Tragedi-Kelima

Suasana riuh. Sepertinya para laki-laki sedang asyik bercanda. Sementara ia hanya duduk terdiam mengamati mereka.

Suara pengait-pengait gorden yang tergeser karena laju bus bertambah. Silaunya sinar matahari yang menembus kaca jendela.

Ke manakah mereka akan pergi?

Siapa mereka yang memakai seragam pramuka?

Mereka terpanggang dalam panasnya api, bak api neraka. Suara jeritan meminta tolong bahkan terdengar olehnya.

***

Panas.
Bau gosong dan asap.

Ahim membuka matanya. Penglihatannya masih sayup-sayup. Ahim merasa panas. Tubuhnya berkeringat.

"Astaghfirullah!" Ia langsung tersadar dan berlari menuju tenda untuk mengambil tasnya. Untung tasnya belum termakan api.

Ia langsung menuju lapangan yang terletak di bagian bawah. Sepertinya dirinya datang yang paling terakhir karena sudah banyak orang di sana. Sepertinya.

"Oooo ... tidur aja kamu, Him!" ejek Yudha.

"Billa, Tiara, Fennia, dan Nanda belum datang," kata Qiqit dengan cemas.

"Cih, gimana sih! Cek teman kalian dulu dong! Kalo lihat ada yang tertidur langsung bangunkan!" Fathur marah.

"Tapi tadi nggak ada orangnya...," kata Risma dengan nada pelan.

Lalu Yudha mengambil jas hujannya. "Him, ayo ikut!" ajak Yudha.

"Lha bukan sama Fathur?" tanya Ahim.

"Udah Fathur jaga yang lainnya. Buruan, Him!" paksa Yudha.

Ahim pun mengambil jas hujan yang dipinjamkan Feniana dan lari mengikuti Yudha di belakangnya.

***

Panas. Kobaran api yang sangat besar melalap tenda-tenda dan daun-daun pohon yang kering. Mereka mencari dan mencari.

Sampai di dekat gerbang. Di sana terdapat sebuah tiang yang agak besar. Tiang itu adalah sumber kebakaran besar ini.

Tiara, Bila, Fennia, dan Nanda tergantung dan diikat pada tiang tersebut. Tubuh mereka gosong dan menghitam akibat terpanggang, tetapi masih dapat diidentifikasi. Tulisan dalam satu baris terdapat di depan masing-masing korban.

"Aku seperti kambing guling." -Fennia
"Aku ingin diselamatkan Sehun oppa!" -Bila
"Mungkin aku minus, tapi kematianku plus, haha." -Tiara
"Hidup ini indah, warnai dengan api." -Nanda

Yudha menatap Ahim. Lalu ia memberi isyarat kepada Ahim yang terpaku lemas untuk kembali ke lapangan.

***

Sebelum Ahim datang...

"Jam 15.34. Sepertinya kita tertidur sejam saja," seru Denok.

"Mana nih lainnya, ada yang kurang!" Fathur sedikit kesal.

"Fennia belum datang!" seru Nana.

"Bila sama Tiara juga...," ucap Dilla.

"Nanda pun," kata Denok.

"Ahim mana?" tanya Panca.

"Apa mungkin yang lainnya mati?" Perkataan Nana membuat yang lainnya bergidik ketakutan.

"Hush jangan ngawur kamu! Bukankah satu setiap satu jam?" balas Uyut.

"Aku curiga...," kata Mei, "sama laki-laki! Mereka pasti yang membuat kita semua tertidur dengan menyebar gas tidur!"

"Hei, Mei, tenanglah...." Herlina menenangkan Mei.

"Apa maksudmu menuduh kami?! Kalau mau menuduh, tuduh saja Ahim. Dia belum datang. Pasti dia yang menyebar gasnya tadi! Dan sekarang dia sedang bersembunyi di sana!" Yudha sangat emosi sehingga melempar tuduhan ke Ahim.

Lalu datanglah Ahim. Semua peserta menatapnya.

"Cih...." Mei kesal sekali.

***

Yudha dan Ahim kembali ke lapangan dengan tatapan ngeri.

"Bagaimana? Kok belum ketemu?" tanya Qiqit dan Fifi.

"Mereka su-" Perkataan Ahim dipotong Denok.

"Hey, lihat! Awan gelap!" Tiba-tiba Denok berseru.

Awan besar nan gelap itu datang membawa hujan yang amat lebat ke area perkemahan. Air hujan mengguyuri tenda dan pepohonan sehingga apinya dapat terpadamkan.

"Alhamdulillah...."

Namun, bukan saatnya untuk senang. Air bah datang dari sisi kanan dan kiri. Air itu membanjiri lapangan.

"Kembali ke atas!!!" perintah Fathur.

