Prepossess - 16

Ada misteri yang terbawa bersama namamu.
Entah itu masa lalu, atau bukti setebal apa dinding yang kau bangun itu.
Saat aku ingin menjadi bagian darimu, termasuk pula menghancurkan dinding rahasiamu.

🔥

Selamat membaca 😋💜💜💜

🔥


Suara gaduh dari arah depan kafe membuat Bella penasaran. Ia membawa baki berisi kue yang baru dipanggang dan mendapati Ronald bersidekap serta Jack yang bertopang dagu di belakang mesin kasir.

"Ada apa?" tanyanya. Kemudian terkesiap, "Apa yang terjadi?!" dengan nada lebih tinggi.

"Ah, Bella," Ronald mengambil alih baki di tangannya. "Hal ini sering terjadi."

Hal yang dimaksud sering terjadi itu adalah Romeo yang sedang berhadapan dengan seorang laki-laki berambut gondrong, berkacak pinggang dan menatap Romeo dengan dagu terangkat tinggi.

Tiba-tiba saja laki-laki itu melayangka pukulan ke arah Romeo, namun meleset karena Romeo melangkah mundur.

Bella menutup mulutnya. "Apa yang terjadi, Ronald?"

"Wanita itu," Ronald menunjuk seorang wanita berambut blonde di samping laki-laki yang mencoba memukul Romeo tadi. "Memutuskan pacar gondrongnya dan mengira itu karena Romeo. Padahal Romeo sendiri tidak mengenal wanita itu. Mungkin pernah datang sebagai pelanggan,"

"Berarti cuma salah paham? Aku akan menjelaskan padanya," 

Lengan Bella langsung ditahan oleh Jack. "Demi kebaikanmu, jangan ikut campur dulu."

Laki-laki gondrong itu terlihat marah dan kembali mencoba menyerang Romeo dengan pukulan. Meski Romeo bisa menghindar dengan mudah, namun Bella tetap saja cemas.  

Tangan Bella yang berkeringat saling meremas. "Apa yang harus kita lakukan?" tanyanya. Keadaan Kafe sudah sepi. Hanya beberapa orang yang masih duduk dan hanya menyaksikan tanpa ingin ikut campur.

Ronald bersidekap lalu melihat jam di tangannya. "Kita tunggu sampai Romeo sudah tidak bisa menahan kesabarannya."

"Menunggu?" Bella tidak percaya apa yang didengarnya.

"Ya," Ronald menuju mesin espresso. "Romeo akan menjadi berbahaya saat kehilangan kesabarannya. Yang jika itu terjadi, laki-laki gondrong itu bisa berakhir di meja rumah sakit. Akan menyulitkan untuk mengurus administrasinya,"

"Percayalah, Bella." Jack mengambil sebatang rokok dari saku seolah ingin menikmati pertunjukkan. "Laki-laki itu bahkan tidak akan bisa menjatuhkan Romeo."

Seperti yang dikatakan Jack, Romeo bahkan tidak terlihat kesakitan saat menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Katakan, apa yang sudah kau lakukan bersama wanita itu, hah! Kau sudah tidur dengannya?!"

Romeo tidak menjawab. Bahkan wajahnya begitu datar tanpa emosi. Laki-laki gondrong semakin tersulut amarah.

"John, John berhenti!" Si wanita mencoba menarik John. "Kau sudah menjadi bodoh dan sekarang bertindak gila!"

"Diam, Melisa! Aku bisa memukuli laki-laki ini sampai mati di sini dan tidak ada yang bisa menghalangiku termasuk kau!" Kemudian tendangan bersarang di perut Romeo, yang membuatnya membungkuk tapi hanya sesaat lalu kembali tegap.

"Itu akibatnya jika kau menggoda pacarku!"

Sambil menyugar rambutnya yang berantakan ke belakang, akhirnya Romeo bicara. "Aku bahkan tidak mengenalnya."

"Kau masih bisa berkata sombong, keparat!" rupanya John sudah tidak segan lagi. Ketika ayunan tangannya menjadi dua kali lipat lebih banyak, sang wanita tetap berusaha mencegah dengan menangkap lengan John.

"Kau benar-benar sangat bodoh. Dan sekarang kau mempermalukanku di depan semua orang! Menurutmu aku tetap akan kembali padamu? Tidak. Aku hanya akan semakin membencimu."

