Part 7 - Toxic Relationshit

Arga mendekatkan tubuhnya untuk mengamati wajah Gladys lebih intens sampai Gladys lagi-lagi mendorongnya untuk menjauh, "Nggak Ga, kita udah sama-sama dewasa. Kita tau resikonya kalau melakukan hal itu. Kamu yang bener aja. Gimana perasaan Mama kalau tahu aku melakukan hal itu sama kamu?" bentak Gladys dengan degup jantung yang berpacu kian tak normal.

Tubuh Gladys bergetar. Napasnya terengah-engah. Kepalanya menggeleng seraya membiarkan Arga tak mendekat ke arahnya lagi. Arga tetaplah Arga. Dia merasa Gladys adalah miliknya. Pikirannya sedari tadi dipenuhi laki-laki lain yang ditakutkan menelusup di hati Gladys. Arga tak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia ingin dialah yang menjadi laki-laki satu-satunya yang Gladys miliki.

"Sayang, aku udah bilang ribuan kali ke kamu, kalau 6 bulan lagi kita menikah. Apa salahnya? Toh, melakukannya atau nggak, nggak jadi jaminan kamu hamil sebelum menikah. Belum tentu hamil kan? Kalau bukan dengan cara itu, pakai cara apa hubungan kita terikat? Tolonglah, kamu dewasa sedikit. Jangan apa-apa dijadikan hal yang tabu," ungkap Arga memberi alasan pada Gladys.

Gladys bungkam. Dia sama sekali tak beranjak dari tempatnya.

Sampai Arga meredakan pendapatnya lagi di hadapan Gladys, "Oke ... Oke ... Aku minta maaf, mungkin kamu belum terbiasa dengan situasi seperti ini. Atau mungkin aku yang terlalu memaksa kehendak tadi karena terpengaruh lingkungan. Aku minta maaf, Dis!" serunya dengan enteng. Tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Tapi kamu harus ingat, aku seperti ini karena mencintaimu. Sangat. Maaf, kalau aku bikin kamu takut tadi. Ya? Besok mau aku antar ke makam Papa kamu?" tanya Arga pada Gladys.

Arga sengaja mengalihkan pembicaraan agar Gladys melupakan permasalahan tadi. Dia juga menawarkan bantuan untuk mengantar Gladys berkunjung ke makam Papanya. Meskipun makam Papa Gladys sedikit jauh dari Jakarta. Tapi setidaknya, dengan cara itu Arga bisa menghalangi Gladys untuk tidak bekerja lagi sebagai guru private. Tau kan alasannya? Meskipun tak tersirat oleh mulut Arga.

"Aku mau pulang," Gladys tanpa aba-aba mengambil Sling bag yang ia letakkan di pinggir sofa apartemen itu. Dia tak memindai sorot matanya ke arah Arga sedikitpun. Raut wajahnya masih terlihat marah pada kekasihnya. Diam adalah satu-satunya cara untuk dia mengekspresikan amarahnya ke arah Arga. 

Namun Arga dengan cepat mencekal tangan Gladys yang ingin beranjak dari tempatnya. Dia menahan Gladys sampai Gladys menatapnya dengan tatapan tajam, "Hujan. Lihat aja di luar hujan deras. Kamu mau basah kuyup? Kita kesini naik motor bukan mobil," seru Arga.

Gladys masih tak menanggapi kalimat dari Arga. Dia terus berusaha melepaskan genggaman tangan itu, "Mau hujan batu mau hujan meteor aku nggak peduli. Aku mau pulang," tegas Gladys pada Arga.

Arga mengunci tangan Gladys agar tangan itu tak bergerak sedikitpun. Ia menghela napas panjangnya karena meladeni Gladys yang tak mau menuruti apa yang dia perintahkan. Ingin melampiaskan amarahnya tapi masih bisa ia tahan saat ini, "Aku bilang hujan di luar. Kamu keras kepala banget. Aku larang kamu pulang karena takut kamu kehujanan. Kalau kamu sakit, siapa yang khawatir? Aku Dis! Pacar kamu yang khawatir," ungkap Arga menegaskan kalimatnya ke arah Gladys.

