Part 18 - Pizza Misterius dari Prasetiyo
Gara-gara ucapan Zio kemarin, selama bertemu Gladys, Aidan jadi ikut canggung sendiri. Mungkin Gladys tak merasa ada apa-apa, tapi bagi Aidan? Aidan jadi tak bisa leluasa berbicara dengan perempuan itu. Selalu diselimuti rasa canggung saat bertukar ucapan. Padahal, dia mengaku tak ada perasaan apa-apa.
Entahlah. Lihat saja ke depannya. Apakah perasaan Aidan begitu cepat tumbuh pada guru les Zio? Atau, dia masih berkubang dengan keputusannya untuk menerima tawaran perjodohan dari orang tuanya?
Hari ini Gladys tak ada jadwal mengajar. Tapi, dia kebetulan bersama dengan Aidan dalam satu mobil. Pagi-pagi di hari Minggu Aidan mengajak Gladys ke pet care miliknya. Dia sebagai dokter hewan penanggung jawab klinik. Dan karena pet nurse di kliniknya kurang, dia menawari Gladys untuk ikut training sebelum bekerja dengannya.
Jangan tanya apakah keluarga Aidan tau atau tidak Gladys terlibat di satu bidang kerja dengan Aidan? Keluarga Aidan satupun tak ada yang tau. Karena Aidan tak begitu sering menceritakan apa-apa tentangnya di keluarga besarnya, "Hari ini saya mau ajak kamu ke pet care makanya saya jemput kamu pagi-pagi. Kalau siang sama sore saya ada urusan."
Gladys masih bertanya-tanya apakah dirinya langsung ketrima kerja atau harus interview. Karena sejujurnya, ini rejeki nomplok. Seumur hidup baru kali ini dapat kerja lewat orang dalam, "Saya beneran ketrima Pak? Nggak ada test interview atau semacamnya?"
Aidan menoleh ke arah Gladys saat Gladys sudah lebih dulu percaya diri padahal dia harus masuk masa training terlebih dahulu sebelum bekerja, "Belum ketrima sepenuhnya. Jangan GR dulu! Kamu nanti masuk ke tahap training, baru resmi bekerja," jawabnya pada Gladys.
Gladys mengerucutkan bibirnya saat Aidan mematahkan semangatnya, "Kirain langsung Pak. Soalnya Bapak pagi-pagi ngajak saya pergi. Ya saya kira saya langsung kerja."
"Kamu di klinik kan belum adaptasi sama lingkungan. Jadi tetep harus masuk masa training sebelum resmi bekerja. Kalau kinerja kamu nggak bagus ya saya harus terpaksa berhentikan kamu dari klinik saya," sahut Aidan sembari tangannya masih fokus menyetir.
Saat mobil Aidan masuk ke dalam area klinik hewan miliknya, kedua bola mata Gladys membulat sempurna, "Oh ini pet care-nya. Kalau ini mah saya sering lewat sini. Tapi nggak pernah masuk soalnya nggak tau juga mau ngapain masuk. Tapi pernah sekali nunggu temen di parkiran waktu temen saya beli makanan kucing disini. Disini ada pet shop-nya kan?"
"Ada," jawab Aidan sambil tangannya lihai memarkir mobilnya.
Aidan lebih dulu turun dari mobil disusul oleh Gladys. Kedua tangan Aidan merogoh saku tempat persembunyian kunci kliniknya sebelum ia membuka klinik itu. Gladys sedari tadi hanya mengekor di belakang Aidan, "Silahkan masuk!"
Saat Aidan masuk ke dalam klinik itu diikuti oleh Gladys, dia mengerutkan dahinya ketika salah satu pegawai kliniknya masuk ke dalam sembari tersenyum ke arahnya, "Cindy!" panggilnya.
Dia kira, Cindy tak datang ke klinik karena hari ini kebetulan klinik tutup. Oh iya, Cindy bekerja dengan Aidan sudah hampir tiga tahun. Klinik itu tergolong baru, Aidan dan rekannya yang mendirikannya. Dan Cindy, dia salah satu pegawai pertama yang direkrut oleh teman Aidan.
"Dokter Aidan ngapain? Ada keperluan kah? Atau ada barang yang ketinggalan?" tanyanya pada Aidan saat tahu Aidan ada di klinik di hari libur seperti ini.
Bibir Aidan tersungging. Dia menggeleng sembari sorot matanya melirik ke arah Gladys, "Nggak. Saya cuma antar Gladys kesini. Ini Gladys. Rekan kamu kerja nanti. Kamu bisa minta bantuan ke Gladys untuk bantu kerjaan kamu yang kurang. Terus saya minta kamu tolong ajari dia grooming hewan ya besok?"
