Part 45 - Minta Izin Mama Ayana

"Papa, titip Mama! Papa ada urusan bentar. Nanti siang Papa yang jaga Mama di ICU. Tolong pagi ini bantu jaga Mama kamu," seru Dokter Jefri pada kedua anaknya, Aidan dan Azka.

"Terus siapa yang jaga Mama, Pa? Azka harus tanda tangan kontrak pembukaan coffee shop Macarolove perwakilan Mama," sahut anak sulungnya.

Dengan raut wajah yang terlihat lelah, Dokter Jefri menatap anak sulungnya untuk memintanya menggantikan menjaga Bu Ayana. Dan Aidan mengangguk seraya menjawab, "Aidan yang jaga Mama."

Usai mengatakan hal itu, Aidan berjalan ke arah pintu ruang ICU tanpa mengatakan sepatah kata apapun pada Sang Papa dan adiknya. Rasa bersalah bercampur bingung masih mengendap dalam hatinya. Tak mampu kehilangan Mamanya pun juga kehilangan sang Kekasih.

Setelah mengenakan pakaian khusus pengunjung ICU, langkah Aidan berhasil masuk ke dalan ruang ICU. Aidan melangkahkan kakinya menghampiri ranjang Bu Ayana. Tepat satu jengkal ia duduk di samping ranjang itu.

Tangan Aidan menggengam tangan Bu Ayana dengan pelan. Netranya sedari tadi menatap monitor yang menunjukkan perkembangan kesehatan organ tubuh Bu Ayana. Ia takut jika monitor itu menunjukkan garis lurusnya.

"Ma, Aidan minta maaf! Aidan minta maaf. Jujur Aidan kangen sama Mama. Aidan mau Mama sehat lagi. Udah beberapa hari Mama belum respon Aidan," serunya menunduk dengan buliran bening yang hampir jatuh dari kelopak matanya.

"Ma, tolong maafin semua orang yang dulu pernah menyakiti Mama. Termasuk kalau Gladys dan Mamanya pernah nyakitin Mama, tolong maafin! Aidan harus apa biar Mama maafin mereka. Bilang ke Aidan!" serunya lagi pada Sang Mama yang sama sekali belum merespon ucapannya.

Aidan tak kuasa melihat Sang Mama masih terbaring di sampingnya, "Tolong kasih tau Aidan! Apa yang buat Mama masih belum bisa berdamai dengan semuanya? Masalah Azka yang mana? Papa sampai sekarang belum jawab pertanyaan Aidan. Aidan harus apa?" tanyanya lagi pada Sang Mama.

"Aidan nggak tau harus apa, Ma! Aidan bingung harus apa. Kalau boleh, Aidan mau kalau harus bersujud di kaki Mama. Jujur. Aidan nggak bisa jatuh cinta sama perempuan selain Gladys. Aidan susah jatuh cinta, Ma! Aidan sama sekali nggak bisa jatuh cinta ke perempuan lain. Sulit," serunya mengadu pada Sang Mama. Bu Ayana  sama sekali masih tak menunjukkan responnya.

"Tapi Aidan nggak bisa nyakitin Mama. Aidan tahu Tante Amira pernah ada di hati Papa. Aidan tau masalah itu. Tapi itu dulu, Ma! Sekarang cuma Mama yang di hati Papa! Nggak ada perempuan lain. Pernikahan Mama sampai kapanpun tetep berjalan," serunya pada Sang Mama lagi.

"Tante Amira udah punya kehidupan sendiri. Ketakutan mana yang bikin Mama sampai drop? Aidan butuh jawaban itu. Masalah Azka yang mana biar Aidan bantu selesaikan. Biar masalah ini cepat selesai. Aidan bersedia bantu Mama berdamai dengan masalah apapun. Aidan mau Ma! Asalkan masalah ini cepat selesai," tambahnya lagi mengatakan kalimat itu dengan hati-hati.

Aidan tak bisa membendung isak tangis yang baru saja ia keluarkan dari kelopak matanya. Ia menginginkan Gladys tapi sepertinya tampak egois pada Mamanya. Tapi jika bukan Gladys, ia sulit untuk jatuh cinta lagi.

"Dengan keluarga pasien Ayana Aurora Pamungkas?" panggil Dokter jaga yang ada di ruang ICU.

"Iya saya anaknya. Ada apa?" tanya Aidan pelan seraya perlahan menghapus sisa-sisa buliran bening yang ada dalam kelopak matanya.

Bibir Dokter jaga itu tersenyum simpul sebelum mengatakan sesuatu, "Dokter Andi mau bicara sama keluarga pasien. Ditunggu di koridor bangsal Anggrek."

"Terus Mama saya gimana?" tanya Aidan pada Dokter itu.

"Serahkan ke tim medis ya, Mas! Di ruang ICU ada dokter jaga sama perawat jaga," balasnya pada Aidan.

Aidan lantas mengangguk ketika mendengar jawaban dari dokter itu, "Terima kasih. Saya titip Mama saya! Tolong langsung hubungi saya kalau ada apa-apa," sahutnya.

"Baik," tutur dokter itu pada Aidan.

Karena ada panggilan dan hanya Aidan diantara keluarganya yang di rumah sakit, Aidan lah yang mewakili panggilan itu untuk bertemu dokter yang menangani Mamanya. Sungguh, sebelum ia bertemu dengan dokter itu, jantung Aidan berdegup tak karuan. Takut Mamanya kenapa-napa.

Berjalan sedikit cepat, langkah Aidan hampir sampai di area Bangsal Anggrek. Ia mencari-cari sosok Dokter Andi. Dan netranya mengabsen beberapa sudut koridor.

