Part 22 - Pudar
Pencet love dulu, komen spam line, dan rekomendasiin ke tetangga sekitar kalau ada cerita Pak Aidan dan Miss Gladys disini wkwkwk. Happy reading tolong mulutnya diam dan jarinya jangan lupa mengumpat wkwkwkw tidak boleh bestai wkwkw
💓💓💓
"Zio!" teriak Gladys saat dirinya melihat Zio yang tersungkur di atas aspal tempat parkiran. Untung saja tak ada mobil yang lewat. Gladys sontak berlari ke arah laki-laki kecil itu, disusul oleh Aidan yang lari di belakangnya karena panik Zio menangis.
"Lutut Zio beldalah," rengek anak kecil itu saat dia masih dalam posisi tersungkur.
Tangan Gladys spontan membangunkan Zio agar posisinya duduk di pangkuannya. Saat dia ingin melihat kondisi lutut dari anak kecil itu, netranya sedikit pening melihat darah Zio yang ada di sekitar lututnya. Gladys seakan terbayang darah Papanya saat kecelakaan dulu.
"Bawa ke mobil. Di mobil ada kotak P3K," seru Aidan saat ia memindahkan Zio yang ada di pangkuan Gladys ke dalam gendongannya.
Tak bisa dipungkiri, rasa bersalah teramat dalam hadir dalam batin Aidan karena laki-laki kecil itu saat ini terluka. Sisi rapuhnya terlihat ketika kedua bola matanya menangkap anak kecil itu menangis dalam gendongannya. Aidan benci melihat Zio menangis karena dia sendiri pun belum tentu kuat, "Sakit," rintih Zio pelan.
"Iya ... Iya ... Nanti obati. Zio sabar dulu ya?" tenangnya pada Zio. Aidan berusaha menenangkan keponakannya yang merengek kesakitan dalam gendongannya. Sedikit berlari, dia mempercepat jalannya agar sampai di dalam mobilnya. Gladys yang di belakangnya, masih ikut panik karena Zio tak menghentikan tangisannya.
"Balonnya hilang," rengek anak kecil itu lagi saat ada dalam gendongan Aidan. Anak kecil itu masih mengingat balon yang dia miliki terbang bebas ketika dia tersungkur di atas aspal.
Aidan menggelengkan kepalanya pelan sembari pura-pura terkekeh di hadapan Zio, "Nggak papa. Nanti beli lagi sama Om Aidan," ucapnya membujuk anak itu.
Saat sampai di depan mobilnya yang terparkir, sorot mata Aidan mengisyaratkan Gladys untuk membuka kunci mobil miliknya karena dia kesulitan membuka saat dia menggendong Zio, "Sakit," rintih Zio lagi.
"Iya, sabar ya?" Gladys mencoba untuk menggantikan Aidan menggendong Zio. Sedangkan Aidan mengambil kotak obat yang tersimpan di dashboard mobilnya.
Satu pintu depan terbuka lebar. Dan Aidan meminta Gladys untuk duduk disana sembari memangku Zio yang menangis kesakitan, sedangkan dirinya berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan lutut Gladys yang memangku Zio.
Perlahan sedikit demi sedikit tangan Aidan membersihkan luka Zio dan mengoleskannya salep antiseptik. Anak kecil itu sedikit kesakitan. Dalam gendongan Gladys pun dia tak henti-hentinya menangis. Gladys yang tak tega ikut mengusap-usap kepala Zio agar anak itu sedikit tenang ketika diobati Aidan, "Sakit ... Lutut Zio beldalah," ucapnya menangis kesakitan.
"Iya. Ini diobati sama Om Aidan biar cepet sembuh," seru Aidan membalas rengekan dari Zio.
Usai mengobati lutut keponakannya, bibir Aidan meniup pelan luka yang baru saja dia obati, "Ini nggak papa. Habis ini sembuh. Jagoan Om katanya nggak pernah nangis? Nanti habis ini langsung sembuh. Terus main sama Om Aidan lagi beli balon yang baru," bujuknya.
"Nah ... Udah sembuh. Udah selesai diobati. Nanti Miss Gladys juga ikut main balon-balonan sama Zio lagi," Gladys ikut menghibur Zio yang saat ini masih menangis memeluknya. Mungkin, perih yang bersumber dari lututnya tak kunjung hilang, hal itu yang membuat Zio masih menangis kesakitan.
"Ayo balik ke dalam!" ucap Aidan mengarah ke Gladys.