"Aku tetep mau pulang. Lepas!" Gladys masih berusaha untuk tetap melepaskan genggaman tangan Arga yang ada di pergelangan tangannya. Gladys marah. Benar-benar masih marah pada Arga. Mungkin perdebatan ini jika dihitung selama mereka pacaran memang sangat sering terulang. Bodohnya, Gladys masih terus memaafkan laki-laki brengsek itu sampai sekarang.

"Kamu mau sakit? Dis, kamu hargai dong kekhawatiranku. Aku minta kamu stay disini dulu. Apa susahnya? Jangan kemana-mana. Aku nggak bakalan macem-macem. Aku juga tahu batasan, Dis! Ya aku minta maaf kalau tadi aku bikin kamu takut. Aku nggak bermaksud—"

Ucapan Arga terhenti saat dia menghela napasnya. Tangannya mengusap wajahnya kasar karena tak bisa melampiaskan amarahnya saat ini, "Kita udah pacaran lama. Aku tahu sikap kamu. Putus nyambung putus nyambung udah jadi makanan kita. Kamu juga tahu sikapku. Tolong mengerti! Aku seperti ini demi kamu," ungkapnya.

Entah, Gladys saat ini tak mau mendengar apapun dari mulut Arga. Sebenarnya ia lelah dengan Arga tapi kenapa dia tak bisa lepas dari laki-laki itu? Selama hampir lima tahun, putus nyambung tapi tetap bersama. Dan sampai saat ini hubungannya seperti yang terlihat ini. Kadang lelah, tapi Gladys masih terkadang membutuhkan cinta laki-laki itu.

Saat Gladys menghela napasnya, ponselnya tiba-tiba berdering menandakan sebuah pesan masuk. Gladys sontak merogoh ponsel itu tanpa menghiraukan Arga. Dia ingin memastikan siapa yang tengah menghubunginya.

(5 pesan belum dibaca)

Namun Arga yang tak mau diabaikan Gladys, ia lantas menanyakan siapa orang yang mengirim pesan ke ponsel Gladys, "Siapa?"

"Bukan siapa-siapa," sahut Gladys pada Arga seraya menyembunyikan ponselnya padahal dia juga sebenarnya belum membuka pesan itu dari siapa karena Arga sudah lebih dulu membuatnya tak nyaman bertanya dan terus mendesaknya.

"Siapa?" tanya Arga mengulangi.

Gladys akhirnya mengalah dan membuka pesan itu. Dia sontak mengerutkan dahinya  ketika memperhatikan pesan masuk yang dikirim oleh Aidan. Sungguh, dia juga tak mengerti mengapa Aidan tanpa aba-aba mengirim pesan padanya.

Pak Aidan
🦉🐬🐇🐳🐀🐪🐟🐌🦀🐥🐤🐉🐢🦁🐵🐱🦛🦛🐼🦄🐴🐴🦓🐗💓💓💓🦓🐶🦓🦛🦛🦓🦛🦓🦛🐗🐌🐟🐟

Tapi sungguh, Gladys sedikit lama memperhatikan pesan itu. Karena pesan itu aneh. Hanya berisikan beberapa emoticon hewan dan tanpa adanya teks apapun. Sungguh, ada-ada saja.

"Omnya Zio," jawab Gladys cepat usai melihat siapa yang tengah mengirim pesan padanya.

Hati Arga langsung tak enak. Apalagi beberapa saat yang lalu, ia baru saja adu pendapat dengan Gladys tentang keluarga Zio yang diceritakan Gladys. Tak ada yang membuat Arga tertarik dari cerita itu. Justru Arga sangat membenci keluarga itu lama-kelamaan karena Gladys dianggap olehnya lebih mendewakan keluarga itu dibanding dirinya yang berstatus sebagai kekasih, "Zio murid kamu?" tanya Arga.

Belum dijawab oleh Gladys, Arga sudah merebut ponsel itu dari tangan Gladys, "Mana hp kamu?"