John yang terlihat tidak terima mendorong Melisa hingga jatuh. "Apa yang kau katakan? Bodoh? Berani-beraninya pelacur sepertimu memanggilku bodoh!" John mengangkat kakinya lalu menginjak tubuh Melisa, namun Romeo lebih dulu menarik laki-laki itu berbalik.

"Kau belum selesai memukulku." Kata Romeo. "Selesaikan dan pergi."

Jack membuang napas kasar. "Dasar sok jagoan. Kalau aku jadi Romeo, aku sudah membuatnya babak belur dalam waktu singkat."

"Itu karena Romeo bukan orang yang gegabah sepertimu." sahut Ronald.

John mengeram, merasa terhina karena Romeo yang menganggap remeh pukulannya. Oleh karena itu ia tidak berpikir panjang mendaratkan pukulan sangat keras ke arah wajah hingga membuat Romeo mundur satu langkah.

John yang dibutakan oleh emosi mengambil kursi yang berada tidak jauh dari sana, mengangkatnya tinggi ke udara bermaksud melemparkannya.

Bella tidak tahu kapan tepatnya ia mengambil nampan dari meja kasir dan berlari menghampiri Romeo. Ia tidak memikirkan tindakan itu sama sekali. Yang disadari Bella adalah ia sudah berdiri di hadapan Romeo, menodongkan nampan saji ke arah John, berharap laki-laki itu berhenti.

Akan tetapi kursi di tangan John sudah terlanjur dilempar. Lalu semuanya terjadi begitu cepat. Bella mendengar teriakan Ronald dan Jack. Juga suara patahan kayu di atas kepalanya.

Tapi Bella tidak merasakan sakit apapun di tubuhnya. Ia mendongak dan tercekat napasnya sendiri ketika melihat lengan Romeo meneteskan darah, akibat menghalangi kursi tadi agar tidak mengenainya.

Patahan-patahan kayu dari kursi jatuh tergeletak, mengartikan betapa keras benda itu mengenai Romeo.

Romeo menggeser Bella ke samping. "Jangan ikut campur." kata laki-laki itu tanpa melihat ke arahnya.

Romeo kemudian mendatangi John, Bella tidak mendengar apa yang dikatakannya namun setelahnya John mendapat satu pukulan dan tendangan lutut yang membuat laki-laki itu jatuh memegangi perut.

Terdengar seruan senang dari Ronald dan Jack yang tengah mendentingkan cangkir mereka lalu mengangkatnya tinggi ke arah Romeo.

"R-Romeo," panggil Bella.

Romeo tidak mendengarnya. Laki-laki itu menunduk untuk mencekik leher John dalam satu tangan. John terlihat kesulitan bernapas dan kedua matanya melotot. Satu tangan Romeo yang lain sudah terkepal, siap memberi hantaman.

Bella pernah melihat reaksi Romeo seperti ini. Ketika perampok yang menyudutkanya di ruangan Ronald tempo hari. Laki-laki itu seolah kehilangan kendali, padahal sejak tadi ia bisa dengan mudah mengabaikan makian yang keluar dari mulut John.

Untungnya Bella masih sempat menggapai tangan Romeo. Menggenggamnya dengan dua tangan dan membawanya turun.

"Romeo, aku mohon." Ucap Bella. "Aku mohon berhenti."

Selain karena Bella tidak menyukai perkelahian, ia juga tidak ingin Romeo terlibat masalah.

Bella masih menggenggam tangan Romeo. Dengan perlahan menariknya mundur, dan bersyukur saat laki-laki itu mau mengikutinya.

Melisa mendatangi John dan menamparnya. "Aku muak denganmu, John. Aku meninggalkanmu bukan karena orang lain. Tapi karena kau yang tidak bisa mengontrol dirinu sendiri. Kita tidak bisa lagi bersama." Setelah mengatakan itu Melisa berlari pergi.

John terlihat ingin mengejar Melisa, namun cara bagaimana laki-laki itu menatap Romeo mengatakan bahwa urusan di antara mereka belum selesai.

"A-aku akan memanggil polisi jika kau tidak pergi!" Kata Bella. "Aku bersungguh-sungguh."

Tidak mungkin karena gertakan Bella, tapi pasti karena tatapan Romeo yang terlalu dingin sekaligus tajamlah yang membuat John berdiri dari tempatnya dan berbalik pergi setelah sebelumnya meludahkan darah.

"Hei, setidaknya kau harus meminta mereka ganti rugi." Kata Ronald. Disusul tawa Jack di sebelahnya.

