Tragedi-Keempat
Mayat Ghani yang agak berat dipindah oleh keempat laki-laki yang lain. Tubuhnya dikubur di sebelah kuburan Ebe dan Leli.
"Semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya. Aamiin."
Mereka mendoakan yang terbaik untuk Ghani. Beberapa ada yang terisak dan shock. Terutama Ahim, teman dekat Ghani. Meski ada beberapa yang heran dan agak curiga, karena kali ini mereka tak menyaksikan kematiannya secara langsung.
"Untuk sekarang, mari kita berdiskusi dan membahas apa yang telah kita dapat. Ini demi Ebe, Leli, dan Ghani juga," perintah Fathur.
Qiqit memulai dengan memberikan hasil penemuannya dengan Fifi. "Aku dan Fifi menemukan beberapa hal yang tidak berpengaruh di area pemakaman ini. Pertama, waktu. Meski waktu di jam HP dan jam tangan bergerak, namun waktu di area perkemahan ini sebenarnya berhenti. Lihatlah mataharinya. Bukankah sedari tadi masih saja di atas kita?"
Yang lain mendongak ke atas dan mulai menyadarinya.
"Lalu rasa lapar dan kantuk. Aku ingin bertanya, apakah ada yang merasa lapar atau mengantuk?"
Semuanya saling pandang, dan kemudian tersadar.
"Kalau begitu memang benar. Jadi kita tidak perlu membuat makanan atau tidur sampai kita berhasil menemukan cara untuk keluar dari sini. Oke, sekian."
Fathur lalu ingin menyampaikan sesuatu, namun Ahim mencegahnya.
"Apa ada yang tau ini jam berapa?"
"Jam 14.23, kenapa?" Yang lain menjawab dengan agak kesal.
"Tadi kita pemakaman berapa menit?"
"Umm ... sekitar 20 menitan?" jawab Fennia.
"Kalau begitu perkiraan kematian Ghani adalah jam 14.00. Sekarang aku tanya lagi, bagaimana dengan Ebe dan Leli?"
"Kalau kematian Ebe, kalau tidak salah waktu kita makan siang ya?" Bila bertanya ke Tiara, dan Tiara mengiyakan. "Jam 12-an Him," kata Bila.
"Kalau Leli pas itu aku melihat ke HP jam 1 siang," ujar Qiqit.
Beberapa murid lainnya mulai menyadari maksud Ahim, meski kebanyakan masih kebingungan.
"Setiap satu jam, akan ada satu kematian." Ahim mengatakannya dengan kesan penuh kengerian.
Bukannya malah senang atas petunjuk yang telah mereka temukan, mereka malah semakin ketakutan dan gelisah, sebab kematian mereka telah ditentukan.
"Oke cukup sudah, Him." Fathur menunjukkan kertas panjang ke hadapan yang lainnya. "Mari kita berdiskusi tentang 'teman' kita yang lainnya."
"2. Alfina Wijayanti
3. Alifa Azzahra El Fath Al Qudsih
4. Alya Shafa Nabila
9. Dina Aulia Nuggraheni
10. Fachryan Oktavino
15. Fitri Amelia Rosida
20. Intan Febriana Wibowo
21. Kuntum Lathifatur Rosyidah
29. Sholihatunnisa'
32. Yusuf Fardhan Nurdianto."
Fathur membacakan nama-nama murid yang asing di telinga semua temannya. Setelah itu dia mengambil beberapa spekulasi.
"Kalian boleh memilih yang kalian anggap benar. Kemungkinan yang pertama, mereka semua adalah mantan murid yang telah pindah. Aku rasa tak ada masalah dengan ini. Mungkin ingatan kita memudar seiring berjalannya waktu, apalagi pikiran kita stres karena keadaan di sini."
Yang lainnya mendengar dan memerhatikan lebih antusias lagi.
"Kemungkinan kedua, mereka telah mati sebelum ini, tanpa sepengetahuan kita, atau ingatan kita telah dihapus. Ini adalah hal yang paling benar menurutku."
Yang lain terperangah atas perkataan Fathur. Jika itu benar, itu adalah kenyataan yang amat jahat.
"Kemungkinan ketiga, mereka masih selamat di luar area terkutuk ini sementara ingatan kita terhapuskan oleh mereka."
"Jadi intinya itu ingatan kita telah dihapus tentang siapa itu mereka," ucap Ahim.
Fathur pun mempersilakan yang lain melihat nama-nama yang telah dilingkari itu. Salah seorang dari mereka menyadari sesuatu.
"Apa maksud dari pengurus konsumsi di bawah ini?" Panca menunjuk kertas di bagian bawah.
Ahim yang tadi tak menyadarinya langsung melihat daftar itu sekali lagi. Ternyata, namanya tercantum dalam daftar pengurus konsumsi itu.
Pengurus konsumsi:
04. Alya Shafa N.
20. Intan Febriana W.
29. Sholihatunnisa'
16. Ghani
19. Ahim
"Apa ini?" Ahim terheran-heran dan gemetaran.
"Ah aku tau!" seru Qiqit. "Entah mengapa tadi waktu memasak aku kebingungan. Ternyata aku bukan yang bertugas memasak! Kelima orang inilah kemungkinan besar yang harusnya memasak!" Qiqit menjawab dengan bangga.
"Aku? Memasak? Yang benar? Pasti bercanda...," batin Ahim.
"Lantas bagaimana dengan sisa tujuh siswa yang lain?" tanya Ahim sedikit kesal dan bingung.
"Entahlah. Hanya sebatas itu yang kutahu."
"Kalau begitu diskusi kita sudahi. Dan jangan lupa untuk terus berusaha menemukan petunjuk atau memikirkan cara untuk keluar dari sini," kata Fathur.
"Kalau kita tak menemukan petunjuk lainnya ... maka jam 3 nanti akan ada yang mati." Mei mengucapkannya dengan nada penuh ancaman dan raut wajah yang mengerikan.
***
Setelah selesai berdebat, mereka masih merinding akibat ancaman Mei tadi.
Qiqit dan Fifi duduk di tikar sambil memikirkan sesuatu. Sementara yang lainnya berkeliling mencari petunjuk, seperti Ahim. Atau, berdiskusi dengan teman-temannya, seperti Bila, Tiara, Fennia, Nanda, dan Mei.
"Huh aku tidak kepikiran sesuatu," keluh Fifi.
"Aku juga." Saking lelahnya mata Qiqit pun mengantuk dan ia berbaring untuk tertidur.
"Kenapa aku mengantuk?" batin Qiqit yang lalu gelisah. Namun, matanya telah menutup dan ia terlelap. Ia melihat Fifi juga terbaring di sebelahnya. Ia juga melihat teman-teman yang berkeliling jatuh tergeletak.
Sssshhhhhh.... Bau aneh tercium di udara.
Selamat tidur semuanya.
Dan, temuilah ajal temanmu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top