Part 6 - Arga Posesif

Gladys memilih untuk menemui kekasihnya. Sebenarnya ia tak enak dengan sahabatnya sendiri, karena mau bagaimana pun juga Dita yang lebih dulu memiliki janji dengannya. Selalu saja tak bisa memilih di antara keduanya. Selalu mementingkan Arga dibanding segalanya. Dengan alasan, Arga adalah satu-satunya laki-laki yang mampu menggantikan cinta Papanya yang tlah tiada. Ya, Gladys sampai dijuluki Ratu bucin oleh Dita sendiri. Karena semenjak Papanya meninggal, gadis itu selalu bergantung pada Arga dan hanya Arga saja, sampai lupa waktu. Dia ingin merasakan diperhatikan laki-laki selain Papanya.

Padahal, Mama Gladys pernah tak menyetujui hubungan Gladys dengan Arga. Entah alasannya apa. Tapi Gladys tetap memohon pada Mamanya untuk tetap mengizinkannya menjalin hubungan dengan kekasihnya itu. Kini, Gladys dan Arga ada di sebuah kafe kecil yang biasanya mereka gunakan untuk singgah dan makan bersama, "Jadi kamu udah mulai kerja sekarang?" tanya Arga yang seolah-olah menginterogasi Gladys. Apapun yang Gladys lakukan, dia akan menceritakan masalahnya pada kekasihnya, termasuk mendapatkan pekerjaan baru saat ini menjadi guru private anak PAUD.

Gladys mengangguk antusias, karena memorinya berputar tentang kebaikan keluarga Zio yang memberinya pembayaran uang les private. Ya, ketika dirinya senang, dirinya akan berbagi kesenangannya itu pada kekasihnya, "Udah. Dan kamu tau nggak? Tadi keluarganya murid yang aku ajar baik banget. Aku dikasih gaji double. Jadi kan, aku bisa kirim uang buat Mama. Bisa traktir Dita juga. Padahal baru awal mengajar," ucapnya memberitahu Arga.

"Kok bisa double?" tanya Arga dengan dahi yang berkerut.

Kedua bahu Gladys terangkat. Dia sendiripun juga tak tahu sebabnya kenapa ada orang sebaik keluarga Zio. Padahal, mungkin saja banyak orang di luar sana pasti akan meminta uang itu dikembalikan jika pembayarannya double tak sengaja, "Ya, awalnya Omnya Zio yang kasih pembayaran di muka. Ternyata pas aku sampai kos, orang tuanya juga kasih pembayaran juga. Waktu aku mau kembalikan uang yang double itu ke Omnya Zio, Omnya nolak katanya buat aku aja uangnya," tutur Gladys.

"Omnya masih muda?" Arga terlihat mulai posesif dengan kekasihnya. Saat Gladys menceritakan pekerjaannya yang baru, ia sempat merasa takut cemburu. Padahal, Gladys hanya bercerita sewajarnya saja.

"Lebih tua dari kita," jawab Gladys.

Bibir Arga tampak tersenyum miring. Meskipun telah mendapatkan jawaban dari Gladys, ia tetap masih merasa tak nyaman dengan cerita itu, "Seumuran Papa?" tanyanya lagi pada Gladys untuk memastikan. Takut jika Gladys jatuh di pelukan laki-laki selain dirinya.

"Ya nggak lah, kayaknya cuma selisih tiga atau empat tahun dari kita," seru Gladys menerka-nerka umur Aidan. Dari segi wajah, Aidan bahkan tak terlihat tua. Hanya saja, dandanan Aidan selalu terlihat formal dibanding dengan Azka adiknya. Gladys bahkan sempat mengira usia Aidan dan Azka hampir seumuran. Tak jauh beda usianya. Meskipun sebenarnya, Aidan lah yang lebih tua dibanding usia Azka.

