Part 31 - Visi Misi Pernikahan
Hari kedua di rumah sakit, Gladys masih setia menunggu Sang Kekasih. Syukurlah, hasil CT-Scan Aidan menyatakan bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan dari tubuh Aidan. Tak ada patah tulang dan semacamnya. Hanya mungkin memar yang cukup besar yang masih tetap harus dikontrol oleh dokter.
Gladys terkadang meminta Dita untuk mengirimkan baju ganti untuknya karena dia tak bisa pulang ke rumah, dia juga izin ke Cindy bahwa dia tak bisa masuk kerja. Tak peduli gaji dipotong, dia bolos kerja juga nyatanya sedang merawat Bosnya yang merangkap menjadi kekasih, dan bukan bolos karena malas-malasnya.
"Mama Ayana tadi izin kemana, Mas?" tanya Gladys pada Aidan. Saat tadi Gladys mengambil baju gantinya dan janjian dengan Dita di parkiran rumah sakit, Mama Ayana izin ke Aidan keluar sebentar. Entah kemana, makanya Gladys menanyakan hal itu ke Aidan.
"Ke kantin ketemu sama Papa kebetulan Papa udah selesai praktek, katanya tadi mau beli keperluan juga," jawab Aidan.
Gladys hanya manggut-manggut mendengar jawaban dari Aidan. Perempuan itu saat ini mengganti panggilan 'Bu Ayana' ke 'Mama Ayana' karena kemarin malam Mama Ayana yang meminta panggilan itu diubah. Mendengar panggilan itu melekat di lidah Gladys, Aidan senyam-senyum sendiri membayangkan seolah-olah kekasihnya itu praktek memanggil Mama mertua, "Oh iya, ini ada makanan. Papa tadi beli ini katanya buat kamu."
Tangan Aidan mengambil satu kotak nasi yang terletak di atas nakas untuk ia berikan pada Gladys. Entah, saat Gladys keluar mengambil baju ganti di parkiran, Papa Jefri meminta Aidan untuk memberikan kotak makanan itu untuk Gladys.
"Buat aku?" tanya Gladys ragu.
Aidan lantas mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Gladys, "Iya, kamu belum makan dari tadi. Makanya mungkin Papa belikan makanan ini buat kamu. Dimakan aja, kalau misal kurang nanti beli lagi apapun yang kamu mau, asalkan kamu makan sampai kenyang," tutur Aidan.
"Tapi ini makanannya banyak banget, perutku kecil. Nanti kalau nggak habis gimana? Papa kamu baik banget kasih ini semua," sahut Gladys yang telah menerima makanan itu dari tangan Aidan.
"Nggak papa kalau nggak habis nggak usah dipaksa," jawab Aidan.
Saat Gladys ingin menyendok makanan yang ada dalam kotak tersebut, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan sebuah pesan masuk. Gladys membuka layar ponselnya dan membaca siapa yang mengirim pesan padanya.
Saat ia tahu bahwa Sang Mama yang mengirimkan pesan itu, dia menatap ke arah Aidan dan berniat izin untuk membalas pesan Mamanya terlebih dahulu, "Bentar ya, Mas? Mama kirim pesan."
Aidan seakan mengerti bahwa Gladys ingin fokus membalas pesan dari Mamanya, ia mengangguk seolah-olah mengizinkan Gladys untuk lebih mendahulukan Mamanya dibanding dia.
Mama
Gladys Sayang, Mama boleh minta belikan vitamin yang kemarin kamu beli buat Mama? Vitaminnya udah habis.
Gladys
Bisa Ma, nanti Gladys kirim ke rumah ya? Mama di rumah baik-baik aja kan? Jangan capek-capek ya? Gladys nggak mau Mama sakit. Kalau nanti ada waktu luang, Gladys pulang ya Ma? Kita ke makam Papa bareng-bareng. Gladys kangen.
Barisan kata-kata itu sontak Gladys kirimkan ke nomor Sang Mama. Rasanya dia juga sangat rindu dengan perempuan paruh baya yang mungkin saat ini di rumah sendirian. Harusnya Gladys pulang, tapi dia belum cukup mendapatkan uang untuk menstabilkan finansial keluarganya.