"Baik Dok!" jawab Cindy mengangguk.
"Saya ambil nota di laci ya, Dok? Mau ambil dry food sama wet food yang udah kita pesen buat ditaruh di pet shop," izin Cindy sebelum dia mengambil nota barang.
"Kamu bisa bawa barang sendiri? Perlu bantuan?" tanya Aidan menawarkan bantuan.
Tapi Cindy menggeleng, "Nggak perlu. Saya bawa temen soalnya. Tenang aja. Besok saya bawa barangnya tepat waktu kok sebelum stok di pet shop habis," jawabnya pada Aidan yang dibalas Aidan dengan anggukan mengerti.
Usai Cindy mengambil nota di laci meja, dia pamit lagi ke Aidan sebelum dia meninggalkan ruangan. Kini tersisa hanya Aidan dan Gladys saja di ruangan, "Itu tadi Cindy, yang bakalan nemenin kamu kerja besok. Untuk 1-4 bulan mendatang, kamu diajari dia sampai bisa, baru kamu bisa dikatakan bekerja disini. Untuk fee dan sistem kerjanya biar Cindy yang jelasin besok," ungkapnya pada Gladys sembari kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.
"Iya Pak," jawab Gladys dengan kepala mengangguk pelan.
Sorot mata Gladys seketika mengarah ke deretan kandang kucing yang telah terisi hewan peliharaan. Entah, sepertinya hewan-hewan itu adalah hewan titipan. Gladys sudah bisa menebaknya, ada beberapa hewan yang tengah menjalani perawatan karena sakit dan mungkin ada beberapa hewan yang sengaja dititipkan di klinik karena ditinggal oleh pemiliknya ke luar kota.
"Pak, itu yang coklat lagi sakit ya?" tanyanya pada Aidan.
Aidan mengangguk sembari berjalan mendekat ke arah kandang tempat hewan yang dimaksud oleh Gladys. Seketika Gladys juga ikut berjalan ke arah sana mengikuti Aidan, "Iya. Yang itu namanya Choco," jawabnya.
"Dia kenapa?" tanya Gladys saat melihat Aidan berjongkok mensejajarkan tingginya dengan kandang itu agar lebih leluasa melihat Choco, salah satu kucing di klinik dengan jenis ras campuran Persia-Domestik berwarna coklat muda dan di lehernya terdapat garis berwarna hitam.
"Mungkin pemiliknya belum tau kalau obat manusia nggak bisa dikonsumsi oleh hewan tanpa konsultasi ke dokter dulu. Dia mengkonsumsi Paracetamol. Gak semua obat manusia itu bisa dikonsumsi oleh hewan. Obat Paracetamol bisa beracun jika dikonsumsi kucing karena kucing tidak memiliki enzim glucoronil transferase yang berfungsi dalam metabolisme. Karena tidak maksimal di dalam tubuh, jadinya muncul metabolik toksik," jelas Aidan pada Gladys yang hanya modal mangut-mangut mengerti.
"Gejalanya bisa ditandai depresi, salivasi, wajah membengkak, urin kecoklatan, mukosa mulut, sampai mata kuning. Kalau udah parah bisa berujung kematian," tambah laki-laki itu lagi saat menjelaskan ke Gladys.
"Kasihan juga. Dia jadi murung gitu di kandang," sahut Gladys ingin mengelus-elus pucuk kepala kucing itu tapi terhalang oleh kandang yang tak bisa dibuka.
Gladys tampak berjongkok di samping Aidan. Jemari lentiknya mencoba untuk mengusap pelan kandang kucing itu dan mulutnya seakan berbicara dengan hewan yang ada di hadapannya saat ini, "Kamu sakit, ya? Makan yang banyak ya, Meng? Aku bantu kamu sembuh besok," ungkapnya pada kucing itu.
Aidan reflek ikut tersenyum saat mendengar Gladys seolah-olah berbicara dengan binatang itu, "Besok. Kalau kamu butuh penjelasan tentang kucing-kucing yang ada di klinik, kamu bisa tanya ke Cindy kalau misalkan saya sibuk," serunya.
Saat Gladys masih asik berbicara dengan kucing-kucing yang ada di klinik, Aidan perlahan beranjak berdiri dari duduknya, "Saya ke ruangan dulu! Kalau misal ada yang perlu kamu tanyakan, kamu bisa tanya Cindy!" serunya lagi pada Gladys sebelum dirinya masuk ke dalam ruangannya.
"Makasih banyak, Pak!" sahut Gladys menoleh ke Aidan. Dan ucapan terima kasih itu dibalas Aidan dengan anggukan.