"Udah nikah?" Arga berusaha keras mengulik sosok yang diceritakan oleh kekasihnya. Ya, terlihat sekali bahwa laki-laki itu tipe pencemburu. Sedangkan Gladys adalah tipe perempuan bucin. Tak puas mendapatkan jawaban dari Gladys, Arga ingin terus menguliknya.

Dan Gladys menggeleng menjawab pertanyaan Arga lagi, "Belum kayaknya soalnya waktu aku ngajar Zio di rumah neneknya, disana ada dua Omnya Zio yang kayaknya belum menikah. Umurnya nggak jauh dari kita. Omnya yang satu itu yang kasih bonus double ke aku, yang satunya lagi juga agak muda kok, dan mereka terlihat baik semua. Ramah juga," jawab Gladys.

Tatapan Arga terlihat kecut. Laki-laki tipe pencemburu seperti ini memang harus diwaspadai. Terkadang sosok perempuan sudah menceritakan apapun yang ada dalam dirinya secara jujur, tapi tetap saja ada hal kecil yang ia cemburui. Dan Gladys tak sadar laki-laki seperti ini cukup bahaya ke-posesifan-nya. Sikap Arga telah tertutup rasa cintanya. Ya, Gladys tak akan bisa jauh dari Arga, karena Arga adalah sosok laki-laki yang baginya mampu menggantikan almarhum Papanya, "Hati-hati," seru Arga memperingati Gladys.

Galdys yang tak mengerti maksud dari ucapan Arga sontak mengerutkan dahinya, "Hati-hati apa?" tanyanya.

"Ya barangkali kamu digoda sama mereka. Kan kita nggak tau maksud laki-laki di luar sana. Ada yang baik di depan, tapi brengsek di belakang. Kamu harus jaga diri tanpa aku," ucap Arga lagi seakan tak suka Gladys bekerja disana.

Tapi bukan begini caranya. Dia sama saja berburuk sangka pada keluarga murid Gladys. Padahal, bisa dingatkan dengan cara lain tanpa harus menjatuhkan orang lain. Arga memang keterlaluan posesifnya. Dulu Dita juga sempat tak setuju hubungan Gladys dengan Arga karena Dita pernah dicurigai Arga. Tapi Gladys keras kepala sampai sekarang. Masih menganggap Arga adalah sosok satu-satunya yang mencintainya.

"Ya mana ada. Kamu jangan buruk sangka sama mereka, Sayang! Mereka baik dan aku nggak mungkin dapat hal buruk dari mereka. Kan aku ngajar juga cuma sejam dua jam doang. Mereka sibuk sama urusan mereka masing-masing. Lagian, aku nggak percaya sih kalau Omnya Zio masih lajang. Pasti juga udah punya pasangan. Cuma belum memutuskan untuk menikah aja. Jadi kamu nggak perlu cemburu ke mereka," jelasnya pada Arga.

"Laki-laki itu bisa kapan aja tergoda. Bisa aja sering ketemu terus goda kamu," seru Arga lagi.

Gladys menggeleng. Lagi pula dalam hati kecilnya masih terbesit bahwa keluarga Zio sangat baik. Tak mungkin ada niat buruk padanya, "Nggak. Aku bisa jaga diri. Lagian mereka orangnya baik. Mana mungkin sih punya niat jahat, Sayang!" balas Gladys.

"Aku cuma khawatir aja sama kamu," Arga sepertinya terlihat kurang suka dengan yang dibicarakan Gladys. Terlebih lagi, laki-laki itu sangat terganggu jika Gladys menceritakan laki-laki lain yang tak ia kenal. Jika bisa memilih, mungkin Arga akan melarang Gladys untuk tak bekerja disana. Tapi Gladys pasti tak menyetujuinya.

"Nggak. Nggak bakalan kenapa-napa. Mereka orang baik semua," jawab Gladys berusaha meyakinkan kekasihnya.

Saat perdebatan itu reda, kini Arga berniat untuk mengajak Gladys ke tempat yang sudah ia siapkan, "Aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Ya itung-itung biar kamu refreshing. Biar kita nggak debat terus. Sekali-kali aku mau ajak kamu mengistirahatkan otak," ajaknya pada Gladys.