Alhasil, Mamanya sendirian di rumah. Jika Mamanya rindu, dia hanya bisa menyapa Gladys melalui sambungan telepon. Kakak Gladys kabarnya ada di Aceh bersama suaminya, sangat jauh dari Kota yang saat ini ditempati Mamanya. Makanya, Gladys agak khawatir meninggalkan Mamanya sendirian di rumah. Ingin rasanya cepat-cepat pulang atau jika ia nantinya menikah dengan Aidan, ia ingin Mamanya tinggal bersamanya.
"Mama kamu kenapa? Tanya kabar?" tanya Aidan membuka percakapan kembali usai Gladys membalas pesan itu.
Gladys menyempatkan untuk menyendok makanan yang saat ini ada di pangkuannya. Tangannya meletakkan kotak makanan itu lagi ke meja nakas sebelum membalas pertanyaan dari Aidan, "Seperti yang aku ceritakan kemarin, kalau aku sekarang cuma punya orang tua tunggal karena Papa meninggal. Mama di rumah sendiri. Sebelum Papa meninggal Mama sebenernya udah sakit duluan. Jadi dia selalu butuh vitamin buat jaga imunnya. Makanya aku selalu stok beli vitamin buat Mama."
Aidan menatap kekasihnya sangat dalam. Ada rasa kesedihan yang terpancar dari mata Gladys. Sepertinya perempuan itu sangat merindukan Mamanya. Tapi Aidan sendiri juga belum mengetahui jika Gladys menunda kepulangannya karena masih belum cukup finansial untuk balik ke rumah. Sepintas selama di rumah sakit, Gladys hanya bercerita secara garis besarnya saja tentang keluarganya, dan Aidan tak mengulik hal itu karena dia menghargai kekasihnya yang hanya memiliki orang tua tunggal.
Keduanya perlu lebih dalam membicarakan masalah ini selama menjalin hubungan. Tapi masih belum cukup waktu. Hal ini tanpa disadari dapat menjadi jembatan untuk menjalin hubungan yang lebih serius lagi. Dan mereka juga sama-sama sudah dewasa, selayaknya pembicaraan berbobot diselipkan dalam setiap tutur kata. Jadi tak hanya membahas keraguan masalah cinta saja, tapi juga masalah visi misi pernikahan.
"Kadang, kamu pernah mikir nggak, Mas? Misal kalau kita nikah, aku ikut kamu. Terus Mamaku gimana ya? Aku juga pernah di posisi aku iri sama kamu, karena keluarga kamu lengkap. Mama kamu selalu dijadikan Ratu sama Papa kamu. Mamaku ... kehilangan separuh jiwanya sekarang. Nggak ada yang menjadikan dia Ratu kalau bukan aku karena Papa udah nggak ada," tutur Gladys pelan.
Kalimat itu sedemikian rupa dicerna oleh otak Aidan. Ya, sebagai seorang suami nantinya Aidan sama sekali tidak keberatan karena dia punya rumah sendiri yang nantinya akan ditempati oleh Gladys dan dirinya. Jadi tak ada salahnya, membawa Mama Gladys untuk tinggal bersama, "Aku sama sekali nggak keberatan, kalau nanti Mama kamu ikut tinggal di rumah ... kita."
"Kamu serius? Kamu ngomong ini bukan karena buat nyenengin aku kan? Tapi karena kamu menerima orang tuaku kan?" ucap Gladys lagi lebih memperdalam pembahasannya. Sepertinya pembahasan ini akan semakin larut karena mereka membicarakan visi misi yang nantinya mereka hadapi setelah menikah.
"Memilih kamu sebagai pendamping hidup, itu juga harus siap menerima keluarga kamu juga. Karena pernikahan itu bukan hanya menyatukan kita berdua, tapi menyatukan keluarga kita berdua. Bukankah begitu definisi pernikahan?" tutur Aidan mengarah ke Gladys yang tampaknya tatapannya masih banyak ketakutan untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena beberapa faktor.