Ternyata Dokter Andi ada di depan pintu ruang rawat. Aidan lantas segera menyusulnya, "Dokter Andi?"

"Oh ... Keluarga Bu Ayana ya?" tanya Dokter itu.

Aidan sontak mengangguk, "Iya saya anaknya."

"Begini. Tadi saya mau bicara sama Dokter Jefri cuma Beliau lagi ada urusan di luar rumah sakit. Jadinya saya urungkan. Berhubung kata perawat yang jaga di ICU, ada anaknya yang jaga pasien, jadi saya berkenan bicara sama anda!" jelasnya pada Aidan.

"Mau bicara apa, Dok?" tanya Aidan pelan.

Dokter Andi tampak terkekeh ketika melihat Aidan memasang raut wajah gelisahnya. Dia tampak tersenyum ke arah Aidan, "Jangan tegang-tegang gitu wajahnya. Saya nggak nakut-nakutin kok! Tadi saya visit. Perkembangan kesehatan Bu Ayana stabil. Kalau stabil terus kemungkinan besar cepat dipindahkan ke ruang rawat. Nggak papa, nggak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Alhamdulillah. Terima kasih banyak, Dok! Tolong berikan yang terbaik untuk Mama saya," seru Aidan yang akhirnya bisa bernapas dengan lega.

"Kalau begitu saya permisi ya?" pamit Dokter itu.

Aidan membalasnya dengan anggukan. Ia juga berniat untuk balik ke ruang ICU lagi. Tapi ketika ia membalikkan badannya, seorang wanita yang tengah berbadan dua terlihat menghampirinya, "Aidan!"

"Vi," seru Aidan ketika ketika melihat kembarannya datang ke rumah sakit.

"Kenapa lo disini? Bukannya jaga Mama?" tanya Aviola pada Aidan.

"Tadi lagi ketemu Dokter Andi. Beliau bilang kondisi Mama stabil," jawab Aidan pelan.

Aviola menghela napasnya dengan lega saat mendengar jawaban dari Aidan. Selama ia hamil besar dia jarang bertemu Mamanya. Sekali bertemu Mamanya dalam keadaan kritis, "Syukur kalau gitu. Gue mau ke Mama!"

"Titip Mama, ya?" tanya Aidan.

Kening Aviola sempat berkerut mendengar kalimat dari Aidan, "Lo mau kemana?"

"Ada urusan bentar. Bentar aja. Nanti gue langsung ke rumah sakit lagi," jawab Aidan.

"Jangan lama-lama! Mama butuh lo," Aviola tampak memperingati Aidan agar tak meninggalkan Mamanya terlalu lama karena bagaimanapun Aidan adalah anak kesayangan Mamanya. Jika Mamanya sadar dan tak melihat ada Aidan di sampingnya. Bagaimana nanti Aviola menjelaskan?

"Iya. Nggak bakal lama," seru Aidan sebelum dirinya benar-benar beranjak meninggalkan Aviola.

Sejujurnya, Aidan ingin menyusul Gladys dan membicarakan masalah ini berdua. Sungguh, jika sendirian dia tak mampu menyelesaikannya. Dia ingin mencari titik temu dari masalah ini bersama Gladys. Dia ingin bertanya pada takdir apakah hubungannya masih bisa diperbaiki lagi jika ia berjuang?

"Aidan," panggil salah seorang wanita yang ada di belakang Aidan ketika Aidan berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit.

Saat Aidan menoleh. Netranya melihat Selena yang tampak mengejarnya, "Kamu ngapain lagi ada disini?" ucap Aidan dingin.

"Saya ingatkan sekali lagi sama kamu. Jangan pernah muncul di hadapan saya lagi!" tegas Aidan dengan guratan wajah setengah memerah karena menahan amarahnya ketika Selena merecoki langkahnya lagi.

"Saya peringatkan ke kamu sekali lagi! Jangan pernah ikut campur urusan saya!" tegas Aidan yang langsung meninggalkan Selena di tempatnya.

Ada waktu satu jam untuk Aidan pergi ke Bandara. Kemarin dia telah meminta tolong ke Dita untuk mencari tahu alamat Gladys. Meskipun Dita sedikit menolak. Dia tetap memohon ke Dita agar dibantu menyelesaikan masalahnya.

Mungkin sedikit egois. Tapi ini satu-satunya cara Aidan untuk menyelesaikan masalahnya satu persatu. Jika memang benar Mamanya Gladys yang berniat membunuh adik Aidan dulu, Aidan akan mempertimbangkan lagi hubungannya dengan Gladys. Tapi jika terbukti hanya kesalahpahaman? Aidan pasti akan menyelesaikannya di hadapan Mamanya.

Harusnya Aidan menanyakan hal ini pada Papanya. Tapi kenapa Papanya seolah bungkam? Bagaimana bisa terselesaikan jika Aidan tak menemukan titik temunya?

Dita
Sebelum ke Bandara ke Kosan dulu ya, Mas? Ambil kartu nomorku buat chat Gladys. Bawa aja dulu nggak papa. Semangat!!

Bersambung ....

Maap ya gengs baru update. In shaa Allah besok lagi. Btw pasrah aja ya sama endingnya wkwkwkkw

Ending ada di 50 part nggak tau bisa lebih bisa kurang ekwkw. Pokoknya sebentar lagi.

Makasih udah baca sampai sejauh ini ekwkwk. Yuk ah komen yang banyak. Emosi emosi juga gapapa wkwkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top