Tragedi-Kesepuluh: XII MIPA 1

***

"Di mana ini?"

Yudha melihat ke sekeliling. Tempat yang sama seperti pada mimpi sebelumnya.

Tetapi, Yudha tidak dapat menemukan teman-temannya yang telah mati, maupun gerbang masuk bertuliskan "EXIT". Area perkemahan itu tertutup dan dibatasi oleh dinding. Yudha pun berjalan menelusuri tempat itu.

"Hey, Yudha...." Sebuah tangan mencengkeram kakinya. Dia adalah Panca, yang tubuhnya tertusuk-tusuk mengeluarkan banyak darah.

"Astaghfirullah...." Yudha terkejut. "Ini hanya ilusi...," kata Yudha menenangkan dirinya.

Yudha berkeliling lagi. Ia bertemu dengan teman-temannya yang tersisa. Ahim dan Panca saling menusuk. Uyut dan Denok saling mencekik. Qiqit dan Fifi saling menjambak kerudung hingga kulit wajah mereka sobek.

Yudha mengabaikannya. Ia yakin ini hanyalah ilusi lagi. Maka dari itu, Yudha pun menjauh dari pemandangan itu.

"Yudh ... Yudha...." Suara seseorang yang sangat halus dan penuh kasih sayang.

Yudha langsung menoleh. Ia lantas berlari kencang menuju suara itu sambil menyebut nama seseorang.

Lalu, Yudha melihat Ahim, Qiqit, dan Fifi dari kejauhan. Tiba-tiba sebuah pohon menghadang Yudha dan menghadap ke arahnya. "Itu bukan ilusi," kata pohon itu yang lalu menunjuk ke arah tiga temannya.

Yudha menjadi sangat kebingungan. Ia berpikir keras.
Ia memikirkan untuk memilih menuju ke arah suara itu tadi atau ke arah teman-temannya. Lalu, pada akhirnya Yudha pun memutuskan untuk menghampiri temannya.

"Maaf, ibu...," gumamnya.

***

Ahim mengambil napas pertama. Ia berada di dalam bus mini yang tengah melaju.

Suasana riuh. Sepertinya tujuh belas laki-laki lainnya sedang asyik bercanda. Sementara Ahim hanya duduk terdiam mengamati mereka.

Ghani berada di sebelahnya. Ghani menarik tubuh Ahim dan melemparnya ke tengah. Laki-laki yang lain menendang tubuh Ahim secara kasar menggunakan kaki bersepatu mereka.

"TEGANYA KAU MEMBIARKANKU MATI! TEMAN MACAM APA KAU INI! KAU BUKAN TEMANKU LAGI!" kata Ghani dengan nada tinggi dan wajah yang murka.

"AHIM, KEINGINAN JAHAT MACAM APA YANG TELAH KAU BUAT SEHINGGA MEMBUATKU MATI!!!" teriak Fathur yang menindas Ahim.

"AHIM!" kata Yudha marah.

"AHIM!!!" kata Panca marah.

"AHIM!!!" kata seorang laki-laki yang lain dengan penuh amarah.

"AHIM!!!" kata seorang laki-laki yang lain lagi dengan penuh amarah.

"AHIM...!!!"
"AHIM...!!!"
"AHIM...!!!"
"AHIM...!!!"

Bus mini itu menabrak sesuatu sehingga para laki-laki penindas Ahim yang sedang berdiri secara kasar keluar melewati jendela dan pintu bus, darah berceceran ke berbagai tempat.

***

Tiba-tiba, Ahim berada pada area perkemahan. Sama seperti pada mimpi Yudha, suasana pagi yang berkabut.

Ahim melihat ke tengah-tengah, dan menemukan suatu meja. Ahim berjalan mendekat, menemukan sebuah kertas bertuliskan "Alas Roban".

"Apa maksudnya Alas Roban ini benar adanya terjadi pada kami?" Ahim membaca lebih lanjut ke tulisan yang lebih kecil. Ternyata itu memang cerita tentang Alas Roban, mirip seperti yang dikatakan Mei.

***

"Di mana ini?" Qiqit membuka matanya.

Suara tepuk tangan yang bergema. "Dan kita telah umumkan peserta kemah terbaik tahun ini!" kata seorang guru bernama Pak Mun.

Qiqit terkejut. "Di sebelah saya sudah ada Rizqita Shofa Nida. Kepada Rizqita Shofa Nida, peserta terbaik tahun ini, dipersilahkan menerima penghargaan!" Tepuk tangan para peserta pun semakin keras.

Qiqit dengan penuh kebingungan menerima hadiah mencurigakan itu. Ia merasakan sesuatu yang berat. Lalu, Qiqit kembali ke barisan teman-temannya, yang lengkap 32 orang. Suara tepuk tangan kembali bergema.

