BAB 8: Lalai dalam Tugas

Total peserta tersisa: 23 dari 32 orang
Total peserta mati: 2 orang
Total peserta tak diketahui: 7 orang

###

Ketua Kelas harusnya bisa lebih tepat dalam mengambil tindakan di situasi genting.

“Fifi dan Denok sudah mati! Tubuhnya tertinggal di dalam musala yang sudah hancur itu!”

Panca, dengan raut bergidik, membeberkan pernyataan mengerikan yang belum pernah teman-temannya bayangkan. Putra berkumis tebal itu telah ganti pakaian, dari seragam pramuka ke kaus biru polos dan celana training.

Keempat putra yang mengelilingi Panca di atas tikar Tenda Sangga 1 Putra, duduk atau berdiri, tercengang bukan main. Fathur sempat menanyakan, apakah itu memang benar? Lalu ditanggapi penuh kesungguhan. Seketika istana kecemasan membangun dengan sendirinya di dalam kepala Fathur, harap-harap cemas mengetahui fakta bahwa sudah ada nyawa yang melayang, bahkan dua sekaligus.

Ahim pun bersoal, mengapa hanya Panca yang tubuhnya utuh, tidak kehilangan kaki atau tangan? Tentu bukan jawaban dari bersangkutan yang didapat, melainkan jitak dari Ghani-lah balasannya. Baca suasana, bodoh!

Panca kemudian menambahkan, “Sebenarnya empat orang yang selamat itu sudah tau. Tapi, mereka tidak bilang karena nanti tambah takut. Juga, nanti malah terbayang terus."

Demi memperkuat ucapan, Panca yang masih syok gemetar mengajak semua teman putranya ke Tenda Putri. Sebelum ini, para peserta mendapati empat putri dalam keadaan mengenaskan bersama Panca, sehabis berlarian keluar dari musala. Tentu histeria tersebut membuat bersoal, ‘Apa yang terjadi?’, ‘Ke mana tangan dan kaki kalian?’ dengan tatapan horor.

Sadar bahwa tak baik menyerbu korban yang notabene masih remaja sebaya dengan rentetan tanda tanya, para peserta lain memberikan keempat putri ruang guna menenangkan diri. Tentu teman-temannya membantu pula, menuntun mereka ke kamar mandi, membersihkan badan mereka dari noda darah kering, membawakan baju ganti, dan lainnya. 

Sekarang, para putra menghampiri Tenda Putri 1 dan 2. Orang-orang berdiam di tikar, sementara empat putri yang dimaksud dibagikan ruang tersendiri buat pemulihan, sekaligus diberikan udara segar nan alami. Melihat kedatangan Panca, satu-satunya yang selamat tanpa luka, sejumlah lirikan tak senang dilayangkan dengan cepat sekaligus. 

“Panca ….”

Salah satu pengasih tatapan tajam ialah Intan, putri yang ayu, menyaingi kecantikan Putri Solo. Biasanya, meski marah pun, Putri Solo tetap terlihat rupawan. Namun, untuk kali ini, raut muka milik Intan diliputi kesumat pula dendam.

Panca sempat ragu, tetapi setelah didukung Ahim, dia berkata, “Kalian sudah mendingan?”

Semua orang tahu jawabannya tanpa harus melihat Nanda dan Mifta yang melamun, Herlina yang memaksakan tegar, serta Fennia yang memberi senyuman getir.

Ahim, dengan otak cerdasnya, memikirkan langkah yang perlu lekas dilakukan. Menurutnya, jasad Denok dan Fifi di musala perlu segera diambil, meski harus mengangkat puing-puingnya pun. Sontak pendapat itu membuat Panca terkejut dan menolak dengan berbagai keberatan. 

Intan hilang kesabaran. Darahnya sudah mendidih. "Banyak omong! Banyak omong, Ca! Perhatikan dirimu! Siapa yang tidak kehilangan anggota tubuhnya? Panca! Kenapa? Karena Panca yang menyebabkan mereka begitu! Ini salah Panca! Salah Panca! Ini salah Panca!"

Laili si putri gembul berusaha menenangkan dan menepuk-nepuk pundak Intan pelan.

"Mana bisa aku tenang, Laili! Seharusnya Panca juga bernasib sama, kehilangan badannya! Aku enggak rela kalau enggak!" Tangisan Intan mulai pecah.

Tiara yang berada di samping Fennia ikut merintih, berharap bahwa lebih baik kakinya saja yang hilang, bukannya Fennia si sahabat karib. Keduanya memicu suasana pilu tercipta satu per satu.

Demi meredakan ratapan teman-teman putri, Panca mengalah. Usulan Ahim pun disetujui, walau beberapa orang tak percaya mau-maunya mengikuti perkataan si parkit perusak pesta--yang entah bagaimana kali ini terdengar masuk akal.

Sementara para putra serta sebagian putri berangkat, Fathur izin untuk berkunjung ke tempat lain. Putra berwajah khas dengan pandangan mata runcing, alis tebal, juga hidung mancung itu bergegas ke tenda putri kelas lain, yang digunakan karena mengingat kosong, menjumpai segelintir putri tengah terkesan menjaga seseorang yang tampak sangat terpukul.

