Part 4 - Buku Diary

"Kalau huruf D perutnya dimana?" tanya Gladys pada Zio yang masih kesulitan menghafal alfabet. Ya, Gladys juga pastinya paham. Anak sekecil Zio pun jika belajar harus diselingi permainan yang mereka suka agar mereka tak bosan saat belajar.

Hampir 120 menit, Zio bertahan ada di dekat Gladys karena Gladys lebih sering mengajaknya bermain olah kata dibanding belajar. Gladys lebih fokus pendekatan ke Zio dibanding lebih banyak menghafal materi karena ini awal pertama mereka bertemu. Dan berhasil, Zio saat ini nyaman dengannya. 

Zio tampak berpikir, mengingat-ingat materi alfabet yang diberikan oleh Gladys baru saja beberapa menit yang lalu. Namun ternyata dirinya telah melupakan materi itu, "Di atas," jawab Zio pada Gladys yang sontak disahut Gladys dengan gelak tawa pelannya.

"Bukan," jawab Gladys.

Bibir mengerucut dari laki-laki kecil itu terlihat jelas. Sorot matanya menatap Gladys meminta penjelasan lagi, "Telus?"

Tangan Gladys lagi-lagi mulai menuliskan perbedaan huruf p b dan d pada Zio yang masih bingung menghafalnya. Netranya mengisyaratkan Zio untuk menatap kertas yang ia coret-coret itu, "Sini, Miss Gladys kasih tau. Kalau huruf b kecil itu perutnya di depan kayak kuda laut. Kalau huruf d kecil itu baru perutnya di belakang. Nah kalau huruf p kecil itu baru perutnya di atas," jelas Gladys pada anak itu.

Zio ikut mengambil sebuah pensil yang ada di depannya. Ia mencoba untuk meniru tulisan Gladys, meskipun tulisannya masih belum sempurna, "Gini?" tanya Zio.

Saat kedua manik-manik mata Gladys menangkap tulisan Zio, Gladys tersenyum simpul. Sebab Zio menuliskannya dengan benar. Ya pelan tapi pasti setidaknya hari ini ada pelajaran yang bisa Zio dapatkan darinya, "Iya. Bener. Pinter banget Zio. Tulisannya bagus," puji Gladys pada anak itu.

"Tapi tulisan Zio jelek," ungkapnya.

Gladys menggeleng. Ia sama sekali tak keberatan jika Zio tulisannya masih tak sempurna. Namanya juga masih umur balita. Syukur-syukur masih mau belajar. Gladys pernah juga dapat murid yang sama sekali tak mau belajar dan lebih suka bermain padahal dia bukan anak balita lagi. Dia bahkan sudah hampir naik kelas enam sekolah dasar, "Ya nggak papa. Zio kan belajar. Nanti kalau udah gede juga bagus. Nanti Miss Gladys ajarin sampai bisa biar sekolahnya dapat nilai bagus," sahut Gladys sembari mengacak-acak pucuk kepala Zio.

"Belajarnya cukup dulu ya? Besok lagi," ucap Gladys usai dirinya melihat jam dinding dan mengetahui bahwa waktu mengajarnya telah usai.

"Miss Gladys mau pulang?" tanya Zio cepat saat dirinya masih belum ingin usai.

"Iya," jawab Gladys.

"Naik apa?" tanya Zio lagi.

"Naik motor," sahut Gladys kemudian yang membuat anak kecil itu mengerucutkan bibirnya karena waktunya telah usai.

Gladys sontak menurunkan Zio dari kursi duduk tempat belajarnya. Tangannya lantas menggandeng tangan Zio agar Zio mengantarnya ke depan rumah. Ya, tadinya ada beberapa Om Zio di rumah. Tapi entah mengapa saat Zio selesai belajar dengan Gladys. Gladys sama sekali tak mengetahui Om Zio di rumah. Entah itu Om Azka ataupun Om Aidan, "Yuk ke depan!" ajak Gladys.

"Om Azka," teriak Zio saat netra kecilnya mengabsen sudut rumahnya dan tak menemukan satu orang pun.

"Om," panggilnya lagi namun tak ada sahutan dari Azka ataupun Aidan.

Saat Gladys menggandeng tangan Zio untuk ia ajak keluar rumah. Seorang asisten rumah tangga datang menghampiri Zio,  "Om Azka udah berangkat ke kafe, Den!" sahut perempuan paruh baya itu.

"Om Aidan?" tanya Zio pada asisten rumah tangganya.

Bibir perempuan paruh baya itu tersenyum ramah ke arah Gladys. Dan tangannya lantas ikut menggandeng Zio agar Gladys bisa pulang usai mengajar Zio, "Om Aidan ada di kamarnya," jawab asisten rumah tangganya itu ke arah Zio.