"Qit, ayo buka!" ajak seorang perempuan yang berbaju mirip bantara.

Qiqit pun menurutinya.

Srek! Srek!
Krek! Krek!

Sebuah kotak kardus. Qiqit pun membukanya.

"HAH-!" Qiqit amat ketakutan.

Kepalanya sendiri, yang telah dilapisi kuningan, berada pada kotak itu. Ekspresinya menunjukkan wajah yang bahagia. Matanya melihat ke arah Qiqit.

"Aaaaaaaaa-!" Qiqit melempar kotak tersebut. Lalu, ia berlari kencang menjauhi tempat mengerikan itu. Ketika ia menoleh, semua orang melihat ke arahnya, dengan wajah yang mengerikan.

***

Tiba-tiba, Qiqit berada pada lorong. Ia bertemu dengan Fifi yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang ngeri.

***

"Di mana ini?" Fifi bertanya pada dirinya sendiri.

Ia berada di depan kelas XII MIPA 1, di sebelahnya terdapat seseorang yang ia tak kenal.

"Hey, Fi! Apa kau dengar tadi yang kukatakan?!" kata laki-laki itu agak cemberut.

"Siapa kau?" tanya Fifi heran.

Laki-laki itu menjadi agak kesal. "Siapa? Aku ini kan pacarmu! Kalau lagi ngambek jangan sebegitunya dong! Masa aku sampai dilupakan gitu...."

Lalu, laki-laki itu menanyakan beberapa hal kepada Fifi,
"Bagaimana kelasmu? Gurunya galak, tidak? Temanmu ada yang jahil lagi? Aku kangen sama kamu seharian ini...." Fifi hanya bengong menanggapi laki-laki itu.

Lalu, laki-laki itu menarik tangan Fifi dan mengajak Fifi menuju indoor. Awalnya Fifi sempat menolaknya, tetapi setelah berpikir secara matang, ia pun mengikutinya.

Sampai di tengah indoor, laki-laki itu menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya. "Fi, ini hadiah untukmu...." Laki-laki itu menyodorkan sebuah jantung. Dada laki-laki itu berlubang.

"Tidaaaakkkkkkk-!" Fifi berteriak histeris.

***

Tiba-tiba, Fifi berada di depan pintu bertuliskan, "Ruang Kepala Sekolah".

Fifi melihat Qiqit yang wajahnya menunjukkan bahwa ia juga telah mengalami hal yang mengerikan.

Lalu, Qiqit menghampiri Fifi. Qiqit mengisyaratkan Fifi untuk memasuki pintu mencurigakan itu. Fifi pun setuju. Mereka memasuki ruangan di dalamnya yang hitam dan sangat misterius.

***

Qiqit dan Fifi berada pada area perkemahan yang berkabut tipis tanpa ada cahaya matahari yang lewat. Mereka amat ketakutan, tetapi mereka berdua berjalan dan berjalan, hingga bertemu dengan Ahim.

"Ahim, kenapa kita bertiga bisa berada di sini?" tanya Fifi.

Ahim memandangi keduanya, lalu berkata, "Bukan bertiga, tapi berempat."

Lalu datanglah Yudha tepat pada saat itu. "Kenapa kita berempat bertemu di sini?" tanya Yudha.

"Lihat ke sini." Ahim menunjuk ke arah kertas di atas meja.

"Apa itu?" tanya Qiqit.

Tiga temannya yang lain mendekat dan terkejut saat mengetahui tulisan "Alas Roban".

"Ahim, apa ini maksudnya...?" kata Qiqit.

"Ya, apa yang dikatakan Mei dan diceritakan Nanda benar adanya. Meski ada beberapa bagian yang berbeda, tetapi intinya tetap sama. Seseorang menginginkan kejadian itu, maka kejadian itu benar-benar terjadi...."

"Kun fayakun...," gumam Yudha.
Qiqit dan Fifi hanya menoleh sebentar.

Fifi berkata, "Lalu bagai-"

Tiba-tiba kertas-kertas berhamburan dari atas. Ada kertas HVS, folio, foto, dan lainnya.

Ahim mengambil salah satu lembar kertas yang panjang tapi tidak selebar lainnya, dan Ahim tercengang membaca tulisan di atasnya.

Kepada teman-teman kami yang mengikuti hiking:

Kami di sini!

Kami masih hidup!

Pada awalnya kami tak
mengingat kalian. Tetapi setelah beberapa kejadian, kami menjadi dapat mengingat kalian. Apa kalian juga terlupakan tentang kami? Apa kalian telah mengingatnya? Kami harap kalian dapat mengingat kami setelah membaca kertas-kertas ini.