"Kalau misal, aku sebagai istri, aku ditakdirkan nggak bisa punya anak. Atau aku ditakdirkan keguguran, atau aku ditakdirkan punya anak spesial (ABK), atau maaf ... semisal anak kita salah satu tubuhnya nggak lengkap, kamu masih mau mempertahankan pernikahan kita? Atau kamu mau mengakhiri? Atau kamu merasa kamu nggak beruntung menikah denganku?" tanyanya lagi pada Aidan.
Aidan terkekeh saat mendengar pertanyaan berbobot dari Gladys. Iya, memang seharusnya masalah seperti ini harus dibicarakan sebelum menikah. Karena kehidupan setelah menikah jauh lebih sulit menyetarakan perasaan satu sama lain jika konflik kecil maupun besar tiba-tiba datang, "Anak itu titipan Tuhan, mau bagaimana pun kondisinya, dia tetap anak kita nantinya. Aku tetap sebagai ayahnya. Dan mau bagaimanapun nanti kondisi kamu aku tetap suami kamu sampai kapanpun."
Jawaban dari Aidan membuat satu tiket keyakinan dari hati Gladys terbuka. Tapi ada ribuan keraguan yang masih mengganjal dan harus dibicarakan sebelum menikah, "Mas, kalau aku semisal ada salah di dalam pernikahan. Fatal banget sampai kamu marah besar. Kamu hukum aku pakai cara apa?"
"Salahnya dalam segi apa dulu? Salah yang bagaimana? Karena kesalahan itu banyak jenisnya. Bisa disengaja dan bisa tidak," sahut Aidan menanyakan balik tentang pertanyaan Gladys.
"Eum apa ya ... misalkan ... Aku buat kamu marah, misalnya ... Aku nggak sengaja hapus data kerjaan kamu padahal deadline pekerjaan itu hari itu juga tapi punya kamu kehapus. Gimana kamu ngatasinya? Aku posisinya nggak sengaja tapi di sisi lain kamu butuh kerjaan itu dan kerjaan itu adalah hidup dan mati kamu, semisal karena kesalahanku itu karir kamu hancur. Solusi kamu gimana?" tanya Gladys lagi.
Aidan sedikit berpikir saat pertanyaan sulit itu terlontar dari mulut kekasihnya. Tapi dia juga harus menjawabnya meskipun sulit. Bibir Aidan mengulum senyum simpulnya sebelum menjawab pertanyaan dari Gladys, "Sebenernya kecewa pasti ada. Iya kan? Karena rasa kecewa itu fitrah. Tinggal bagaimana aku mengolah perasaanku agar tidak menyakiti kamu walaupun saat itu mungkin perasaanku nggak baik-baik aja."
"Cara mengolah perasaan kamu gimana?" tanya Gladys.
"Meluk kamu untuk meredamkan rasa kecewaku. Kalau udah tenang, aku maafin kamu. Karena posisinya kamu nggak sengaja. Setelah itu baru cari solusi bagaimana baiknya. Kalaupun harus kehilangan pekerjaan, aku ikhlas. Dari pada harus kehilangan istri dan rumah tangga. Ya mungkin itu rencana kalau misal hal itu terjadi. Tapi semoga kita nggak sampai di posisi itu," jawab Aidan.
"Satu pertanyaan lagi. Tapi kamu janji jangan ketawa kalau aku tanya ini," seru Gladys yang berniat ingin menanyakan hal tentang setelah menikah nanti.
Belum melontarkan pertanyaan, Aidan sudah lebih dulu terkekeh saat melihat raut wajah Gladys yang tampak menggemaskan dengan bibir yang mengerucut, "Apa?"
"Ini pertanyaan penting. Tapi kamu janji jangan ketawa! Jangan mikir aneh-aneh juga. Aku butuh jawaban kamu tapi kamu jangan mikir kotor. Ini pertanyaan penting sebelum menikah. Wajib ditanyakan untuk meminimalisir percek-cokan dalam rumah tangga," serunya pada Aidan yang malah membuat Aidan semakin mengencangkan tawanya.