Tangan Gladys masih menahan ponselnya agar Arga tak terlalu salah paham. Sungguh, belum ada semenit mereka adu pendapat masalah lain. Ada saja masalah baru yang membuatnya semakin memperkeruh suasana, "Mau ngapain?" tanya Gladys pada Arga yang masih berusaha untuk merebut ponsel milik Gladys.

"Mana?" tanya Arga.

"Mau ngapain sih? Ini cuma pesan biasa. Gak ada yang perlu dicurigai," sahut Gladys.

Arga membuang muka. Dia lagi-lagi menghela napas panjangnya karena tak berhasil merebut ponsel itu, "Aku cuma nggak mau kamu terlalu berlebihan berhubungan dengan laki-laki lain. Ini buktinya nggak ada angin nggak ada hujan laki-laki itu kirim pesan seenaknya ke pacar orang. Kita mau menikah, nggak pantas kamu—"

Kalimat Arga sontak dipotong oleh Gladys sebelum kalimat itu diucapkan secara lengkap, "Aku nggak pernah berhubungan dengan laki-laki lain. Kamu yang terlalu banyak cemburu sama hal-hal kecil," bentak Gladys dengan nada yang sedikit tinggi karena dia lelah terus saja dipojokkan dengan masalah sepele seperti ini.

Tangan Arga menunjuk-nunjuk ponsel milik Gladys yang baru saja mendapatkan kiriman pesan singkat dari Aidan. Wajah Arga merah menyemburkan amarahnya karena Gladys terkesan mempermainkan hubungannya, "Ini buktinya apa? Laki-laki itu kirim pesan ke kamu. Berarti dia juga ada maksud sama kamu. Sadar! Kamu udah punya pasangan," tegas Arga.

"Aku sama dia nggak kenal. Nggak ada hubungan apa-apa. Baru kenal juga karena kerjaanku di rumahnya. Apa yang salah? Kamu bawaannya curiga mulu," sahut Gladys lagi.

"Laki-laki brengsek! ANJING!" Arga mengumpat sejadi-jadinya di depan Gladys karena merasa Gladys membela laki-laki yang sama sekali tak ia kenal. Dia tak terima jika nantinya Gladys masih berhubungan dengan keluarga murid les private-nya. Dia tak peduli murid itu bodoh atau pintar jika belajar dengan Gladys. Yang dia pedulikan, hanyalah bagaimana caranya Gladys tak bekerja disana lagi.

"Kamu nggak sepatutnya mengumpat ke orang yang belum tentu buruk di mata kamu," seru Gladys dengan mata yang menatap tajam ke arah kekasihnya.

Arga meludah ke samping saat mendengar pembelaan dari Gladys. Dia mengumpat lagi dalam ucapannya. Pelan hampir tak terdengar oleh Gladys, "Kamu bela dia? Hebat kamu Dis, baru ngajar les private sehari aja udah terhasut laki-laki brengsek itu," sahutnya.

"Kamu yang lama-lama brengsek! Dia nggak salah apa-apa udah kamu fitnah sembarangan," ucap Gladys lagi yang membuat Arga semakin murka dan tanpa sadar menampar pipinya.

Plakk!!

Satu tamparan itu membuat pipi Gladys sedikit memar. Arga memang tak sengaja. Tapi meskipun tak sengaja laki-laki itu sudah berani main tangan dengannya. Gladys tak pernah mengira hubungan percintaannya seperti ini. Dia sudah berharap Arga berubah tapi ternyata merubah kharakter seseorang itu tak akan pernah bisa.

Gladys sudah membela mati-matian di hadapan Ibunya, bahwa Arga adalah sosok laki-laki yang akan menjadi suaminya nanti meskipun dulu ibunya sempat menolak. Tapi ternyata akhir-akhir ini, sikap temperamental Arga membuat Gladys ada di jurang kehancuran, "Keterlaluan," ucap Gladys pelan seraya memegangi pipinya.