Saat kalian mengikuti hiking, kami bersepuluh tak mengikutinya. Apa kalian mulai mengingatnya? Syukurlah.

Fina, Alifa, Alya, Atun, dan Intan menjadi bagian pengurus konsumsi. Fina dan Alifa menggantikan Ahim dan Ghani. Saat itu semua laki-laki peserta kemah disuruh mengikuti hiking. Sementara Dina, Ryan, Emak, Kuntum, dan Fardhan adalah bantara, mereka tidak ikut hiking. Dina dan Fardhan kembali ke Saba. Kuntum, Ryan, dan Emak menunggu di buper.

Kami masih mencoba untuk bertemu dengan kalian, tetapi kami masih kesulitan. Kami harap kita dapat segera bertemu kembali.

Dari kami:
2. Fina
3. Alifa
4. Alya
9. Dina
10. Ryan
15. Emak
20. Intan
21. Kuntum
29. Atun
32. Fardhan
Dan seorang lagi yang merupakan seorang ------- (tulisan yang dicoret).

"Apa-apaan itu, Him?" Tiga lainnya juga amat tercengang.

"Teman-teman, coba ingatlah.... Saat kita hiking ... siapa yang tidak mengikutinya...?"

Ketiga teman yang lain mencoba untuk berpikir.

"Ah asam! Aku mengingatnya...." kata Yudha sambil mengumpat.

"Iya ... aku juga...."

"Aku juga...."

Mereka pun mulai mengingat teman-teman mereka dan momen-momen yang mereka habiskan bersama teman-temannya.

"Siapa orang tambahan yang dicoret ini?" tanya Qiqit penasaran.

"Mungkin.... Mungkinkah itu orang yang membuat keinginan?" kata Fifi.

"Apa itu berarti Ahim bukan pelakunya?" kata Qiqit.

"Lalu coba kalian ingat-ingat, apakah kalian pernah melihatku atau kalian sendiri, membuat keinginan sebelum atau saat hiking?" tanya Ahim.

Mereka bertiga berpikir keras. "Tidak," jawab Yudha. Fifi dan Qiqit pun menggeleng.

"Aku pun tidak mengingat sedikit pun aku pernah meminta sebuah keinginan seperti itu. Maka, jika peserta hiking tak mengingat apapun, kesepuluh- bukan, kesebelas teman kita inilah yang menjadi tersangka."

"Lalu bagaimana dengan orang tambahan ini?" tanya Qiqit.

"Dia bukan, iya, bukan dia. Kelas kita hanya memiliki 32 siswa. Maka orang itu pastilah orang tambahan. Menurutku tidak mungkin orang yang bukan murid XII MIPA 1 menginginkannya."

"Lalu siapa? Siapa yang menginginkannya? Siapa yang paling mencurigakan diantara kesepuluh teman kita?" tanya Yudha.

"Kalau menurutku, mungkin Alifa. Dia hampir mirip Ahim, mungkin versi perempuannya Ahim," kata Fifi mengutarakan pemikirannya. Tetapi, Ahim merasa sangat tersinggung mendengarnya.

"Kalau aku Ryan. Dia laki-laki yang kadang banyak tingkah dan kadang suka diam sendiri," kata Qiqit.

Lalu tiba-tiba kesepuluh temannya itu muncul di hadapan Ahim, Yudha, Qiqit, dan Fifi. Mereka bersepuluh terlihat pucat wajah dan kulitnya. Ekspresinya seperti orang yang melamun. Tentu saja empat lainnya sangat terkejut dan merasa sedikit senang.

"Hey? Apa kalian baik-baik saja? Al-Alifa?" tanya Fifi.

Dalam sekejap kesepuluh temannya menjadi bertingkah seperti orang gila yang menyerbu empat temannya, lalu empat temannya itu menjadi seperti orang yang keracunan.

***

Akhirnya mereka berempat bangun dari tidurnya. Tubuh dan organ dalam mereka baik-baik saja.

"Apa kau baik-baik saja, Yudh?" tanya Panca cemas.

"Apa kalian tidak apa-apa?" tanya Denok khawatir.

"Kalian kenapa?" tanya Uyut cemas dan kebingungan.

"Kami ... kami telah mengingat kesepuluh teman kita yang lain," jawab Yudha.

Lalu, Yudha dan Qiqit menceritakan kejadian mimpi yang mengejutkan dan mengerikan itu.

Setelah beberapa saat berpikir keras, Panca, Uyut, dan Denok pun akhirnya mengingat kesepuluh temannya itu juga.

Maka pencarian petunjuk pun berlanjut....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top