Part 36 - Orang Ketiga

Hai kalian nemuin cerita ini jalur apa?

Tiktok

Rank

Twitter

Facebook

Lain-lain ...

Komen yang banyak gak kalo gak komen besok ending wkwkw

❣️❣️❣️

Beberapa minggu ini Aidan memantau pergerakan dari Arga yang terus menggangu Gladys. Arga dengan lancangnya terus menghubungi Gladys padahal nomor Arga sudah berkali-kali diblokir Gladys. Dia masih sempat ganti nomor baru dan menghubungi Gladys lagi.

Kali ini Aidan tak bisa tinggal diam. Mumpung dirinya sudah sembuh dari sakitnya, dia berniat untuk memberi Arga pelajaran. Kali ini Aidan mengiyakan ajakan Arga untuk bertemu di sela-sela istirahat jam kerjanya.

Ada Gladys. Iya pasti. Karena Aidan memilih bertemu dengan Arga di sekitar area taman dekat pet shopnya. Arga juga mengiyakan tawaran itu. Dan Gladys tak mau ketinggalan untuk ikut. Gladys takut kekasihnya hilang kendali karena Arga sering memancing emosi.

"Jagoan juga pacar lo, Dis!" sindir Arga saat dirinya tiba-tiba muncul di tengah-tengah Aidan dan Gladys yang  bercengkrama di kursi taman.

Aidan sontak berdiri, pun juga Gladys yang ikut berdiri di samping Aidan, "Apa mau kamu?" seru Aidan dengan tatapan tajamnya.

Arga terkekeh melihat Aidan yang terpancing emosinya. Bibirnya tersenyum miring saat netranya melihat tangan Aidan yang mengepal kuat, "Widih ... Santai Bos!"

"Pacaran sama Gladys emang udah mengenal Gladys sampai mana? Apa cuma gara-gara berduit aja nih makanya mau dimanfaatin Gladys," tawa Arga meledak di tengah-tengah Aidan menahan amarahnya. Gladys biasa saja meskipun mantan kekasihnya itu mengoloknya, dasarnya dia sudah hapal dengan kharakter orang itu.

"Jaga mulut kamu, Arga! Sekolahin dulu mulut kamu baru ngomong sama orang!" bantah Gladys, dia lebih tenang dibanding Aidan yang mati-matian ingin meninju wajah Arga.

Namanya juga Arga. Dia tak akan pindah dari tempat itu jika tujuannya tak terlaksana, "Kabar-kabarnya dulu pacar kamu ini udah pernah dijodohkan sama perempuan lain yang profesinya dokter ya, Dis! Tau lah aku kabar itu. Apa sih yang aku nggak tau? Semua tau. Berarti bodoh banget. Kok bisa malah milih kamu yang bekasku," cibir Arga menyindir Aidan.

"Kamu ingat nggak dulu di Hotel Aston. Kita pernah-"

Kalimat itu menggantung. Tawanya meledak seolah-olah memberi isyarat bahwa ia tak bisa melanjutkan kalimatnya dan berharap Aidan mengartikan kode kalimatnya, "Masa iya aku cerita disini? Kamu tidur nyenyak waktu itu."

"Sekali lagi jaga ucapan kamu!" bantah Gladys dengan nada yang masih bisa tenang meskipun ia tak suka difitnah Arga habis-habisan.

"Nggak ... Nggak ... Aku disini nggak minta pengakuan kamu soal itu. Aku cuma ngasih tau aja ke laki-laki berduit ini. Sekedar ngasih tau aja. Biar dia mengenal kamu luar ... DALAM!" teriak Arga diakhir kalimatnya.

Aidan ingin melayangkan pukulannya di wajah Arga tapi Gladys menahan laki-laki itu. Melihat Gladys melarangnya untuk memukul, Aidan sontak menurunkan tangannya.

"Udah pernah ketemu Mama kamu belum, dia? Hm? Oh ya jelas pasti diterima. Mama kamu doyan banget sama duit makanya sekelas aku nggak direstui dulu. Santai ... aku disini bukan mau ngajak balikan, ambil aja bekasku. Bekas luar dalam!" tutur Arga dengan gamblang di hadapan Aidan yang membuat Aidan hampir murka pada laki-laki itu.

