Prolog

Mimpi.

Bagi setiap orang, itu adalah alasan dan tujuan dalam hidup yang harus diperjuangkan. Sejak kecil, orang tua pasti mengajarkan tentang bagaimana siklus kita untuk bertahan hidup di dunia.

Dan sekarang ... adalah waktunya Sesillia. Usia 18 tahun yang telah dia nantikan sejak lama dan saat-saat dia berhasil mencapai impiannya akan segera tiba.

"Sesil, sarapan dulu!" seru ibunya.

Sesil hampir lupa. Dia cengengesan sambil melepas sepatu yang baru saja dikenakan. Sembari berjalan ke arah meja makan, Sesil memperhatikan ayah, ibu, kakak, dan kedua adiknya.

"Kak Sesil hari ini mau ujian, ya?" Mutiara duduk di sebelah Sesil, usianya hanya terpaut tiga tahun dari Sesil.

"Semangat, Dek," kata Raffi sambil mengusap puncak kepala Sesil, hal yang selalu dia lakukan untuk menyemangati adiknya.

"Yap, aku pasti bisa!" seru Sesil, diakhiri tawa oleh ayah, ibu, Raffi, dan Mutiara.

"Pokoknya doa dan fokus. Ayah yakin kamu bisa."

Sesil senang dengan kata-kata semangat dari keluarganya. Tentunya itu menjadi energi besar yang akan membantunya dalam mengerjakan soal. Yang penting, Sesil harus semangat. Dia harus mencapai impian untuk membanggakan keluarga! Sebab Sesil juga sudah mati-matian belajar selama dua bulan ini. Usaha pasti tak akan mengkhianati hasil.

Setelah selesai sarapan, Sesil berpamitan pada keluarganya. Karena jarak dari rumah ke sekolah tak begitu jauh, maka tiap harinya Sesil berangkat jalan kaki. Kali ini pun sama. Dia hendak menyebrang jalan setelah menoleh kanan kiri.

Sepi, pikir Sesil.

Baru saja melangkahkan sebelah kakinya, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi berjalan ke arahnya. Langsung saja mobil itu menghantam tubuh Sesil hingga berguling di atas aspal berkali-kali.

Rasa sakit dan terkejut melebur jadi satu hingga Sesil tak memiliki tenaga untuk membuka mata. Telinganya berdengung kuat sampai benar-benar lenyap.

"Sesil ...."

Sesil membuka matanya. Saat terbagun, dia tak lagi mendengar bisingnya orang-orang yang mengitari tubuhnya.

"Sesil ...."

Sesil mengusap wajahnya. Dia melihat kedua telapak tangannya yang berlinangan darah. Apa lukanya sungguh parah?

"Cepat panggil ambulance atau polisi!" Teriakan orang-orang bersahutan, saling membentak satu sama lain karena kondisi korban kecelakaan sangatlah parah. Bahkan sampai tulang tangannya patah dan kakinya bengkong ke belakang.

"SESIL!" teriak seorang wanita.

Merasa dipanggil, Sesil berbalik. "Ibu?"

"Astaga, Sesil!"

Sesil membuka lebar tangannya, siap menerima pelukan dari ibu yang mencemaskannya. Tapi ... aneh. Tubuh ibu menembusnya begitu saja tanpa melihat ke arahnya.

"I--Ibu? Ayah? Kakak?" Sesil berbalik dan memperhatikan ibunya menangis histeris di samping sang ayah. Kala Sesil berjalan mendekat, dia melihat dirinya sendiri yang sudah terbaring mengenaskan.

Sesil begitu syok. Dia tak percaya ruhnya ke luar dari tubuh dengan keadaan seperti sekarang.

"Nggak! Nggak! Nggak! Ini nggak mungkin! Ini nggak mungkin! Nggak bisa gini!" Sesil menutup kedua telinganya yang mulai kembali berdengung. Dadanya sesak, seluruh tubuhnya seperti tersengat listrik dengan kekuatan besar.

"Aku nggak bisa mati kayak gini! Nggak!" teriaknya dengan pekikan begitu kuat. Bahkan ruh Sesil sampai ambruk ke atas aspal dengan posisi sujud.

"AKU NGGAK BISA MATI! AKU BELUM UJIAN! AKU BELUM BANGGAIN AYAH SAMA IBU! ENGGAK! NGGAK MAU!" Sesil mengerang, seolah suaranya akan bisa didengar oleh orang-orang yang mengerumuni tubuhnya.

Lantas Sesil kembali bangkit dan menduduki tubuhnya sendiri. Sekuat tenaga dia berusaha menyentuh pipi ayah dan ibunya yang masih menangis, tak sanggup melihat jasad Sesil.

"Enggak, Ayah! Enggak, Ibu! Anak kalian masih di sini! Sesil hidup! Sesil cuma nggak bisa masuk ke tubuh lagi. Tolong, lihat Sesil!"

Rasanya begitu menyakitkan ketika orang yang kalian sayang tak lagi bisa melihat kalian dan inilah ketakutan terbesar Sesil.

"Kau sudah mati," ucap seseorang.

Sesil langsung berdiri. Inilah yang dia tunggu-tunggu. Kedatangan malaikat maut! Sesil segera mengedarkan pandangannya untuk mencari di manakah makhluk yang berani mengambil nyawanya di situasi seperti sekarang. Sesil akan mengutuknya!

"Waktumu sudah habis. Kau ditakdirkan mati hari ini."