"Apakah ini akan selalu terjadi? Sepertinya ada magnet di dalam tubuhmu itu, Romeo. Yang membuat setiap wanita selalu mengejarmu."

Tapi tidak ada yang menganggap itu lucu, setidaknya bagi Romeo. "Apa yang kau pikirkan?" Katanya saat berbalik menghadap Bella, bernada marah dan tidak suka.

Sesuatu yang tidak diduga Bella. "A-aku membantumu."

"Kau sama sekali tidak membantu."

"Lalu kau pikir aku harus diam saja melihatmu dipukuli?"

"Ya, Bella. Kau seharusnya diam dan tidak bersikap sok pahlawan."

"O-ow." ucap Ronald dan Jack bersamaan.

Setelah godaan manis di dapur tadi, Bella tidak menyangka akan mendengar kalimat itu dari Romeo. "M-mungkin seharusnya kau tidak akan terlibat masalah jika tidak menggoda sembarang wanita."

"Skakmat." celetuk Jack.

Bella tahu Romeo tidak melakukan itu. Laki-laki itu tidak mungkin menggoda wanita karena kebiasaan diamnya. Yang terjadi selalu sebaliknya. Tapi kalimat itu sudah terlanjur terucap dan dua detik kemudian Bella sudah menyesalinya.

"Pergilah." Kata Romeo berbalik memunggunginya. Merapikan lagi meja dan kursi ke tempat semula.

Bella merasa melakukan hal yang benar. Ia pikir sebuah ucapan terima kasih akan menjadi hal wajar. Tapi Romeo justru marah karena tindakannya.

Bella masih memandangi punggung tegap Romeo, menjalar turun ke lengan laki-laki itu yang terluka. Goresan cukup panjang ada di sana. Ia mengambil kotak obat di dapur dan kembali menghalau laki-laki itu.

Bella menarik Romeo dengan susah payah. Ia menekan bahu laki-laki itu untuk duduk dan mulai mengobati luka-lukanya. 

"Tidak perlu." tolak Romeo.

"Jangan keras kepala."

"Siapa di sini yang keras kepala?"

"Aku tidak mengerti kenapa kau marah, tapi biarkan aku mengobati lukamu terlebih dulu."

"Permisi," Jack melewati mereka untuk membalik tanda buka menjadi tanda tutup. Tapi Romeo dan Bella tidak sempat memedulikannya. "Silakan lanjutkan pertengkaran kalian."

Namun selanjutnya tidak ada yang bicara. Romeo diam begitu pula Bella yang sudah membersihkan luka-luka Romeo dan sedang memberikannya obat merah.

"Kenapa aku harus selalu mengobati lukamu," gumam Bella.

"Aku tidak memintanya."

"Kau bisa saja berusaha untuk tidak terluka."

"Aku tidak bisa membaca masa depan. Dia tiba-tiba datang berteriak padaku dan memukulku."

"Tapi kau tidak berusaha membalas? Kau bisa memukul Robert kemarin, tapi tidak berani membela diri?"

"Itu masalah lain." Tatapan Romeo tertuju pada Bella. "Aku marah padamu."

"Karena niat baikku ingin membantumu?"

"Karena menempatkan diri dala bahaya tepat di depan mataku," Romeo menahan tangan Bella yang sedang menempelkan plester luka. "Laki-laki itu hampir melemparkan kursi padamu. Apa kau tidak sadar?"

Bella mulai mengerti arti kemarahan Romeo. Ia pun mulai mengingat jika sejak awal Romeo tidak meladeni kekasaran John. Ia hanya menghindar karena tidak ingin membuat masalah semakin besar. Romeo baru bereaksi setelah John hampir memukul Melisa.

Itu bukan karena kesalahanpahaman itu benar. Itu karena Romeo terlalu gentle untuk membiarkan wanita terluka.

Romeo meraih kotak obat, mengambil plester luka baru.

"Biar aku-"

"Diam."

Bella pikir plester luka itu untuk Romeo, tapi laki-laki itu membalik tangan Bella menghadap ke atas dan melingkarinya di ujung jari manisnya. 

Sepertinya jarinya tergores pisau -lagi- saat di dapur tadi. "Aku bahkan tidak menyadarinya."

"Begitulah dirimu. Terlalu ceroboh memegang pisau, tapi tidak takut mengulanginya."