"Cuma mau ngasih tau aja ke dia, biar kalian saling mengenal lebih jauh aja. Aku sebagai masa lalu kamu juga berhak jadi perantara pengenalan. Iya kan?" Tawa Arga lagi-lagi meletup di depan Aidan. Tawa itu bak mengolok-olok Gladys sampai Aidan sendiri tak tahan dan langsung meninju wajah Arga.

Bug!

"Bajingan!" teriak Aidan saat meninju sudut bibir laki-laki itu sampai laki-laki itu mengeluarkan darah di ujung simetris bibirnya. Tak peduli tangan Gladys sedari tadi memegang lengannya. Aidan tetap meninju laki-laki itu sampai puas.

"Pergi kamu Arga!" bentak Gladys, mengusir Arga karena dia tak mau kekasihnya itu terlibat masalah yang lebih serius gara-gara berurusan dengan Arga.

Sejatinya Arga punya otak bebal. Dia tak marah ketika Aidan meninjunya berkali-kali. Justru tawanya lagi-lagi meledak. Arga bangun dan jalan sempoyongannya ke arah Gladys, "Baru jadi mantan kemarin aja udah galak banget Sayang. Kamu kangen, hm?" serunya seraya menoel dagu Gladys.

Tak terima Gladys disentuh oleh laki-laki biadab itu, amarah Aidan benar-benar tak bisa dikendalikan. Aidan murka ketika melihat Gladys diperlakukan seperti itu. Bogeman di tangannya tak memberi ampun pada Arga. Gladys susah payah menahan emosi kekasihnya, "Mas Aidan!"

"Mas Aidan udah!"

"Nggak usah diladenin Arga," teriak Gladys ketika melihat wajah Arga babak belur dibaku hantamkan oleh tangan Aidan sendiri.

Napas Aidan sampai tak teratur ketika meninju Arga berkali-kali. Hanya memeluk, hanya dengan cara itu Gladys menahan kekasihnya agar tak melayangkan bogeman kepalan tangannya di wajah Arga.

Gladys tahu jika Aidan masih melihat batang hidung Arga, Aidan akan terus terbawa emosi. Jadi Gladys memutuskan untuk menarik tangan Aidan agar menyingkir dari taman itu, "Gimana aku nggak marah? Gladys kamu di—"

Gladys mengangguk. Tangannya masih menarik tangan Aidan sampai mereka sama-sama berjalan ke arah pet care, "Iya aku tahu. Tapi kepancing emosi gara-gara Arga itu nggak ada gunanya. Kita udah sama-sama dewasa, bukan anak ABG labil yang apa-apa harus pakai kekerasan. Aku udah kenal Arga dari dulu, dan sifatnya emang gitu. Kalau dilawan dia malah seneng. Kalau didiemin ngelunjak," tegas Gladys.

Langkah keduanya sampai di pintu pet care milik Aidan, dan Gladys lebih dulu masuk ke dalam pet care tersebut, disusul Aidan yang mengekor di belakangnya, "Makanya aku minta sama kamu kalau ada dia lagi, tahan emosi kamu. Lagian yang diucapkan Arga semuanya nggak bener kamu percaya kan? Aku nggak seperti yang Arga katakan," seru Gladys lagi.

Melihat sekeliling sudut pet care tak ada orang lain. Tangan Gladys memeriksa beberapa memar yang ada di wajah Aidan bekas pukulan dari Arga tadi, "Kamu percaya kan kalau aku bukan termasuk wanita yang Arga sebutkan? Aku takut kamu termakan omongan dia dan kamu nggak mempercayaiku," ucapnya pada Aidan.

Bibir setengah memar milik Aidan tersungging ketika mendengar kata dari kekasihnya. Jemari lembut milik kekasihnya itu ia genggam sebelum bibirnya mengeluarkan sebuah kata sakralnya, "Makanya Sayang, biar Arga gak semena-mena sama kamu, aku menawarkan ikatan keseriusan. Hubungan kita sama-sama bukan hubungan cinta anak remaja lagi.  Tujuan kita pasti ke jenjang yang lebih serius. Kalau diizinkan, aku mau secepatnya ketemu sama Mama kamu."