"Nggak bisa! Aku nggak mau! Aku nggak boleh mati hari ini! Kau tidak bisa membunuhku hari ini!" bentak Sesil pada makhluk bertudung hitam yang mengeluarkan asap-asap hitam misterius.

"Kau harus kembali sekarang."

Sesil bersedekap dada, menantang balik malaikat maut yang berani membawanya. "Kubilang, aku menolaknya!"

"Apa kau masih ingin hidup lagi?"

Pupil Sesil langsung melebar. Dia berjalan mendekat dan mengangguk berkali-kali seperti anak anjing. "Ya! Aku masih ingin hidup! Berikan aku nyawa satu kali lagi! Aku berjanji tak akan menyia-nyiakannya!"

"Hmm ...."

Dehaman tanpa arti itu membuat Sesil waswas. Apakah malaikat maut benar-benar akan mengabulkan permintaannya? Selama hidup, Sesil selalu berbuat baik. Bisakah hal itu menjadi pertimbangan untuk memberikan Sesil kehidupan kedua?

"Aku bisa memberikannya, tapi dengan syarat."

"Aku bisa melakukan apa pun syarat itu asal bisa hidup kembali!" seru Sesil dengan lantang.

"Kau yakin?"

"YA! SERATUS PERSEN YAKIN!" bentak Sesil dengan penuh keyakinan. Hal itu membuat malaikat maut terkekeh lalu menggoyangkan pelan tongkatnya.

"Hiduplah sebagai Anilla Xeil Latena dan selamatkan hidupnya. Maka, aku akan mengembalikan kehidupan padamu." Setelah mengatakan itu, malaikat maut mengeluarkan tangannya lalu sebuah sihir ke luar dari sana. Serbuk kristal itu menyerang pandangan Sesil sampai dia kesulitan membuka mata.

"Apa ini?" tanya Sesil sembari sibuk mengucek matanya.

Ketika membuka mata, Sesil melihat tempat yang berbeda dari tempatnya tadi. Kini dia sedang duduk di bawah pohon beringin sambil memangku sebuah buku. Kala dia buka, buku itu berjudul, 'PRANALA'. Novel aneh itu Sesil balik dan mulai membaca blurb-nya yang bertuliskan kisah hidup seorang gadis bernama Anilla Xeil Latena.

"Ini kan ...," gumam Sesil. Tanpa pikir panjang, dia segera membuka novel itu dan membacanya sampai tuntas, tanpa meninggalkan satu pun kata.

***

Anilla Xeil Latena, putri bungsu keluarga Duke Latena. Hidup sebagai putri seorang duke tak membuat Anilla bahagia. Pertama, karena dia adalah seorang putri yang diangkat menjadi anak karena mirip dengan putri kandung duke yang hilang saat berusia 7 tahun. Kedua, semua kakak angkatnya membenci Anilla. Dan yang ketiga, Anilla sengaja dijual ibu angkatnya kepada seorang kaisar tiran yang berhasil menduduki tahta setelah membunuh semua saudaranya, bahkan sampai para permaisuri yang merupakan ibu tirinya.

Konon katanya, kaisar keji itu telah membunuh istri pertamanya sendiri sehingga dia tetap sendiri sampai sekarang dan membiarkan putranya dirawat oleh para pelayan. Ada yang bilang, putranya juga mewarisi darah tiran sehingga selalu bertindak kasar pada pelayan-pelayannya. Selama satu bulan, pangeran mahkota bisa berganti pelayan sampai lima kali. Kalau tidak karena kerjanya yang tidak becus, para pelayan itu pasti ditemukan tak bernyawa di belakang kamar pangeran.

Walau sudah mendengar semua cerita itu, keluarga Duke Latena yang sudah lama menjadi kaki tangan kekaisaran menyerahkan Anilla yang pendiam, penurut, dan mengidap penyakit kecemasan yang berlebihan itu kepada keluarga kaisar. Tentu saja Anilla menghabiskan sisa hidupnya dengan penuh penyiksaan batin sebab penyakit mental yang dideritanya semakin bertambah parah setiap harinya. Dia bahkan sempat melampiaskan hal itu kepada pangeran mahkota yang masih kecil.

Namun, karena dia adalah tokoh utama, sang penulis masih sedikit berbaik hati. Dia mendatangkan Anilla seorang pria yang membawa banyak cinta. Dia seperti obat bagi Anilla, tapi obat itu seperti narkotika. Hingga lahirlah Noah, anak gelap Anilla dengan lelaki itu. Hal tersebut menggemparkan seluruh kekaisaran sehingga Anilla pun dijatuhi hukuman penggal bersama kekasih gelapnya di depan seluruh rakyat. Sebelum mati, mereka sempat mencaci maki bahkan sampai melempari tubuh Anilla dengan benda-benda kasar dan makanan busuk tanpa tau penyebabnya.

Setelah kepala Anilla dipenggal, pasangan gelapnya malah dibebaskan. Hari itu, hanya Anilla yang menerima hukuman.

Sebab seluruh isi cerita memang berisi dengan berbagai konspirasi. Kisah yang diceritakan dari sudut pandang Anilla membuat semua pembaca iba dan ikut menangis bersama Anilla.

Namun, bagaimana jika semua kejadian dari awal itu bersifat pranala?

Siapakah yang benar-benar jahat dan siapakah yang benar-benar korban?

Sesil menutup novel itu setelah membacanya sampai tuntas. Kini dia mengerti mengapa malaikat maut memberinya misi ini.

Dia harus ... membetulkan pranala yang diciptakan Anilla.





-- P R A N A L A --

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top