Mereka pun bergegas ke atas membawa barang-barang mereka. Setelah berbalik melihat ke lapangan, mata mereka semua terbelalak. Lapangan yang tadinya kosong kecuali hanya ada rerumputan kini berubah menjadi kolam, yang mirip danau kecil dengan airnya yang dalam.

Yudha memberi isyarat kepada semuanya untuk mengikutinya.
Mereka pun lalu menuju ke tempat yang ditunjukkan Yudha. Di sana, mereka melihat empat mayat sekaligus yang sudah hangus terpanggang-Fennia, Bila, Tiara, dan Nanda. Mereka marah, menjerit, menangis, dan memulai menuduh.

"Apa maksudnya, ini?! Mengapa ada empat orang yang mati?!"

"Hei, apa-apaan ini!"

"Mereka berempat ... mati?"

"Tidaaaakkkk...."

"Cukup sudah, ****!!!" Mei menuduh salah seorang temannya dengan ekspresinya yang garang.

***

Diskusi: Fennia, Bila, Tiara, Nanda, Mei

Fennia, Bila, Tiara, Nanda, dan Mei, mereka berlima duduk berdiskusi di dalam tenda yang gelap.

"Hey apa kalian pernah dengar cerita tentang Alas Roban?" tanya Nanda kepada teman-temannya.

"Alas Roban? Bagaimana ceritanya?" Tiara penasaran.

Nanda pun mulai bercerita.
"Pada dini hari, sebuah bus pariwisata melintasi sebuah jalanan yang sepi. Lalu, tiba-tiba bus seisinya menjadi gelap. Dan, saat lampu menyala, tiba-tiba bus itu sudah berada di tengah hutan Alas Roban yang gelap! Ya, mereka tersasar! Dan ban belakang bus itu bahkan terperosok ke dalam lumpur!" Teman-temannya yang menyimak bergidik ketakutan.

"Lalu bagaimana mereka bisa keluar?" tanya Fennia.

"Mereka bertemu dengan petugas hutan yang lewat dan bus itu diangkut dengan derek sampai pagi baru bisa diangkat," jawab Nanda.

"Lalu ada apa memangnya dengan cerita Alas Roban itu?" Tiara kebingungan.

"Apa kau tahu penyebab bus itu bisa tiba-tiba berada di hutan?" tanya Nanda.

"Itu hal yang kami ingin tahu!" ucap Fennia.

"Sopir bus itu berkata hal tersebut terjadi karena ulah makhluk halus!" ujar Nanda.

"Hah makhluk halus!?" Teman-temannya terkejut.

"Apa itu berarti sama seperti kita?" tanya Bila.

"Tunggu dulu, Bila, ceritanya belum selesai! Setelah diselidiki, ternyata penyebab mereka tersasar adalah karena kelalaian sopir bus itu. Sopir bus itu tak tahu jalur yang benar sehingga tersesat di hutan. Nah, untuk mengalihkan kelalaian sopir ini, sopir bus tersebut mengatakan bahwa hal ini adalah ulah makhluk halus!"

"Waaa, sungguh benar-benar!" Mei merasa si sopir amat kurang ajar.

"Dan menurutku peristiwa tersasar di Alas Roban itu adalah penyebab dari sopir itu sendiri!"

"Sopir itu sendiri??? Apa maksudnya?" tanya Tiara.

"Sopir itu menginginkan hal tersebut terjadi, sehingga terjadilah. Ia tak tahu arah yang benar dan ia juga agak lelah karena dini hari, maka ia menginginkan agar sesuatu terjadi sehingga perjalanan bisa terhenti sementara, dan terjadilah peristiwa tersasar itu!"

"Jadi maksudnya sopir yang menginginkan bus tersebut tersasar?!" Fennia menyimpulkan.

"Ya, bisa jadi begitu. Hmm ... mungkin ini tidak terlalu berhubungan dengan cerita Alas Roban tadi, tetapi aku telah mendapatkan jawaban mengapa kita semua bisa tersasar ke tempat aneh ini...."

"Apa itu maksudnya...," Mei menangkap maksud Nanda.

"Benar, seseorang di antara kita pasti menginginkan hal ini terjadi." Nanda mengatakannya dengan wajah seram.

"Ha? Apa maksudnya? Maksudmu salah satu teman kita menginginkan kita semua berada di tempat ini?" ujar Fennia.

"Hanya itu yang dapat terpikirkan olehku. Dan menurutku itu adalah kesimpulan yang paling benar," kata Nanda.

"Kalau dipikir-pikir masuk akal juga," ucap Mei.

"Nah, benar kan, Mei?" Nanda senang argumennya didukung.

"Jika itu terjadi, maka terjadilah. Tidak peduli dengan cara apa pun, dengan kekuatan apa pun, bahkan dengan bantuan setan pun...." Mei mulai membuat teman-temannya ketakutan.

"Lalu siapa teman kita yang menginginkan hal tersebut?" tanya Bila dengan agak merinding.

?~~~~~~~~~~~?

.............

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top