"Kemana?"

Arga tak menjawab saat Gladys bertanya. Dia justru mengisyaratkan Gladys untuk ikut beranjak dengannya. Langkah kecil itu diikuti Gladys keluar dari kafe. Karena Arga saat ini membawa motor, dia memakaikan jaket kulitnya untuk dipakai Gladys sebelum naik ke motornya, "Ayo naik!" serunya pada Gladys.

Gladys masih tak paham kekasihnya itu ingin mengajaknya kemana. Dia mengerutkan dahinya sedari tadi. Rasa penasaran masih menghantuinya, "Mau kemana sih kita? Ganti kafe? Atau kemana? Ke Mall ya?" tanya Gladys dengan melontarkan seribu pertanyaan ke arah Arga. Tapi Sang Empu masih bungkam tak menjawab pertanyaannya.

Gladys akhirnya menuruti apa yang Arga mau. Ia perlahan naik ke atas jok motor milik Arga setelah Arga memakaikan helm di kepalanya. Sepanjang perjalanan, Gladys melingkarkan tangannya di perut kekasihnya sebagai pegangan. Gladys begitu mencintai laki-laki itu. Sangat. Seolah-olah masih sangat membutuhkan cinta dari laki-laki itu karena kepergian ayahnya membuatnya sangat butuh cinta dari sosok laki-laki.

Saat motor Arga masuk ke dalam sebuah parkir apartemen, Gladys mengerutkan kedua alisnya. Dia begitu asing dengan apartemen itu. Sejak kapan kekasihnya tinggal di apartemen? Yang Gladys tahu, Arga tinggal di rumah orang tuanya. Dan kebetulan saat ini orang tua Arga sedang di luar negeri. Lantas, apartemen itu milik siapa? Apa Arga menyewanya?

"Kok? Ini di apartemen, Sayang? Apartemen siapa?" tanya Gladys.

"Apartemen temenku. Dia sekarang lagi di luar negeri. Apartemennya dititipin ke aku. Biar kamu bisa refreshing aja. Di lantai atas ada kolam renang, besok aku ajak kesana," seru Arga memberitahu Gladys dengan santainya.

Jarang-jarang Arga membawanya ke apartemen. Bahkan tak pernah. Karena biasanya mereka berkencan hanya sekedar ke Mall dan makan bersama sewajarnya saja. Baru kali ini Arga membawanya ke tempat ini. Bahkan Gladys tak tahu siapa teman yang katanya meminjamkan apartemen ini.

Arga membantu melepas helm yang dipakai Gladys. Usai helm itu terlepas. Dia kemudian menggandeng tangan Gladys untuk ikut dengannya, "Aku udah pesenin makanan. Kita makan disini dulu juga nggak papa. Sambil ngobrol. By the way, aku udah lama nggak denger cerita tentang Mama kamu," seru Arga sembari melanjutkan langkahnya yang diikuti Gladys.

"Aku pacar kamu, Dis! Aku juga berhak ngerti kehidupanmu. Baik masalah kamu. Juga keluarga kamu. Barangkali aku bisa bantu kamu," ucap Arga mengarah ke Gladys lagi.

Gladys masih bungkam. Dia belum menjawab sepenuhnya apa yang Arga tanyakan. Sedari tadi netranya sibuk mengabsen sekeliling bangunan apartemen. Sampai Arga menunjukkan kamar yang dia tuju, "Ayo masuk!" ajak Arga pada Gladys.

Gladys menurut saja. Dia bahkan heran teman Arga memiliki apartemen semewah ini. Atau mungkin, ini Arga sendiri yang menyewanya? Tapi tadi Arga mengatakan jika ini adalah apartemen milik temannya. Entah ...

"Mama kamu gimana kabarnya?" tanya Arga lagi saat Gladys tak menjawab pertanyaan tadi. Dia sempat mengulangi pertanyaan itu agar Gladys menjawabnya.