Romeo bersandar di kursi dan memperhatikannya. Tangan Romeo masih memegang tangannya. Jika dilihat dengan seksama, mereka berdua terlihat menyedihkan dengan plester luka yang menutupi luka masing-masing

Di kafe yang sudah sepi itu, Bella semakin tahu apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi Romeo.

"Kenapa kau sangat takut aku terluka?"

"Kenapa aku harus membiarkannya?"

"Karena kau tidak harus peduli sejauh itu."

"Jadi aku tidak boleh peduli?"

Bella memandangi tangannya yang sedang dielus oleh jari panjang Romeo. "Apa maksudmu dengan ingin dekat denganku?"

Saat Bella mengangkat tatapannya, Romeo juga tengah melakukan hal yang sama. Sesaat laki-laki itu diam. Bibirnya terbuka, tapi tidak ada kata yang keluar melainkan suara lonceng dari pintu kafe yang berdenting terbuka. Diiringi suara hentak sepatu berhak tinggi yang masuk dengan langkah pasti.

Romeo sontak melepas tangan Bella dan bangkit berdiri seperti bahunya dipasangi tali yang kemudian ditarik paksa.

"Sepertinya wajah itu akan selalu terluka." Ucap Wanita itu setelah melepaskan kacamata hitamnya. "Sangat disayangkan, bukan?"

Suara itu feminim dan terdengar merdu, namun itu berhasil membekukan pergerakan Romeo. Wanita itu sangat cantik dengan rambut kemerahan juga pakaian mewah yang gemerlap.

Ronald dan Jack memberondong keluar dan berdiri sigap seperti prajurit siap berperang. "Kafe sudah tutup." Ronald angkat bicara. "Kau bisa pergi dan mencari tempat lain."

"Catatan. Walaupun Kafe ini buka, kau tetap tidak akan mendapatkan minuman." Sambung Jack dengan bersidekap.

"Aku tidak butuh minuman kalian," wanita itu menyampirkan rambut merah gelapnya ke belakang bahu, dengan tatapan lurus. "Aku hanya membutuhkan Romeo."

"Omong kosong." Sahut Jack.

Wanita itu tersenyum, menambah kecantikan di wajahnya. Dan dua detik setelahnya, mata wanita itu menyipit lalu menyadari keberadaan Bella.

"Lihat, siapa orang baru di sini." Katanya.

Bella baru aja akan menyebut namanya, namun Romeo menggeser tubuhnya ke depan Bella. Menghalangi pandangan wanita itu ke arahnya.

"Ada apa Romeo? Aku hanya ingin menyapa gadis di belakang punggungmu itu."

Romeo tetap diam. Tapi suara tawa terdengar dari wanita itu. Saat Bella ingin bergeser mengintip, Romeo melepaskan apronnya dengan kasar lalu berlalu dengan langkah lebar menuju ke luar.

Wanita yang masih tersenyum itu kini memasang kembali kacamatanya. "Terkadang aku sangat menyukai sikap diamnya itu." Lalu kemudian berbalik mengikuti Romeo.

Oleh karena sebagian besar dinding Kafe terbuat dari kaca, maka Bella bisa dengan jelas melihat jika Romeo dan wanita berambut merah itu memasuki mobil limosin hitam yang sama.

Sampai mobil itu menghilang, arah pandangnya masih di titik yang sama. Bergumul dengan tanya juga bingung yang menjadi satu di dalam kepala.

Akan terlalu cepat menyebut rasa penasarannya sebagai cemburu, tapi Bella tidak bisa diam saja sekarang.

🔥

Halo apa kabarrrr?

Semoga kalian tetap sehat dan bahagia. Sebelumnya, please di rumah aja sekarang ini ya. Kalo terpaksa pun harus keluar gunakan masker dan jaga jarak aman.
Kamu harus menghargai hidupmu dengan terus menjaga kesehatan.

Yoo cepet updatemya behehe
Semoga ini bisa menghibur kalian. Terima kasih sudah setia menunggu. Maaf kalo banyak typo karena jujursudah mgamtul sekali tapi aku lagi pengen update biar bisa baca komen lucu kalian 🤣

Jadi komen yang banyak ya

Vote juga deh 😋

Btw, tolong kasih tanggapan kamu sama cerita ini sampai di part ini? Butuh banget untuk pertimbangan suatu keputusan hehe

Komen di sini yaw!

Faradita
Penulis amatir yang piyamanya nggak matching




Keadaan penulis saat ini :)

Revisi : 04 oktober 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top