Gladys sedikit mengatur napasnya sebelum menanyakan hal tabu itu, "Kalau misalkan kamu sebagai suami dan aku istri nantinya, kamu posisinya mau menyalurkan kebutuhan biologis kamu ke aku. Tapi aku nolak karena aku nggak mood. Kalau aku posisinya banyak pikiran kan bisa jadi nggak mood melakukan itu. Jadinya nolak—"
Kalimat dari Gladys sempat tertahan dari bibirnya karena netranya menatap Aidan yang menahan senyumnya saat menyimak pertanyaan itu, "Nggak jadi ah Mas ... aku malu kamu dari tadi senyam-senyum terus. Takut kamu kebablasan mikir aneh-aneh kalau aku terusin," seru Gladys yang memutuskan kalimatnya untuk tak jadi bertanya.
Aidan menggeleng-gelengkan kepalanya sembari terkekeh pelan karena pertanyaan dari Gladys. Sejatinya dia paham apa yang akan ditanyakan Gladys meskipun pertanyaan itu belum selesai terucap. Laki-laki dewasa mana yang tak paham dengan pertanyaan gamblang seperti itu?
"Gampang. Bisa besok bisa besoknya lagi. Intinya cari hari lain kalau hari itu nggak bisa," jawab Aidan enteng.
"Tapi posisinya hari itu kamu udah ...." Gladys tak mampu melanjutkan kalimatnya karena takut Aidan lebih menertawakannya. Iya kan? Ia pandai menebaknya, Aidan masih menyunggingkan senyum simpul itu ke arahnya. Namanya juga laki-laki dewasa pasti paham dan bisa mencerna kalimat Gladys yang terpotong.
"Catat, ini bukan pornografi tapi edukasi. Kamu mikirnya jangan aneh-aneh dong, Mas! Aku kan jadi nggak enak nanyanya," gerutu Gladys karena menganggap dalam otak Aidan sudah membayangkan hal yang tidak-tidak.
Hanya prasangka Gladys saja. Sebenarnya Aidan tak sampai melampaui batas sampai membayangkan hal yang disudutkan Gladys, "Yang mikir aneh-aneh siapa, hm? Aku dari tadi nggak ngapa-ngapain."
"Tapi kamu dari tadi senyam-senyum, aku kan jadi curiga di otak kamu udah ngebayangin hal-hal semacam itu. Bayangin kita lagi ...." Kalimat itu menggantung karena Aidan menertawakannya, "Tuh kan malah ketawa. Kamu bayanginnya sampai mana?" lanjutnya lagi mendesak Aidan.
"Menurut kamu?" tanya Aidan balik sembari menyembunyikan senyumnya sebenarnya kalimat itu hanya untuk menggoda Gladys saja.
Saat Gladys mencubit lengannya, Aidan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. Gara-gara pertanyaan kekasihnya itu, perutnya sakit kebanyakan tertawa. Bukan karena dia membayangkan hal-hal yang dimaksud Gladys tapi tertawa karena melihat wajah menggemaskan kekasihnya yang menodong jawaban.
"Terus, kalau misal nantinya aku takdirnya meninggal duluan di usia pernikahan kita yang mungkin masih seumur jagung, kamu akan nikah lagi? Sama Dokter Selena mungkin," Pertanyaan itu muncul seketika dari mulut Gladys ingin mendengar jawaban langsung dari Aidan.
"Menurut kamu?" tanya Aidan lagi dengan senyumnya yang menggembang.
Karena kesal tak dijawab oleh Aidan, Gladys memgerucutkan bibirnya lagi, "Menurut kamu menurut kamu terus ... Kamu yang aku tanya, jangan tanya balik menurut aku," gerutu Gladys.
"Aku mau tau terlebih dahulu perspektif dari kamu mengenai pertanyaan itu," jawab Aidan.
Gladys sempat berpikir sejenak saat ingin menjawab pertanyaannya sendiri. Dan dia sangat yakin jawabannya memang benar, "Menurut aku ... iya, soalnya fakta kebanyakan di luar sana. Laki-laki kalau misal ditinggal istrinya meninggal duluan, dia tetep butuh penyaluran kebutuhan biologisnya. Laki-laki nggak ada masa menopause. Kebutuhan biologis tetap berjalan kan? Apalagi kalau laki-lakinya masih kuat, bisa jadi keinginan untuk menikah ada."
