Tragedi-Pertama
***
Rombongan XII MIPA 1 telah sampai dan memasuki area perkemahan dengan melalui gerbang masuk. Mereka adalah kelompok pertama yang tiba—seperti itulah terlihatnya, karena tidak ada siapa-siapa selain mereka.
Setelah sampai, mereka memasuki tenda masing-masing. Sangga 1 putra untuk putra XII MIPA 1, sangga 1 dan 2 putri untuk putri XII MIPA 1 (genap-ganjil). Mereka yang sampai bersiap untuk mandi, tidur-tiduran, atau santai-santai di luar tenda. Suasana area perkemahan sangat sepi. Tenda-tenda, kamar mandi, jalanan, stand konsumsi, dan lapangan. Sepi sekali. Mereka sedikit heran.
***
Sangga 1 Putra
"Masya Allah, kegiatan hiking kok lelahnya begini," kata Ahim.
"Mana ini yang lain? Kok lama.... Nggak datang-datang." Fathur mengecek jam tangannya.
"Ya sudah ayo siap-siap saja," ajak Ghani yang merapikan bajunya.
"Nggak mau...." Panca masih memainkan HP.
Jam mendekati setengah dua belas, para laki-laki memutuskan untuk pergi salat Jumat di luar area perkemahan.
"Wah kita doang nih yang berangkat?" tanya Ahim.
Yang lainnya hanya terdiam dan mulai sedikit bertanya-tanya. Mereka keluar dari tenda, dengan pakaian pramuka--untuk kegiatan selanjutnya, menyusuri jalanan di area perkemahan, dan sampai di gerbang masuk. Setelah keluar gerbang, mereka merasakan sesuatu yang aneh.
Kabut.
"Siang-siang kok ada kabut?" tanya Yudha yang heran.
"Di daerah gunung mungkin," jawab Panca dengan menyeringai.
Apa yang mereka lalui adalah jalanan dengan kabut tebal di depan, serta samping kiri dan kanan adalah area persawahan. Setelah menelusuri cukup jauh, mereka sampai di area perkemahan, kembali di depan gerbang masuk.
***
Sangga Putri
"Waah capeknya...." Leli menjatuhkan tubuhnya yang besar ke tikar.
"Lel, bantal, Lel." Ebe meletakkan kepalanya ke pantat Leli yang empuk.
Para siswi yang lain mengantre untuk mandi, dan bersiap untuk makan siang setelah para putra selesai salat.
"Siapa nih yang masak?" tanya Denok.
"Kamu ya, Qit?" kata Fifi.
"Hah aku? Oh ya.... Kok nggak ingat ya?" Qiqit heran.
Para siswi yang tidak ingat akan tugas memasak pun menuju stand konsumsi untuk memasak. Tentu saja, di sana tidak ada siapa-siapa, sepi sekali.
"Wah masak sendirian cie...." Mei menggoda lainnya.
"Super VIP kok," gurau Fifi.
Herlina dan Tiara bertugas menanak nasi, mereka tidak merasa berkewajiban untuk itu. Qiqit memotong bahan bersama Risma, mereka tidak merasa berkewajiban untuk itu. Mereka semua hanya tertarik akan tugas tersebut.
Akhirnya masakan pun jadi dan yang lainnya bersiap untuk makan siang.
***
Di tenda sangga 2 putri hanya ada Leli dan Ebe yang tidur-tiduran.
"Lel, makan yuk," ajak Ebe.
"Mmm ... tapi kok aku nggak lapar ya?" ucap Leli terheran-heran.
"Sama sih aku juga." Ebe pun ikut heran.
Hingga para putra mendatangi tenda sangga 2 putri dengan raut wajah yang kebingungan dan menakutkan.
"Kita telah terjebak di area perkemahan ini!" Ahim mengatakannya dengan nada mengerikan.
***
Setelah kembali di gerbang masuk, mereka bingung, bulu kuduk merinding. Tetapi, mereka memutuskan untuk sekali lagi menyusuri jalan raya. Namun, tetap saja para putra kembali di depan gerbang masuk.
Tidak diragukan lagi ada sesuatu yang aneh!
"Hey, i—ini bercanda kan?" ujar Yudha yang kebingungan.
"Ya Allah semoga ini mimpi." Ghani mencoba menenangkan dirinya.
"Lho maksudnya apa ini?" Panca panik.
"Apa kau sengaja, Thur? Jangan bercanda dong!" ucap Yudha dengan emosi.
"Tapi kata bantara ini jalan yang benar— Tunggu, di mana bantaranya?" Fathur menjadi bingung dan heran.
"Kita telah terjebak di area perkemahan ini!" kata Ahim dengan wajah menakutkan.
Laki-laki yang lain melihat Ahim dengan ekspresi takut dan sedikit marah.
"Woy, Him, nggak usah macam-macam kamu!" ancam Yudha.
"Tapi benar 'kan? Tadi 'kan kita jalan lurussss saja, tapi sekarang malah kembali lagi? Apa maksudnya? Maksudnya memang ya, kita terjebak di sini, kita tidak boleh keluar dari sin—"
Ghani menutup mulut Ahim. "Hop, berhenti."
"Kalau begitu, ayo kita menemui yang perempuan dulu saja. Mungkin mereka tahu, atau jangan-jangan juga mengalami hal yang sama," ajak Fathur.
Mereka berlima pun memasuki area perkemahan dengan bulu kuduk yang merinding.
***
Leli dan Ebe terheran-heran. Lalu kelima lelaki itu menatap mereka berdua dengan mata terbelalak dan ketakutan. Leli yang melihatnya pun ikut terbelalak dan ketakutan juga.
"A—Apa sih?" tanya Ebe yang heran.
Darah keluar dari hidungnya.
"Aaaaaaa—!" Ebe berteriak dengan histeris.
Lalu, dari mulutnya darah bermuncratan, matanya mengeluarkan darah, kupingnya mengeluarkan darah, kepalanya terhempas dari tubuhnya dan tergeletak beberapa jarak. Darah muncrat ke mana-mana mengenai baju dan wajah keenam orang yang melihatnya. Kelima laki-laki dan Leli melihatnya dengan penuh ketakutan, bulu kuduk mereka merinding, mata mereka terbelalak, pupil mereka menyempit. Mata Ebe melihat ke arah mereka dengan melotot dan lidahnya terjulur. Sementara badan Ebe memuncratkan darah dari tenggorokan dan kemudian tergeletak. Kini tenda sangga 2 putri penuh akan darah merah.
Leli yang di sebelahnya langsung berlari ke belakang laki-laki sambil berteriak, "Astaghfirullah—! Astaghfirullah—! Astaghfirullah—!"
Fathur dan Panca menutup matanya sambil membuang muka.
"Allahu akbar!" Ghani berseru dengan lantang.
Ahim beralih ke posisi jongkok, tangannya memegangi pelipisnya. "Ini tidak mungkin terjadi, ini tidak mungkin, ini tidak mungkin, ini tidak mungkin, ini tidak mungkin, ini tidak mungkin, ...."
"Diam!" ancam Ghani dengan nada tinggi.
Mereka berenam amat shock atas apa yang telah mereka saksikan, yaitu kematian Ebe.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top