Ruangan Aidan hanya terpisahkan sekat tirai kain sebagai pintunya. Dia tersenyum sebelum langkahnya masuk ke dalam tirai itu. Oh yang jelas saat Aidan tersenyum, dia tak menatap Gladys. Hanya mengatakan kalimat, "Sama-sama."
Melihat Aidan yang masuk ke dalam ruangannya, saat ini Gladys hanya bersama hewan-hewan yang ada di kandangnya masing-masing, asik melihat hewan-hewan lucu itu, perutnya tiba-tiba berbunyi ingin disuapi beberapa makanan sebagai pengganjal. Maklum, Gladys sendiri belum sarapan. Mana sempat? Aidan menjemputnya jam delapan pagi, dan biasanya dia memang jarang sarapan pagi. Ya jadinya langsung pergi tanpa menyuapi mulutnya dengan sesuap nasi.
"Jadi laper," celetuk Gladys.
"Makan apa ya nanti setelah ini? Kayaknya Pizza enak juga dimakan jam segini. Tapi kayaknya nggak dulu deh, uangnya tinggal dikit. Mana kosan masih nunggak dua bulan," serunya berbicara sendiri.
"Ayam geprek aja lah, pizza duitnya gak cukup. Kapan-kapan aja kalo gajian," Gladys mencoba untuk membuka aplikasi pesan antar yang ada di ponselnya.
Beberapa menit netranya berkubang membaca menu-menu yang ada di aplikasi tersebut. Otaknya berpikir kesekian kalinya saat ingin memencet tombol pesan. Pasalnya, promo di aplikasi tidak tersedia. Gladys merasa rugi kalau pesan makanan tak ada promo sama sekali. Sayang uangnya. Dan akhirnya tak jadi pesan.
"Nunggu nanti aja lah, pesen di warteg pinggir kosan lebih murah. Dari pada pesen di aplikasi nggak ada promo sama sekali. Saldo gue berkurang banyak dong," serunya menggerutu.
Karena tak jadi pesan, akhirnya Gladys hanya menggeser-geser menu makanan di aplikasi tanpa memesannya sedikitpun. Banyak menit yang terbuang hanya karena mencari promo di lain aplikasi. Ternyata sama saja. Aplikasi satu dan lainnya tak ada promo yang mendukung. Berkali-kali bibir Gladys berdecak sebal. Perutnya tak bisa diajak kompromi, uangnya pun juga sama.
"Permisi!" seru seseorang dari luar pintu klinik.
Sebelum memutuskan untuk membuka pintu klinik, Gladys menoleh ke arah ruangan Aidan yang tirainya masih tertutup. Ingin memanggil Aidan tapi takut Aidan masih sibuk. Alhasil, dirinya sendiri yang berniat membukakan pintu klinik, "Iya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Gladys pada bapak-bapak paruh baya yang ada di hadapannya saat ini.
"Mbak Febiola Ananta Gladys?" tanyanya pada Gladys. Laki-laki paruh baya itu memakai setelan jaket berwarna hijau khas aplikasi pesan antar, kedua tangannya membawa bingkisan yang entah Gladys sendiripun tak tahu itu isinya apa.
"Iya saya sendiri, Pak! Ada apa?" tanya Gladys.
Laki-laki paruh baya itu mengulurkan Tote bag ke arah Gladys, "Ini pesanan makanannya," serunya.
Gladys menautkan kedua alis tebalnya. Bingung dengan laki-laki paruh baya yang tiba-tiba memberikannya Tote bag berisi makanan, "Makanan dari siapa? Kebetulan saya nggak order makanan, Pak!" jawabnya pada Bapak itu.
"Tapi ini tulisannya, makanan untuk Mbak Gladys," ungkap Bapak itu sembari membaca tulisan pesan dari customernya.
Gladys sama sekali tak merasa menekan tombol pesan tadi. Dia juga memastikan lagi di ponselnya. Dan memang sama sekali tak order makanan apapun, "Saya nggak order Pak! Di aplikasi bapak, nama customernya siapa?" tanya Gladys.
Laki-laki itu tampak mengeja nama customer yang order makanan melaluinya, "Prasetiyo Utomo namanya. Dan kata customer saya ini di kolom chat, kata Mas Prasetiyo ini makanan untuk Mbak Gladys tolong diantar dengan baik dan jangan sampai rusak. Kalau rusak harus ganti rugi. Berarti ini buat Mbak Gladys," Bapak itu berusaha menerangkan ke Gladys. Tapi Gladys sama sekali tak mengerti siapa Prasetiyo itu.