"Kuat gimana maksudnya?" tanya Aidan balik. Ya sebenarnya dia paham hanya saja ingin membolak-balikkan pertanyaan Gladys.
"Kuat ... Ya kuat ...." tutur Gladys yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Karena dia malu menjelaskannya ke Aidan. Sebenarnya yang mikir kemana-mana itu Gladys, "Nggak tau ah kok jadi belok kesitu lagi sih pembahasannya ...."
Lagi-lagi Aidan tak bisa menyembunyikan tawanya. Iya, pipi Gladys bersemu merah saat bertatapan dengan mata Aidan. Terlihat sekali dari sorot mata Aidan, "Iya, mungkin sebagian laki-laki kalau di posisi itu ada yang berniat menikah lagi. Perlu diingat! Tidak semua laki-laki. Walaupun dia logikanya ingin menyalurkan kebutuhan biologisnya, tapi kalau dia masih menyimpan cinta istrinya yang meninggal, aku rasa sulit buat nikah lagi. Karena bayang-bayang istrinya lebih berat dari pada harus mencintai wanita lain."
"Aku orangnya sulit jatuh cinta Dis! Kalaupun jatuh cinta sama orang baru perlu waktu," tambah Aidan lagi berusaha menjawab pertanyaan Gladys dengan jelas.
Tapi namanya juga perempuan. Ada saja yang ditanyakan. Sampai Aidan kuwalahan meresponnya karena Gladys sedari tadi melontarkan pertanyaan yang tak biasa ditanyakan kebanyakan perempuan, "Berarti kamu butuh waktu buat jatuh cinta sama orang lain kalau aku meninggal duluan? Kan kamu tadi bilangnya butuh waktu kalau jatuh cinta sama perempuan," sahut Gladys lagi.
"Bukan begitu maksudnya, Say—" Kalimat dari Aidan tiba-tiba terpotong saat panggilan dari Mamanya menyeru di balik pintu ruangan.
"Aidan," panggil Mamanya. Sontak Aidan dan Gladys menoleh secara bersamaan.
"Mama," jawab Aidan yang melihat Papa dan Mamanya berjalan ke arahnya.
Gladys ikut berdiri memberikan senyum sopannya pada Mama dan Papa Aidan. Tak lupa dia juga berdiri agar posisinya sejajar dengan orang tua Aidan. Rasanya tak sopan jika orang tua Aidan berdiri, dia malah dengan enaknya duduk.
"Mama tadi beli tisu basah sama tisu kering, terus beli keperluan air segala macem. Pokoknya hari ini Mama jaga kamu disini. Mama nggak pulang, nanti baju ganti Mama biar dibawain adek-adek kamu," seru Mama Ayana.
Papa Jefri mengizinkan istrinya untuk menjaga Sang Anak di rumah sakit. Dia juga belum bisa maksimal menjaga Aidan karena pekerjaannya masih banyak yang belum diselesaikan, "Kamu jangan telat makan ya? Nanti kalau ada apa-apa telfon aku. Perlu apa-apa telfon aku juga," serunya pada Mama Ayana.
"Iya Sayang," sahut Mama Ayana.
Saat bibir Dokter Jefri mendarat di kening Mama Ayana sejujurnya Gladys sangat iri pemandangan itu. Ya kan? Dia sudah lama tak menyaksikan hal itu terjadi pada Mama dan Papanya. Bibirnya hanya bisa tersenyum getir ketika melihat pemandangan itu terjadi di depan matanya sendiri saat ini.
Entahlah ... tak usah dibahas. Sudah menjadi takdir Gladys bahwa Papanya memang sudah berbeda alam dengannya. Tak akan bisa menyaksikan hal itu lagi sampai kapanpun.
Gladys terperanjat saat lamunannya buyar seketika karena sentuhan tangan Aidan yang mengejutkannya, "Ada apa? Kenapa ngelamun?" tanyanya pada Gladys.
Bersambung ...
Yes, sebentar lagi klimaks wkwkw. Siapin ember ya pemirsahh!! Kita nangis darah bareng-bareng wkwkwkw
Komen dulu dong ah wkwkw yang banyak yuks sampe 100 komen nanti aku update lagi biar cepet sampai naangiss darah wkwkw
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top