Gladys mengangguk, "Nanti ... Aku atur jadwalnya dulu. Karena Mamaku rumahnya jauh. Aku takut kamu ada jadwal kerjaan," jawabnya pada Aidan.

"Kalau hari libur gimana?"

Gladys bingung. Dia bimbang jika mengenalkan Aidan ke Mamanya. Bagaimana jika laki-laki yang saat ini ada di hadapannya itu tak direstui Mamanya lagi jika bertemu nanti? Sejujurnya saat bercerita lewat sambungan telepon, Gladys tak banyak bercerita tentang Aidan. Tapi barangkali Gladys salah dugaan, laki-laki sebaik Aidan mana mungkin ditolak Mamanya? Wajar kalau Arga dulu ditolak dan tak direstui karena ikatan naluri Ibu sangat kuat.

"Bisa. Biar nanti aku telfon Mama, Mama udah pensiun ngajar. Jadi dia nggak kerja lagi. Aku yang sekarang jadi tulang punggung," jawab Gladys yang membuat Aidan tersenyum simpul di sela-sela bibirnya yang memar.

"Sekalian antar ke makam Papa kamu ya? Aku mau minta izin ke Beliau buat meminang anak gadisnya ini," ucap Aidan sembari mengacak-acak rambut kekasihnya dengan lembut.

Tangan kanan Aidan tampak bertengger di pipi kiri Gladys, "Sebelum itu, kapan-kapan ikut aku ke rumahku lagi ya? Aku mau bicara serius sama Papa Mama dulu soal hubungan kita. Setelah itu aku bicara sama Mama kamu. Kalau  Mama sama Papa minta ketemu Mama kamu buat bicara masalah hubungan kita, nanti kita atur! Yang penting Mama kamu sehat disana dan bisa lihat anak gadisnya menikah sama Pangeran Tampan," jelas Aidan.

Ketika mendengar kata terakhir yang diucapkan oleh kekasihnya, Gladys spontan mencubit pinggang Aidan sampai laki-laki itu merintih, "Aaarrggghhh! Kok dicubit?"

"Kepedean!"

"Emang kenyataannya begitu kan?"

Gladys menggeleng sembari mengerucutkan bibirnya. Hal itu yang membuat Aidan gemas dengan Sang Kekasih.

"Kok nggak? Banyak yang mengakui. Cuma kamu aja yang nggak mengakui kalau calon suami kamu ganteng. Atau mau calon suami kamu ini diakui ganteng sama orang lain?" tanya Aidan pada Gladys.

"Ya kalau kamu mau ya nggak papa, biar aja diakui wanita lain."

Giliran Aidan yang menggeleng-gelengkan kepalanya menandakan arti ketidaksetujuannya, "Nggak. Aku yang nggak mau. Aku maunya kamu yang mengakui bukan orang lain, Febiola Ananta Gladys!" seru Aidan seraya lagi-lagi tangan kekarnya itu mengacak rambut Gladys yang telah tertata rapi.

Spontan Gladys merengut karena Aidan terus-terusan mengacak-acak rambutnya, "Mas rambutku berantakan!" rengeknya.

"Mis rimbitki birintikin," ledek Aidan menirukan suara Gladys saat Gladys merengut kesal. Justru amarah Aidan reda gara-gara ada Gladys di sampingnya. Coba saja tak ada Gladys yang melerai, Aidan pikir tubuh Arga pasti akan hancur di tangannya.

"Dokter Aidan, tadi ada yang telfon ke pet care nyari Dokter," Ucapan Cindy yang baru saja masuk ke dalam pet care membuat Aidan dan Gladys sontak menoleh ke arahnya.

"Siapa?"

"Aduh lupa nggak nanya nama tadi. Tapi suaranya perempuan," jawabnya pada Aidan.

Bersambung ....

Komen yang banyak gak kalo gak komen besok ending wkwkw

Mon maap Sista Gladys yang diacak-acak rambutnya, kok yang berantakan hatiku Ya Allah 😭😭😭🤟🤟🤟

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top