Mendengar kalimat dari Aidan, Gladys sebenarnya masih berat untuk kembali kesana lagi. Bagaimanapun juga itu bukan acaranya. Dia tak nyaman. Toh, yang ada disana hanya keluarga Aidan dan keluarga Selena saja. Gladys sedikit iri saat keluarga mereka lengkap, sedangkan dia tak bisa seperti itu lagi. Papanya telah tiada dan Mamanya ada di kampung halaman yang jauh dari Gladys.
"Saya antar sampai lift aja. Itu acara Pak Aidan. Kayaknya saya salah acara ikut ke resort ini. Bukan keluarga saya. Saya dandan begini, kayak saya yang punya acara aja. Padahal bukan. Nanti pulangnya saya naik ojek online nggak papa," ungkapnya merespon ajakan dari Aidan.
Tatapan Aidan reflek menatap manik-manik mata milik Gladys. Entah, rasanya tak nyaman jika dia yang menjemput Gladys tapi pulangnya membiarkan Gladys naik kendaraan umum, "Saya yang jemput kamu. Saya juga yang antar kamu pulang nanti!"
Gladys menggelengkan kepala pelan sembari tersenyum tipis ke arah Aidan, "Nggak papa. Lagian disini ojek online aksesnya lancar," jawabnya pada Aidan. Berharap dia tak memberatkan Aidan lagi untuk mengantarkannya pulang. Karena dia juga sebenarnya bisa pulang sendiri.
Tapi Aidan masih tak membiarkan perempuan itu pulang sendiri. Dia merasa tak tanggung jawab jika membiarkan Gladys naik kendaraan umum sendiri, "Pet care tempat kerja kamu nggak ada asuransi keselamatan naik kendaraan umum malam-malam seperti ini. Kalau kamu kenapa-napa, saya nggak bisa tanggung jawab. Saya antar kamu pulang karena saya nggak mau dianggap atasan yang nggak bertanggung jawab."
"Saya minta tolong, bantu saya bawa Zio masuk ke dalam dulu, setelah itu saya antar kamu pulang!" serunya lagi ke arah Gladys.
Gladys belum membuka suara, tapi tiba-tiba seorang perempuan datang menghampiri Aidan dan Gladys. Sorot mata tajam dari perempuan itu terlihat jelas. Perempuan itu sedang menahan amarahnya saat ini, "Aidan!" bentaknya.
Aidan spontan menoleh ke arah perempuan yang baru saja memanggilnya keras. Ternyata perempuan itu adalah kembarannya, "Aviola?"
Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Aidan. Gladys terhenyak. Dia sedikit cemas melihat tatapan Aviola yang penuh amarah saat ini, "Lo kenapa nggak bilang ke gue langsung kalau Zio habis jatuh?" sentaknya pada Aidan.
Bukan kesakitan karena dia memperoleh tamparan dari Aviola, Aidan bingung mengapa Aviola langsung tahu anaknya terjatuh? Padahal Aidan sama sekali belum memberitahunya. Apakah Aviola diam-diam menyusul Zio? Tapi tak mungkin Aviola menyusul Zio. Lantas tahu dari mana Aviola? Sampai kembarannya itu salah paham seperti ini.
"Mana anak gue?" bentaknya pada Aidan lagi. Sedangkan Zio saat ini masih menangis di pangkuan Gladys.
Gladys pun kena tatapan tajam dari Aviola. Bahkan, dia tak enak saat membalas tatapan dari Aviola karena yang diamanahi untuk menjaga Zio pun juga dirinya. Dan saat ini Zio terluka dalam pangkuannya, "Zio sini sama Mama!" seru Aviola merebut Zio dari Gladys.
"Vi, kamu hamil. Biar Zio sama gue. Lo jangan banyak—"
Aviola sontak memotong ucapan dari Aidan. Perempuan itu sama sekali tak ingin mendengar penjelasan dari kembarannya karena kekhawatirannya pada Sang Anak jauh lebih besar. Terlihat bahwa dua kelopak matanya itu sedikit mengeluarkan cairan bening dari sana, "Kenapa Zio sampai jatuh?"
"Kenapa Miss Gladys teledor? Saya titip Zio buat dijaga sebentar. Tapi kenapa Miss Gladys lalai dan nggak bisa diamanahi?" seru Aviola mengarah ke Gladys usai dirinya menampar Aidan.
Aviola menahan tangisnya saat dia menggendong Zio. Entah, tak peduli dengan kehamilannya saat ini, dia memeluk Zio dalam gendongannya. Sampai Sang Suami spontan menarik Zio pindah ke dalam tangannya. Entah tahu dari mana juga, Bagaskara ternyata ikut menyusul istrinya.
