Tragedi-Ketiga

***

Mereka membersihkan badan dan baju mereka dari noda darah, kemudian mengganti seragam dengan baju lain. Tubuh Leli dipindah dan dikubur di sebelah kuburan Ebe oleh Yudha dan Ghani. Yang lainnya ikut mendoakan Leli.

"Semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya. Aamiin."

Sementara yang lain ada yang membersihkan jalanan dan tikar.

"Setelah ini kita akan salat hajat sekaligus mendoakan Ebe dan Leli," kata Qiqit yang masih meneteskan air mata.

Lalu mereka menggelar tikar yang diambil dari tenda lain dan melaksanakan salat hajat. Beberapa dari mereka terisak akan Leli dan Ebe. Mereka mendoakan yang terbaik untuk keduanya.

"Aku ingin pulang...." Ada beberapa yang merengek, misalnya Denok.

"Hihh jangan jadi cengeng!"
Yang lainnya memarahi Denok, meskipun mereka juga menginginkan hal yang sama.

Ahim memeluk lututnya. Ia sedih. Ia juga menginginkan untuk pulang ke rumahnya.
"Aku ingin pulang, aku ingin ketemu umi...." Ahim mengadu ke Ghani, teman dekatnya. Sementara Ghani hanya mendiamkan Ahim saja.

***

"Untuk selanjutnya kita akan mencari petunjuk di area perkemahan," perintah Fathur.
"Tidak ada protes lagi seperti Fifi, ya, Fi, ya."

Fifi hanya mengangguk sebab matanya masih berair dan wajahnya lesu.

"Ebe dan Leli adalah orang yang baik. Meski mereka kadang agak menyebalkan, tapi mereka itu sebenarnya sangat menyenangkan. Untuk itulah pencarian ini juga demi dua teman kita yang telah gugur."

***

Fathur, Ahim, dan Ghani menyelidiki tenda milik bantara.

"Hmmm ... tidak ada tanda-tanda petunjuk." Fathur berkata dengan nada seperti berperan menjadi detektif.

Sementara Ahim sibuk mengamati barang di sana satu per satu dan dibantu Ghani.

"Thur, lihat." Ahim menemukan sesuatu. Secarik kertas panjang yang bertuliskan XII MIPA 1 dan daftar muridnya. "Siapa orang-orang ini?" Pertanyaan yang tak mengenakkan dua lainnya.

2. Alfina Wijayanti
3. Alifa Azzahra El Fath Al Qudsih
4. Alya Shafa Nabila
9. Dina Aulia Nugraheni
10. Fachryan Oktavino
15. Fitri Amelia Rosida
20. Intan Febriana Wibowo
21. Kuntum Lathifatur Rosyidah
29. Sholihatunnisa'
32. Yusuf Fardhan Nurdianto

Fathur menjawab, "Mungkin itu murid-murid yang sudah pindah atau semacamnya-"

"Meninggal?" sela Ahim dingin dan agak ngeri. "Bukankah jumlah murid dengan 22 siswa agak kurang?"

"Hey maksudnya! Bukan itu maksud-" Fathur tercengang. Ia berpikir bahwa perkataan Ahim itu bisa jadi benar, dan bisa digunakan untuk ... petunjuk.

"Ini adalah petunjuk yang penting. Kita harus mendiskusikannya dengan yang lainnya. Ahim, terus lanjutkan pencarianmu!" Ahim pun bersemangat melanjutkan pencariannya.

Ghani merasa terpikirkan sesuatu. Sesuatu yang menjanggal. Tapi ia segera membuang pikiran itu karena ia pikir mungkin itu suatu hal yang tak penting, dan melanjutkan untuk membantu Ahim.

Suatu kesalahan besar.

***

Qiqit dan perempuan lainnya berpencar di lapangan dan stand konsumsi. Mereka tak menemukan petunjuk maupun jalan keluar dari lapangan. Namun, mereka menyadari sesuatu....

"Huhh tidak ada apa pun," keluh Bila sebab telah mencari kesana kemari.

"Ya nih!" seru Tiara.

"Cari lagi dong!" perintah Fennia yang juga agak lelah.

"Ya ya...." Keduanya menimpali.

Sementara yang lainnya mencari dengan kondisi tegang dan ketakutan. Takut menjadi korban selanjutnya. Mereka tak bisa tenang.

"Heh Yut, kamu ingat nggak pas saat-saat hiking tadi?" tanya Shilka.

"Hmmm aku nggak ingat nih." Uyut heran dan bingung.