"Miss Gladys mau pulang ya? Nanti saya sampaikan ke Mas Aidan ya Miss, kalau pamit. Soalnya saya ndak berani ketuk pintu kamarnya beliau kalau jam segini. Biasanya beliau lagi sibuk," jelas perempuan itu pada Gladys.

Gladys memaklumi. Dia juga tak ada kepentingan lain. Ia hanya butuh pamit dan menitipkan kwitansi pembayaran mengajar untuk Aidan yang tadi sebelum Gladys mengajar Zio, Aidan memberikan uang untuk keperluan les private Zio, "Iya nggak papa. Makasih banyak ya, Bu? Oh iya, ini saya titip ke Omnya Zio tadi. Tadi sebelum saya ngajar, Omnya kasih uang pembayaran. Padahal saya sudah bilang ke beliau kalau kata Bu Aviola nanti uangnya mau ditransfer. Eh tadi ... Omnya yang ngasih langsung. Jadi saya titip kwitansinya."

"Iya nanti saya sampaikan. Ini ke Ma Aidan kan?" tanya perempuan itu.

Gladys mengangguk, "Iya. Saya pulang dulu," pamitnya kemudian sebelum dirinya benar-benar keluar dari rumah itu.

"Hati-hati. Miss Gladys hati-hati. Besok ke lumah lagi ya?" teriak Zio pada Gladys. Anak itu dilihat-lihat cepat sekali akrab dengan Gladys. Dan bahkan Gladys juga nyaman mengajari Zio setiap hari. Ia gemas dengan anak laki-laki itu.

"Siap!" sahut Gladys saat dirinya mulai keluar dari pagar rumah itu.

Manik-manik mata Zio mengamati Gladys yang semakin menjauh. Dahinya berkerut ketika ada seorang laki-laki yang berhenti di depan Gladys dengan menaiki sepedah motor besarnya. Zio juga melihat Sang Guru private-nya itu tersenyum ke arah laki-laki itu dan kemudian ikut naik di jok belakang sepedah motor itu.

Tapi otak Zio terlalu sederhana memikirkan siapa laki-laki yang menjemput gurunya. Ia tak mempedulikan orang itu dan yang ada dipikirannya hanya besok Gladys datang ke rumahnya lagi untuk mengajarinya. Ah, baru kali ini anak kecil itu mau menurut dengan gurunya. Biasanya dulu tetap sama kelakuannya. Keras kepala.

"Udah pulang?" tanya Aidan yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu rumahnya.

Tangan Zio yang digandeng asisten rumah tangganya sontak terlepas karena ingin berlari menghampiri Aidan, "Om Aidan!"

Asisten rumah tangganya itu ikut berlari mengejar Zio yang sempoyongan. Takut jatuh, asisten rumah tangganya itu dengan sigap mengambil tangan Zio lagi. Tapi untungnya tangan Aidan lebih sigap lagi menarik Zio untuk mendekat ke arahnya. Aidan lantas menggendong keponakannya itu bak anak sendiri, "Mas, ini titipan dari gurunya Zio. Kwitansi pembayaran," seru asisten rumah tangganya sembari mengukurnya sebuah kwitansi yang tadi diberikan Gladys.

"Makasih," jawab Aidan seraya mengambil kwitansi itu dari tangan asisten rumah tangganya.

Aidan terlihat mengajak Zio untuk kembali ke tempat belajar lagi. Ia ingin mengevaluasi apa saja yang diajarkan guru Zio itu pada keponakannya, "Guru kamu udah pulang?" tanya Aidan basa-basi pada Zio. Padahal tadi sorot matanya melihat sendiri Gladys pulang.

"Udah, tadi Zio lihat Miss Gladys dijemput laki-laki. Itu siapa Om?" tanya Zio penasaran. Dia malah bertanya pada pamannya yang sama sekali tak tahu itu. Ya bagaimana? Mengenal Gladys saja baru kali ini. Apa urusan dirinya dengan laki-laki yang menjemput Gladys?

"Nggak tau," Jawa Aidan menggeleng sembari kedua bahunya terangkat.

"Besok Miss Gladys kesini lagi?" tanya Zio yang masih ingin Gladys ada di rumah itu. Tapi sayangnya, kegiatan belajar hanya berlangsung 120 menit. Tak mungkin Gladys berlama-lama di rumah Zio.

Memang. Besok masih waktunya Zio belajar dengan Gladys. Namun tak bisa setiap hari. Karena Aviola meminta Gladys hanya mengajari Aidan pada hari Senin, Selasa, dan Kamis saja. Selebihnya tak ada kegiatan mengajar lagi, "Iya besok kesini lagi," jawab Aidan.

"Setiap hali?" tanya Zio.

Kepala Aidan menggeleng lagi, "Nggak. Cuma besok sama lusa aja."