"Vi ... Biar aku yang ngomong sama Aidan. Kamu nggak perlu—"
Ucapan dari Sang Suami pun ikut dipotong juga oleh Aviola. Tangisnya pecah bersamaan dengan tangis Zio yang juga pecah. Zio bahkan tak begitu paham dengan pertengkaran orang dewasa yang ada di hadapannya saat ini. Dia menangis karena melihat Sang Mama menangis di hadapannya.
"Apanya sih yang nggak perlu, Mas? Mau ngomong apalagi sama orang yang susah diamanahi? Anak kita jatuh. Aku sebagai Ibu wajar khawatir sama dia. Zio sering sakit. Kamu tahu sendiri imun dia nggak seperti anak-anak pada umumnya. Aku wajar khawatir. Aku nggak mau dia membahayakan tubuhnya sendiri. Apalagi yang membahayakan orang lain," ungkap Aviola.
Aidan benar-benar tak paham dengan ucapan Aviola yang seakan menyudutkan Gladys ataupun dirinya pada kalimat terakhir. Mungkin jika dirinya yang disalahkan. Dia bisa menerimanya. Tapi Gladys? Gladys tak salah apa-apa, "Zio tadi jatuh mau ngejar balon yang dia beli. Jadi kamu jangan salah paham salahin Gladys."
Saat ini emosional Aviola masih tak baik-baik saja karena kehamilannya. Sebagai Ibu pun Aviola wajar khawatir dengan kondisi anaknya. Namun ucapan Aviola tadi yang menyudutkan, membuat Aidan seakan bertanya, ada apa dengan Aviola? Sebelumnya dia tak pernah mengenal kembarannya menuturkan kata menyakitkan seperti ini.
"Terus salahin siapa? Lo mau disalahin terus? Gue hamil, Dan! Harusnya lo paham kondisi gue yang nggak bisa jaga Zio. Lo gue amanahin buat jaga anak gue. Kenapa lo ikutan teledor? Anak gue sering sakit, lo tau sendiri faktanya begitu. Kenapa lo jadi teledor gini? Lo sebenernya ngapain aja sih sampai ngebiarin Zio jatuh? Sengaja lo mau anak gue celaka? Iya?" tandas Aviola lagi pada Aidan.
Aidan paham kondisi Zio dulu yang sempat dirawat di rumah sakit, tapi dia sama sekali tak ada niatan untuk mencelakai Zio. Apalagi Gladys. Gladys malah tak pernah ada niat buruk mencelakai murid kesayangannya, "Vi ... Apa yang kamu—"
Tetap. Aviola masih tak mau mendengar penjelasan dari Aidan. Tatapannya sama sekali tak merespon Aidan, "Ayo kita pulang, Mas! Aku nggak mau disini lama-lama. Zio butuh istirahat. Setelah ini Zio nggak perlu les private di rumah Mama. Aku mau daftarin Zio les di rumah aja dengan guru yang berbeda. Aku yang jaga dia sendiri di rumah."
"Miss Gladys!" rengek Zio saat dirinya masih ada dalam gendongan Papanya. Gladys ingin menggendong anak itu tapi kedua orang tuanya sangat cepat membawanya. Hal itu membuat dirinya menghela napas sesak saat kejadiannya berakhir seperti ini.
Kedua bola mata Gladys berpapasan dengan Aidan yang ternyata juga menatapnya. Gladys sontak menunduk pelan sembari mengusap wajahnya kasar karena saat ini dia bingung harus melakukan apa. Menjelaskan panjang lebar juga tak akan mengubah suasana hati Aviola.
"Itu Aviola sama Bagaskara, Pa! Ayo langsung ke mobil. Kejar mereka. Mama cemas kalo Zio masuk rumah sakit lagi," seru Mama Ayana yang tiba-tiba datang menyusul Aidan di parkiran.
Aidan sendiri pun bingung, keluarganya satu-persatu mengetahui sebelum dia memberitahu terlebih dahulu. Bahkan Mamanya ikut panik ketika melihat Aviola dan Bagaskara tergesa-gesa masuk ke dalam mobilnya.
"Aidan, Papa sama Mama ke rumah Aviola dulu! Nanti kamu harus nyusul kesana! Masalah adik kamu harus kamu selesaikan. Jangan ada konflik antara kamu sama adik kamu sendiri!" ucap Papanya pada Aidan yang berdiri mematung di depan mobilnya. Sedangkan Papanya hanya menepuk pundaknya sembari melewati dirinya yang berdiri.
Mamanya tak menyapanya. Dia juga melewatinya begitu saja. Bak orang asing yang tak mengenal. Sepertinya semua orang sudah mengetahuinya. Entah dari siapa Aidan pun juga tau tahu. Buktinya semua keluarganya keluar dari resort, "Ayo ikut ke rumah Aviola!" seru Aidan pada Gladys.