Meninggalkan Arga di apartemen sendirian memang cara yang benar. Gladys melangkahkan kakinya keluar dari kamar apartemen itu. Tak peduli Arga mengejarnya. Dia lelah. Dia kecewa dengan laki-laki yang sudah ia bela mati-matian itu. Tamparan dan bentakan dari Arga tadi membuat Gladys ingin berteriak di hadapan Papanya. Mengadu ke Papanya meskipun saat ini jarak dan alam memisahkannya dengan Papanya.

"Gladys, Kamu mau kemana?" panggil Arga yang terus mengejar Gladys.

"Pa, Gladys capek. Gladys pengen ketemu Papa. Gladys capek, Pa! Gladys kangen Papa," teriaknya dalam hati saat dirinya bersembunyi di balik dinding agar dirinya bisa mengelabui Arga dan Arga tak mengejarnya lagi.

"Arga keterlaluan, Pa!" ungkapnya seolah-olah mengadu pada Papanya bahwa dirinya kecewa dengan kekasihnya.

Tak sanggup. Gladys sebenarnya masih belum siap kehilangan laki-laki paruh baya yang pernah menjadikannya sebagai ratu di rumah. Sakit bukan? Ketika anak perempuan terakhir yang dijadikan Ratu di hidup laki-laki paruh baya yang sangat dicintai, ternyata Tuhan lebih menyayangi laki-laki paruh baya itu dan memanggilnya.

Itu yang menjadi alasan Gladys menjalin hubungan dengan Arga. Karena waktu itu, saat dirinya terpuruk karena ditinggalkan seorang ayah, Arga datang dan menghangatkan hidupnya kembali. Tapi entah, semakin bertambahnya usia hubungan mereka, Arga memperlihatkan sisi lain dari kepribadiannya. Kasar, manipulatif, dan sering mengekang Gladys jika Gladys tak mau melakukan apa yang dia senangi.

Saat dirasa Arga tak mengejarnya lagi. Gladys berjalan turun dari lift dan menekan tombol lantai paling dasar. Dia berniat membeli minuman di supermarket yang ada di lantai dasar apartemen. Berharap Arga tak ada disana. Karena sedari tadi ia sangat haus. Terlebih energinya terkuras karena berdebat dengan Arga, "Ngapain sih kirim emoticon banyak banget. Nggak jelas ini orang," gerutu Gladys saat netranya membaca ulang pesan yang dikirimkan Aidan.

Saat Gladys turun dari lift itu, langkahnya masih berlanjut menuju supermarket itu. Entah nanti dia pulang naik apa. Karena tadinya dia berangkat bersama Arga. Tak apa. Taksi online juga banyak. Tak perlu menggantungkan laki-laki itu lagi untuk pulang.

"Miss Gladys? Miss! Zio disini," teriak anak kecil ke arah Gladys. Gladys sontak menoleh ke sumber suara untuk memastikan apakah benar dia dipanggil oleh anak kecil.

"Miss Gladys!" panggil anak itu lagi.

Kok bisa? Gladys melihat Zio berjalan ke arahnya. Bukan, lebih tepatnya ke arah super market yang ada di apartemen itu. Tapi yang membuat Gladys membulatkan matanya, Zio bukan sendirian. Melainkan bersama laki-laki dan perempuan dewasa yang mengikutinya dari belakang.

Ya, Aidan dan Selena.

"Miss Gladys tunggu Zio, ayo baleng-baleng!" teriak Zio lagi saat tangan Gladys lebih dulu memegang gagang pintu super market itu. Sedang apa mereka disini? Kenapa ada disini juga?

Bersambung ....
🐟🐟🐟

Yey, update harusnya kemarin tapi karena kemarin aku lagi perjalanan jauh dan belum sempet revisi jadi ya update hari ini. Besok lagi mau gak? Yuk komen dan vote. Yang mau komen aja kalo banyak aku daily update nih besok wkwkwkw.

Yuk siapa yang penasaran Aidan sama Selena kenapa sama-sama bareng Zio di apartemen wkwkw hayo ngapain wkwkwkwm

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top