Bibir Zio mengerucut. Kepalanya menggeleng-geleng seolah-olah tak mau jika tak setiap hari bertemu dengan Gladys. Baru hari pertama, Zio sudah tak mau dipisahkan dengan guru private-nya. Aidan juga harus diskusi sama Aviola. Ia tak bisa memutuskan jadwal les private keponakannya tanpa persetujuan Aviola, "Tapi Zio mau setiap hali.  Zio mau nginep di lumah nenek kalau Miss Gladys sole-sole datang kesini," pinta Zio lagi.

Sengaja tak menjawab permintaan dari keponakannya, sorot mata Aidan melihat sebuah buku yang asing baginya ada di atas meja belajar Zio, "Ini punya siapa?" tanya Aidan seraya menurunkan keponakannya itu dari gendongannya.

"Buku Miss Gladys ketinggalan," jawab Zio yang mengetahui bahwa itu salah milik Gladys.

"Kok Zio nggak bilang sama Miss Gladys?" tanya Aidan sembari tangannya mengambil buku catatan itu. Entah itu buku penting atau tidak. Aidan juga tak tahu.

Kepala Zio menggeleng lagi. Memang benar, Zio juga tak sadar jika Gladys meninggalkan bukunya di meja Zio, "Zio nggak tau," jawabnya.

"Ya udah besok dikasih ke Miss Gladys. Barangkali ini buku penting," seru Aidan seraya tangannya mengembalikan buku tersebut ke tempat semula.

Saat Aidan meletakkan buku milik Gladys itu di meja Zio lagi, asisten rumah tangganya menghampiri Zio. Aidan tahu maksud dari asistennya menghampiri keponakannya. Karena sore ini Zio belum mandi dan rencananya Zio akan bertemu dengan neneknya di rumah sakit, "Sana mandi dulu sama Bibi! Selesai mandi ayo ketemu nenek," perintah Aidan pada Zio.

"Ada Mama nanti?" tanya Zio.

Aidan mengangguk, "Ada. Nanti Mama sama Papa kamu nyusul juga," jawabnya kemudian.

Saat keponakannya itu berlari ke arah asisten rumah tangganya. Entah mengapa Aidan tiba-tiba penasaran dengan buku tadi. Ya, meskipun sebenarnya membaca buku yang bukan miliknya sedikit lancang. Tapi Aidan ingin tahu, mengapa guru private Zio meninggalkan buku ini di tempat meja belajar Zio. Ah, mungkin dia tak sengaja dan lupa tak membawanya pulang, "Buku apa ini? Buku diary?"

Aidan mengambil buku tersebut. Buku catatan berwarna biru muda dengan gambar Princess Disney, bak buku anak TK. Umur berapa guru Zio sampai buku catatannya seperti buku anak TK?

Saat Aidan asik membolak-balikkan buku tersebut, ia tanpa sengaja membuka halaman pertama dari buku itu. Dan betapa terkejutnya saat ia melihat isi dari halaman pertama.

To buy list

Beli jedai ✔️
Beli nasi padang patungan sama Adita Jablay ✔️
Bayar Kosan (Kurang 200rb ya Allah beri hamba uang)
Minyak goreng (Nyolong punya Adita dulu)

To do list

Ngajar murid baru ✔️
Nyari kerjaan lain (Ya Allah kenapa susah)
Kirim uang untuk Mama ✔️
Benerin makam Papa (Nunggu tabungan)

Hanya rentetan agenda harian yang ada di halaman pertama ternyata. Aidan sampai tak sengaja menarik sudut bibirnya ketika dirinya membaca agenda tersebut. Ia tak menyangka bisa selancang itu membaca agenda orang. Cepat-cepat tangan Aidan menutup buku itu kembali dan meletakkan buku tersebut ke tempat semula.

"Om, sabun Zio yang balu dimana?" teriak Zio pada Aidan yang membuat Aidan terperanjat karena ternyata keponakannya itu masih belum mandi juga.

"Kamu belum mandi?" tanya Aidan pada Zio yang datang menghampirinya kembali.

Kepala mungil itu menggeleng. Ia berlari ke arah Aidan dan meninggalkan asisten rumah tangganya yang sudah payah meminta Zio untuk tak banyak lari, "Zio mau sabun balu kemalin," pintanya.

"Ada. Di kamar mandi. Cari aja di tempat sabun, udah Om taruh sana," jawab Aidan lagi.

"Besok, ke lumah sakit ajak Miss Gladys ya? Mama kan belum ketemu sama Miss Gladys," pinta Zio lagi yang membuat Aidan mengerutkan alis tebalnya.

💓💓💓

Hey, aku kemarin Jumat nggak bisa update soalnya seminggu ini sibuk banget. Doakan urusanku cepat selesai ya? Ini aku sempatkan update semoga suka 💔☺️👍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top