"Coba tanya ke lainnya," pinta Shilka.

"Dil, kamu ingat nggak pas hiking tadi?" Uyut bertanya kepada Dilla.

"Hmm... Iya tuh aku nggak ingat...."

"Aku juga."

"Aku sama."

"Aku ingat." Herlina membuat yang lain terkejut dan menjadi heran, serta penasaran ingin tahu.

"Waktu itu kita melewati sawah-sawah dengan jalanan kecil. Lalu juga ada yel-yel tapi aku lupa."

Yang lainnya pun ikut teringat sedikit demi sedikit. Ingatan mereka serasa telah terbangunkan. Satu per satu menyerukan, "Ya, aku ingat! Saat itu bla bla bla...." Ia telah memberikan petunjuk yang besar kepada yang lainnya.

Tapi, benarkah?

***

"Qit, ini jam berapa?" tanya Fifi.

"Jam 13.50. Kenapa?"

"Kok masih panas ya? Noh matahari masih di atas."

"Iya ya benar juga. Aneh Fi." Qiqit terheran. "Apa karena memang begitu?"

"Begitu bagaimana, Qit?"

"Karena ini tempat yang dikutuk atau terkena kutukan makhluk gaib, jadinya tempat ini tak berubah...."

"Wah benar juga, Qit!" Fifi bersemangat, merasa menemukan suatu hal yang penting.

"Ya ya! Coba pikirkan hal lain yang tak berubah di sini!" Qiqit ikut bersemangat.

"Mmmm ... lapar?"

"Lapar?"

"Iya lapar! Bukankah waktu makan siang tadi pada bilang 'aku nggak lapar aku nggak lapar'. Dan aku juga merasa begitu. Bagaimana, Qit?"

"Ya ya, terus?"

"Rasa kantuk?"

"Benar juga, dari tadi aku pun tak merasa mengantuk! Lagi lagi! Lainnya!"

"Mmmm ... rasa ingin pipis dan BAB?"

"Ya...! Eh, mmm ... sepertinya dua orang ini telah mematahkan teorimu, Fi."

Yudha dan Panca datang. Mereka menyapa Fifi dan Qiqit sembari mengatakan dari toilet.

Lalu datang Fathur dan Ahim yang sehabis berlarian. "Hey, ada sesuatu yang penting ... yang harus dibahas...." Fathur mengatakan dengan terengah-engah.

"Lho Thur, Him, berdua doang? Ghani mana?" tanya Qiqit.

Ya, hanya mereka berdua.

***

"Ya sudah pencarian selesai. Tak ada lagi petunjuk. Ayo pergi menemui yang lainnya saja," perintah Fathur.

"Oke." Ahim dan Ghani setuju.

Ahim mengikuti Fathur. Sementara Ghani tertinggal karena ia melanjutkan pikiran janggalnya tadi. Setelah berpikir cukup panjang, akhirnya ia pun menyadari sesuatu.

Tapi dia tak menyusul keduanya.

***

"Gawat, Thur! Ayo kembali! Jangan-jangan Ghani menemukan petunjuk lainnya."

"Ya sudah ayo kembali ke tenda."

Serentak mereka menuju ke tenda. Sementara Fathur dan Ahim serta dibantu beberapa temannya mencari Ghani.

Ia tak ada di tenda bantara.

"Wah, pergi ke mana nih si Ghani?" Mereka heran. Lalu mereka berpencar mencarinya.

Ahim mencari ke kuburan, tapi tak ada. Lalu ke bagian belakang tenda putra, tak ada juga. Ia merasa lelah sehingga langkahnya sempoyongan. Ia menembus semak-semak kecil dan menemukan sesuatu di sana.

Ke-na-pa-a???

Ia menemukan sesosok tubuh seseorang.

Tubuh itu ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Tulang-tulang tangan, kaki, dan lehernya patah. Tangan kirinya terpatahkan ke belakang dan tangan kanannya terpatahkan ke samping. Kaki-kakinya menekuk ke arah berlawanan. Kepalanya terpuntir menghadap ke belakang. Kelopak matanya berwarna putih. Mulutnya menganga. Tulang-tulang yang menembus kulit membuat darah mengalir keluar. Ia adalah Ghani.

Tubuh Ahim menjadi kaku tak percaya atas apa yang disaksikannya. Teman-teman yang melihat Ahim dalam keadaan mematung berdatangan heran dan kemudian terkejut bukan main melihat mayat Ghani. Ada yang berteriak, menangis, bertakbir, dan beristigfar. Ini adalah kematian ketiga teman-temannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top