"Baik. Tadi aku sempet chat, katanya di rumah ditemani kakak," jawabnya pada Arga.

Gladys memilih duduk di salah satu sofa yang ada di kamar apartemen itu. Sofa merah bernuansa bunga tulip kecil yang tercetak di sudut lengan sofa. Gladys masih heran, ini apartemen milik siapa. Karena apartemen ini benar-benar asing baginya, "Mama kamu masih nggak setuju kamu pacaran sama aku?" tanya Arga pada Gladys sembari dirinya sibuk membuatkan minum untuk Gladys.

"Bukan nggak setuju. Dia cuma butuh pembuktian kamu aja, Ga! Makanya aku selalu bilang ke kamu, sebenernya sampai kapan aku harus nunggu kamu bilang ke Mama kalau kamu mau menikah sama aku? Umur kita udah cukup dewasa untuk menikah, dan kita udah pacaran hampir 5 tahun," seru Gladys pada Arga.

Gladys sempat ingin menyusul Arga ke dapur. Tapi sorot mata Arga mengisyaratkan Gladys untuk tetap di tempatnya. Karena Arga membuat minuman hanya sebentar saja, "Disana aja. Aku sebentar lagi selesai," jawab Arga.

Helaan napas keluar dari bibir Gladys. Hubungannya memang sempat terombang-ambing karena restu dari orang tua Gladys. Juga restu sahabat Gladys. Terkadang juga Arga tak memutuskan secara jelas kapan akan meninggalkan masa lajangnya.

Gladys jadi semakin tak terarah karena ikatan yang belum jelas statusnya akan dibawa kemana di usia yang menginjak tak muda lagi, "Sebelumnya kita sempet nggak direstui Ibu kan? Tapi karena aku yang memohon, dan aku tahu kamu mencintaiku. Aku tahu kamu berusaha menjadi sosok pengganti Papa, aku mantap sama kamu. Aku mencintaimu juga," seru Gladys.

"Sebentar lagi. Tunggu ya? Finansialku belum cukup. Aku janji 6 bulan mendatang aku bakalan bilang ke Mama kamu. Cuma enam bulan, Dis! Kamu sabar dulu," ucap Arga memberikan janji. Ya, ucapan ini sudah Gladys terima sebelumnya. Dan jawaban Arga masih tetap sama. Dia ingin Gladys menunggu pembuktiannya.

"Dis! Aku mencintaimu," ungkap Arga lagi seraya mengambil duduk di sebelah Gladys usai membuatkan minuman untuk Gladys.

Tatapan Arga memberikan arti ke arah Gladys. Gladys yang menatap Arga balik sontak jantungnya berdegup kencang tak karuan. Pasalnya, Arga mendekatkan tubuhnya ke arahnya. Mundur, Gladys menggeser tubuhnya sampai punggungnya membentur lengan sofa. Tapi Arga semakin mendekat. Sesekali tangan Arga mengusap surai hitam milik Gladys sampai tubuh Gladys seakan kaku seketika. Sungguh, ini kali pertamanya jarak mereka sangat dekat sampai seperti ini, "Ka-kamu mau ngapain?" tanya Gladys.

Salah satu tangan Arga bertumpu di lengan sofa. Gladys tak bisa bergerak lagi karena ia sudah dikunci kekasihnya, "Ga, kamu mau ngapain?" tanya Gladys yang mencoba untuk mendorong Arga agar menjauh darinya.

Arga sempat terlihat menghela napas kecilnya saat Gladys berhasil mendorong tubuh Arga, "Nggak, maksudku— aku tadi cuma mau membuktikan kalau aku mencintaimu. Aku khawatir aja. Hubungan kita hambar apalagi sekarang kamu kerja di kelilingi laki-laki yang notabene lebih banyak punya kesempatan dekat sama kamu kan?"

