kamu rumahnya mana?" tanya Aidan yang mengerti isyarat dari keponakannya.
Gladys tahu, Aidan berniat ingin mengantarnya. Tapi sepertinya terlalu merepotkan jika Gladys ikut dengan mereka. Tak apa. Lagi pula masih banyak kendaraan umum yang melewati apartemen ini. Jadi Gladys masih bisa mengaksesnya, "Nggak usah Pak, saya tinggal didekat sini," jawabnya.
"Nggak papa, saya antar!" tawarannya mencuat dari bibir Aidan.
Zio bersorak. Tangannya lagi-lagi menggandeng tangan Gladys untuk kesekian kalinya. Bahkan Aidan saja bingung, Zio tak sedekat ini dengan Selena. Padahal Selena sering bertemu Zio dibanding dengan guru barunya. Tapi yang bisa menebus dinding hati kecil anak laki-laki itu adalah Gladys, "Ayo!" pinta Zio.
"Miss Gladys kok duduk di belakang?" tanya Zio pada Gladys.
Mendengar kalimat dari Zio, Gladys dan Aidan sempat beradu pandang beberapa detik. Mereka bingung menjawab apa. Untuk duduk di bangku depan pun Gladys sepertinya tak mau karena takut menggangu Aidan yang baru saja ia kenal beberapa hari yang lalu. Maksudnya, tak lazim jika Gladys lancang duduk di depan tanpa izin dari pemilik mobil.
Zio perlahan menyusul Gladys duduk di belakang. Sedangkan Aidan masih mematung di tempat, belum masuk ke kursi pengemudinya karena keponakannya tiba-tiba tak mau duduk di sebelahnya,. "Miss Gladys, Zio mau duduk di belakang juga," seru Zio pada Gladys.
"Kamu di depan aja. Nanti masuk angin," perintah Aidan pada keponakannya itu. Tapi kalimat Aidan langsung disahut Zio dengan gelengan kepala.
"Tapi Zio mau sama Miss Gladys," jawabnya sembari memanyunkan bibirnya.
Kenapa jadi luluh banget sama orang lain? Batin Aidan.
"Iya. Miss Gladys juga duduk di depan. Nanti Mama kamu marah sama Om Aidan kalau kamu duduk di belakang," jawab Aidan seraya mencoba untuk memindahkan Zio duduk di belakang seraya netranya mengisyaratkan Gladys ikut pindah juga.
Dreett ... Drett ... Drett ...
Ponsel Aidan tiba-tiba bergetar saat ia menggendong Zio. Langkahnya lantas terhenti seketika sebelum ia memindahkan Zio ke bangku depan untuk Gladys pangku.
Ternyata Aviola yang menghubunginya. Aidan yakin kembarannya itu pasti mencari anaknya yang tak kunjung pulang, "Habis ini pulang," jawab Aidan saat ia mendekatkan ponselnya di samping telinganya.
Bersambung ....
Kalau part satunya udah selesai malam ini aku update lagi. Dah ya byee ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top