"Prasetiyo Utomo. Ih ... Siapa? Saya nggak kenal siap Prasetiyo. Mungkin Bapak salah orang kali. Masalahnya saya nggak punya teman namanya Prasetiyo," Gladys menggeleng penuh, memang dasarnya dia juga tak mengenal pengirim makanan itu.
"Tapi bener kok, ini alamatnya! Saya udah cek alamatnya titiknya disini. Nggak papa, Mbak! Rejeki jangan ditolak. Saya juga cuma menjalankan tugas saya sebagai driver ojol. Dari pada saya disuruh ganti rugi makanannya. Mending Mbak Gladys terima aja," paksa laki-laki itu memohon pada Gladys.
"Ya udah makasih ya, Pak! Maaf ngerepotin gara-gara Prasetiyo nih. Prasetiyo siapa lagi," seru Gladys sembari perlahan masuk ke dalam klinik itu dan kedua tangannya menenteng Tote bag berisi makanan. Gladys sendiri juga tak tahu makanan apa dari Si Prasetiyo.
"Ini siapa yang ngirim sih? Prasetiyo siapa? Nggak kenal tiba-tiba kirim makanan. Tau dari mana gue ada disini. Prasetiyo siapa sih? Bikin orang kepikiran aja. Gue taunya Prastomo tukang parkir Pasar Senen," gerutunya sembari perlahan membuka Tote bag yang ada di hadapannya itu.
"Isinya apa coba? Susah banget bukanya. Udah pakai Tote bag. Pakai kantung kresek lagi ditali. Bikin nambah kerjaan gue aja lo Prastiyo," serunya lagi.
Saat Gladys berhasil membuka simpul tali dari kantung kresek di hadapannya, kedua bola matanya spontan membulat ketika melihat isi dari kantung itu, "Anjir ... Pizza gede banget. Prasetiyo siapa lo ngaku! Bisa-bisanya ngirim pizza segede gaban," teriaknya spontan.
"Masa iya gue makan semuanya. Banyak banget, Prastiyo. Ini tukang parkir mana sih yang naksir gue sampai kirim pizza segede batu akiknya Thanos," Gladys benar-benar tak menyangka, pizza kesukaannya ada di hadapannya saat ini.
Rejeki nomplok. Sedari tadi bibirnya tak kuasa ingin segera menyambar pizza itu, "Pak Aidan. Barangkali dia mau."
Gladys berjalan ke arah tirai ruangan Aidan untuk memberikan satu kotak Pizza yang baru saja ia dapatkan itu. Dia mendapatkan kiriman dua kotak pizza dari Prasetiyo. Barangkali Aidan mau satu kotaknya, "Pak," panggilnya.
"Permisi! Saya ganggu gak? Pak?" panggilnya lagi ke arah Aidan yang belum keluar dari ruangannya.
Beberapa detik usai Gladys memanggil, Aidan perlahan keluar dari ruangannya dengan memasang wajah penuh tanya pada Gladys, "Kenapa?" tanyanya.
"Saya dapat kiriman pizza dari Prasetiyo. Saya nggak tau Prasetiyo siapa. Saya merasa nggak punya teman namanya Prasetiyo. Tiba-tiba ngirim pizza lewat ojek online. Banyak banget Pizzanya. Nanti Pak Aidan bawa satu ya? Saya emang suka Pizza tapi saya nggak sanggup kalau ngabisin sendiri," terangnya pada Aidan.
"Nggak usah. Saya nggak suka pizza. Makan aja sama Adita di Kos," jawab Aidan menolak.
"Oh iya. Baru inget punya temen di kosan. Tapi Pak Aidan beneran nggak mau? Ini pizza-nya banyak banget. Gede, kayaknya enak," sahut Gladys saat otaknya berputar kepikiran Dita di Kos tak ada makanan.
Mendengar jawaban Aidan yang menggeleng menolak pemberiannya lagi, Gladys tetap masih dirundung penasaran dengan sosok Prasetiyo. Ribuan penasaran pada sosok Prasetiyo yang telah mengirim Pizza jumbo untuknya sebenarnya sosok seperti apa? Apakah dia mengenal atau bukan? Lantas, siapa Prasetiyo?
💓💓💓
Prastiyo kang Parkir Pasar Minggu Disss wkwkwkw
Prasetiyo sama Aidan beda orang ya wkwkw hayo siapa wkwkwk
Next 200 vote? Wkwkwk ramein. Sorry ya baru absen beberapa hari soalnya Musim lebaran bikin gak konsen nulis lagi banyak tamu wkwkwk
Coba tebak siapa Prasetiyo? Yang bener aku langsung next deh wkwkwkwk nih aku mau siap-siap nulis wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top