Ialah Dilla, peserta gerak jalan yang tahu-tahu muncul dari gapura. Asumsi non-ekspektasi mendadak muncul di benak Fathur, tentang kemungkinan nasib buruk yang menimpa peserta gerak jalan lainnya.

Fathur memandang tampilan Dilla yang tak bisa dibilang baik. Tatapan putri itu kosong, seakan pergi melanglang buana ke dunia antah-berantah. Lecet menghiasi kulit, bekas air mata mengotori muka, bekas darah kering menodai tubuh pula baju lengan panjang, kerudung, dan rok cokelat nan kusut. Di sisinya, terdapat tumpukan setangan leher yang juga tersimbah darah kering.

“Bagaimana keadaannya?” tanya Fathur.

Salah satu putri membalas, “Dilla sudah ditenangin, tapi dia masih syok, belum bisa bicara. Ditanya juga tidak mejawab. Disuruh ganti baju, enggak mau."

Ini gawat. Situasi kian sulit ketika satu-satunya informan malah bungkam tanpa intensi akibat trauma. Fathur pun memutuskan beralih, gabung bersama teman-teman di depan reruntuhan musala yang mengikuti usulan Ahim tadi.

Sementara itu, para putra menuju sebuah gedung khusus di samping kanan tenda putra. Sayang, pintunya dikunci. Satu-satunya putra yang kuat dan mampu mengatasi permasalahan ini hanyalah putra yang dibalut perban, Ryan. Sejatinya Ghani memiliki postur paling besar, tetapi ukuran badan dan tenaganya tidak sinkron.

Bisa-bisanya bercanda di saat seperti ini. 

Meski Ryan habis dihajar robot sebelumnya, tubuh lagi otot tungkai serta lengannya masih kukuh barang mendobrak daun kayu sekali pun. Di dalam ruangan luas bertegel keramik, banyak perlengkapan sehari-hari yang diduga milik para guru. Ryan menghampiri tumpukan di pojok ujung, kemudian menyibak terpal yang menyelimuti. Ternyata yang ditutupi di situ ialah benda-benda tajam seperti pacul, linggis, arit. Tak lupa tongkat-tongkat pramuka turut diambil.

Mereka berempat kemudian menuju reruntuhan musala, bahwa kerumunan putri sudah bersiap di sana. Para peserta itu mulai menggali dan menyingkirkan puing-puing, berharap jasad dua temannya bisa segera ditemukan. Beberapa saat kemudian, Fathur datang turut membantu.

Lantas, bagaimana kabar putri lain yang tidak ikut membantu?

Sebutlah mereka Perkumpulan A6, sebagai gabungan dari Geng F.Athur dan Geng Non-blok yang tak lama baru saja bubar. Kali ini pendirinya ada lima orang, Alifa yang bermimik gugup, Nana yang tubuhnya jangkung, Fenni yang tidak berkerudung, Mei yang matanya berkantung tebal, serta Risma si imut.

Mereka berlima tengah mengadakan permainan santai guna mengusir rasa tegang, yaitu pembagian kartu acak untuk mendapat Mr. Truth atau Mr. Trudh. Mr. Truth untuk membeberkan keinginan mereka jikalau tak kunjung keluar dari Bumi Perkemahan. Mr. Trudh sebenarnya sama saja, Cuma salah ketik satu huruf.

Risma giliran pertama, mendapat Mr. Truth. Satu-satunya senjata yang dimiliki sejak lahir adalah wajah serta suara imut, kali ini dia gunakan untuk menghipnotis teman-teman guna mengumpulkan sesuap pujian.

“Aku ingin tobat dari K-Pop dan mulai belajar dengan serius untuk Ujian Nasional.” Risma.

Setelah itu, permainan simpel ini terus berlanjut dengan lumayan seru. Ada yang dapat Mr. Truth, ada yang beroleh Mr. Trudh.

“Aku ingin beli teropong dan melihat bintang malam setiap hari.” Alifa.

“Aku berharap bisa membuat novel romansa yang dibaca banyak orang.” Mei.

“Aku mau kawan lamaku bisa kembali mengontakku lagi.” Fenni.

“Aku ingin idolaku bisa terkenal dan disukai banyak orang.” Nana.

Baru hendak menikmati finisnya permainan santai ini, tiba-tiba terdengar suara dari gawai masing-masing bersamaan dengan notifikasi dari aplikasi Buper Saba.

Ketika diklik, tampilan yang muncul sebagai berikut.

###

PERINTAH #2

Kegiatan: Penalti bagi peserta yang pasif dalam memecahkan masalah

Waktu: 15.00-16.00

Peraturan:

Kelima indra akan disumbangkan ke pihak yang lebih membutuhkan. Oleh karena itu, secara acak lima peserta akan diambil masing-masing indra yang berbeda.

Catatan: hati-hati dengan bakteri dan domba.

###

'Lima peserta'. Dua kata yang langsung membuat mereka mendiagnosis siapa orang-orang yang dimaksud.

###

Kudus, 29 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top