Kepala Gladys menggeleng. Gladys juga perempuan dewasa. Dia tau maksud Arga apa. Tapi kenapa jadi seperti ini? Selama dirinya menjalin hubungan dengan Arga, Arga tak pernah seberani ini, "Tapi kita nggak harus melakukan hal-hal yang nggak seharusnya kita lakukan sebelum menikah kan? Kamu bisa membuktikan cinta kamu dengan cara lain. Bukan cara seperti tadi," seru Gladys dengan raut wajah yang sedikit berubah dari biasanya.

Arga kelimpungan. Dia berusaha menenangkan Gladys dengan cara mengelus rambut milik perempuan itu. Tapi naas, Gladys masih bergeming saat Arga membujuknya, "Sayang, sebenernya hal seperti itu di lingkungan kita udah jadi hal yang wajar. Apalagi usia kita udah sama-sama matang, Aku cuma mau mengekspresikan hubungan kita aja. Aku mau membuktikan sama kamu kalau aku bisa jadi sosok laki-laki yang kamu butuhkan. Aku bisa menjadi sosok laki-laki yang menggantikan Papa kamu," seru Arga.

Gladys masih menggeleng-gelengkan kepalanya, "Nggak, Ga! Mama—"

Ucapan Gladys yang belum selesai itu, dipotong oleh kalimat Arga, "Nggak, Sayang! Aku sama kamu 6 bulan mendatang juga akan menikah. Umur kita sama-sama cukup. Aku juga nggak mungkin hilang tanggung jawab kayak anak remaja labil pada umumnya. Aku pikir sekali dua kali melakukannya masih wajar untuk mengekspresikan hubungan kita. Asalkan kita pakai pengaman semua bakalan baik-baik aja," ungkap Arga menjelaskan ke Gladys.

Arga mengambil dagu Gladys untuk ia gapai. Tatapannya benar-benar mengisyaratkan laki-laki pada umumnya tentang penyaluran kebutuhan biologis. Berkedok cinta, tanggung jawab menjadi sebuah alibi. Bukan Gladys kelewat bodoh, dia bodoh hanya karena salah jalan. Ketika ingin mendapatkan cinta dari seorang laki-laki karena ayahnya telah tiada. Dia malah mendapatkan cinta yang hampir mendekati toxic.

Tak bisa dipungkiri, di kota-kota besar memang banyak sekali terjadi hal semacam ini. Hubungan Gladys dan Arga banyak dialami oleh pasangan dewasa pada umumnya. Mereka mengira, mengekspresikan cinta dengan menyalurkan kebutuhan biologis sebelum menikah tak ada salahnya. Mereka mengira nantinya juga akan bersama karena sebentar lagi menikah.

"Dis, lihat aku! Aku sayang sama kamu. Aku bisa jadi laki-laki pengganti Papa kamu. Aku tahu kamu kehilangan sosok laki-laki yang kamu cintai dalam hidup kamu. Aku bisa menggantikannya untuk melengkapi hidupmu. Usia kita udah bukan usia remaja yang butuh pengakuan cinta. Aku akan menikahimu 6 bulan mendatang," jelas Arga mengarah pada Gladys yang masih menatapnya.

"Singgah di apartemen ini semalam, mau kan? Aku nggak bakalan macam-macam. Bahkan, kalaupun hari ini kamu mau, aku mau ajak kamu ngobrol soal pernikahan kita. Ngobrol apapun yang kamu mau omongin. Aku bisa jadi pendengar yang baik," ungkap Arga lagi. Mendengar kalimat dari Arga, akankah Gladys akan tetap menuruti apa yang Arga tawarkan?

Bersambung ...

Yey, update. Jadi aku udah memutuskan semoga enggak kelewat jadwal kalau Mas Aidan akan update hari Jumat, Senin, dan Rabu. Yey tunggu ya? Bakalan seru dan bikin emosi kalo dakjal ini masuk scene. Kesel banget. Silahkan mengumpat. Aku undur diri, see you bye bye ....

Bisa kali ah ini kalo komen banyak vote banyak follow banyak aku update rutinnn

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top