Tapi saat Aidan ingin membuka pintu mobilnya, tangannya tertahan oleh genggaman tangan seseorang, "Aidan, Tante ikut khawatir dengan keadaan Zio. Kalau bukan Selena yang melihat Zio jatuh dan langsung cekatan bilang ke kami, semuanya nggak tau."
"Tante Hapsari paham perasaan Aviola. Mungkin Aviola seperti itu tadi karena dia khawatir. Tante juga seorang Ibu. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, jangan pernah ada konflik batin antara kamu sama kembaran kamu. Dia satu darah sama kamu. Semoga hubungan kalian tetap baik-baik. Tante yakin Aviola bukan pendendam, dia cuma terpengaruh emosionalnya saja," jelasnya pada Aidan panjang lebar.
Bibir wanita paruh baya itu tersungging manis di hadapan Aidan. Sontak membuat Gladys pun ikut mengurungkan niatnya masuk ke dalam mobil Aidan. Gladys dengan sopan berjalan ke arah Aidan dan Mama Selena. Dia juga tak bisa bersikap semena-mena saat ini mengingat beberapa jam yang lalu, ucapan wanita itu sedikit melukainya.
Tak ada waktu untuk membenci bagi Gladys saat ini. Karena kondisinya tak baik-baik saja. Keluarga Aidan hampir hancur. Bahkan pekerjaannya sebagai guru les pun ikut terombang-ambing tak tahu arahnya nanti.
"Selena punya kenalan dokter anak yang bagus di Singapore. Kalau butuh apa-apa, kabari Tante atau Selena. Kesehatan Zio juga harus dijaga, kasihan dia. Tante udah dapat cerita banyak tentang Zio dari Bu Ayana tadi waktu ngobrol di resort. Tante harap kamu mempertimbangkan niat baik Tante demi Zio," ungkap wanita paruh baya itu lagi ke arah Aidan.
Aidan yang tak mau memperpanjang masalah, hanya bisa berucap terima kasih saat ini. Entahlah, pikirannya saat ini tak tenang karena Zio. Gelisah sekaligus cemas bercampur dalam dadanya, "Makasih tawarannya, Tante! Kalau begitu saya—"
Tangan wanita paruh baya itu menyentuh kulit Aidan lagi, Aidan sontak mengerutkan dahinya kembali, "Dan! Setelah ini kamu mau kemana?" tanyanya pelan pada Aidan.
Tatapan wanita paruh baya itu mengarah ke Gladys sekilas. Dia sendirian saat ini karena Selena menunggunya di mobil, "Kalau nggak keberatan, kamu bareng Selena. Di apotik milik Om Fadli ada vitamin anak, nanti Tante hubungi Om Fadli ambil vitamin yang mana. Kamu sama Selena yang ambil disana. Kadang Tante kalau lihat Zio, kasihan kalau denger cerita dari Bu Ayana."
Selepas mengucapkan kalimat itu, manik-manik mata wanita itu mengarah ke Gladys sembari tersenyum, "Miss Gladys kalau nggak keberatan, pakai aplikasi saya aja nanti saya pesankan ojek online. Biar Nak Aidan sama Selena ambil vitamin buat Zio di apotek Om Fadli."
"Bukan apa-apa, Tante cuma khawatir aja sama kondisi Zio setelah tahu cerita dari Bu Ayana dan Nak Aviola. Mumpung Om Fadli ada di rumah, istrinya Om Fadli dokter anak, barangkali bisa bantu. Nak Aidan kesana aja sama Selena biar Selena yang menjelaskan ke Om Fadli," tambahnya mengucapkan rentetan kalimat itu ke arah Aidan dan Gladys.
"Tante sebenarnya nggak keberatan anter Miss Gladys pulang, tapi malam ini Tante ada janji lain sama suami Tante. Tante nggak keberatan pesankan pesankan Miss Gladys ojek online. Takut kemalaman. Biar Miss Gladys juga istirahat di rumah," seru wanita itu lagi.
"Bagaimana Nak Aidan dan Miss Gladys? Pertimbangkan saran Tante, Tante khawatir banget sama Zio," tanyanya meminta persetujuan pada Aidan dan Gladys.
Bersambung ....
Janji gak prot prot mulutnya wkwkwkw
Nih udah di update kemarin aku sibuk banget jadi gabisa update. Makanya aku tinggal 5-6 hari wkwkkw.
Hayo ini Zio kenapa?
Oke spoiler mumpung udah part 20 ke atas, pokoknya ending asoy dah wkwk buat yang belum mengenal tokohnya, bisa dibaca di lapak mereka masing-masing ya mulai dari Lapaknya Mak nya Aidan sampai mantannya bapaknya Aidan wkwkw. Canda wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top