Tragedi-Kedua Belas
Pemakaman Panca diliputi dengan suasana duka. Teman-temannya menatap kuburan itu dengan pilu. Kini, tinggal enam orang saja yang tersisa.
Yudha depresi atas kematian sahabatnya, Panca. Ia pun mengambil sebuah batu.
"Yudha, hentikan! Apa yang kau lakukan?!" Qiqit menahan batu yang dipegang Yudha. Tetapi Yudha tetap bersikeras untuk melakukannya.
Tuaakkk-! Suara batu yang mengenai kepala Yudha. Yudha pun jatuh tersungkur ke tanah.
"Yuudhaa!" teriak Fifi.
"Yudha, apa yang lakukan...." Denok terkejut dan bingung. Sementara Qiqit hanya menatap kosong tubuh Yudha yang tergeletak.
Ahim hanya menoleh sebentar, dan berkata, "Biarkan saja, turuti saja kemauannya. Yang lebih penting, sebaiknya kita mulai mendiskusikan petunjuk lain."
"Petunjuk apa?" tanya Uyut.
"Apa kalian tidak memerhatikan, kata terakhir yang dikatakan Panca?" tanya Ahim. Keempat temannya pun merapat menuju dirinya.
"Um, 'tolong'?" jawab Uyut.
" 'Hi', yang jika kita hubungkan akan menjadi 'hiking'," kata Qiqit.
"Hiking? Lalu apa maksudnya?" tanya Denok.
"Dia mendapat sebuah petunjuk, dan dia ingin mendiskusikannya kepada kita," jawab Qiqit.
"Tapi Panca sudah mati. Tidak!
Lantas bagaimana ini?" Denok menjadi panik sendiri.
Qiqit membalas, "Kita yang akan mendiskusikannya. Saat kita hiking, apa ada yang mengetahui suatu kejadian aneh atau ganjil?"
"Ummm ... tidak," jawab Uyut.
"Jika kita mengetahuinya, maka kita akan mendapat suatu titik," ujar Qiqit.
"Titik?" Uyut, Fifi, dan Denok keheranan.
"Titik di mana kita tersasar ke tempat terkutuk ini. Seperti pohon besar, belokan, jalanan kecil, sungai, atau yang lain," tuntas Qiqit.
"Entahlah aku tak ingat apa pun kalau ada hal yang mencurigakan!" Fifi tampak frustasi.
"Ahh aku juga tidak ingat satu pun!" kata Denok.
"Gerbang masuk." Tiba-tiba Ahim mengatakan sesuatu.
"Hah?" keempat teman Ahim tak mengerti maksud dari perkataannya.
"Gerbang masuk. Garis finis dari kegiatan hiking. Titik di mana kita tersasar ke tempat terkutuk ini. Saat kita memasukinya, mungkin kita tak sadar. Tetapi, saat kita melihat ke dalam, tak ada seorang pun selain kita ber-22 'kan?"
"Iya. Itu berarti gerbang masuk adalah tempat masuk menuju ke area perkemahan yang gaib ini."
Qiqit membuat kesimpulan.
Tiba-tiba Fifi mendapat sebuah kesimpulan lain. "Aku menemukan ide petunjuk yang lain," ucapnya.
"Apa itu?" tanya Qiqit.
"Mungkin saja, saat hiking ada seseorang yang membuat permohonan. Ya, mereka mengajukan ke makhluk halus untuk membuat kita semua tersasar ke tempat ini. Tapi, entah kapan permohonan itu diajukan, sebelum atau sesudah kita memasuki gerbang masuk.
Namun, dengan perkataan Qiqit yang tadi, berarti sebelum memasuki gerbang masuk. Itu berarti saat hiking ada orang yang membuat permohonan itu."
"Masalahnya adalah siapa orang yang membuat permohonan itu, 'kan?" ujar Qiqit.
"Ya, benar," balas Fifi.
Denok pun memberi sebuah usulan. "Ah, aku punya usul. Bagaimana kalau kita pergi mencari petunjuk saja. Apa kalian bersedia keluar mengelilingi jalanan berkabut?"
"Hah? Apa? Untuk apa? Bukankah kita sudah melakukannya?" Uyut kebingungan.
"Bukankah sudah kukatakan untuk mencari petunjuk, Yut," balas Denok kesal.
"Oh, ya. Hehe...." Uyut hanya terkekeh. "Lho, tapi jika kita tidak mendapat satu pun petunjuk bagaimana?"
"Ini hanyalah sebuah dugaan. Mungkin perbedaan waktu menyebabkan suatu perubahan. Entahlah, toh ini hanya dugaan belaka. Bagaimana? Apa kalian setuju?"
"Hmmm.... Baiklah. Daripada tidak ada yang kita lakukan," ujar Fifi.
"Aku akan menunggu dan menemani Yudha," kata Qiqit.
"Qiqit!" Denok tampak agak marah.
"Tidak apa-apa 'kan! Siapa tahu Yudha terbangun saat kalian tidak ada! Atau mungkin sesuatu terjadi saat kalian tidak ada!"
Denok pun mengerti maksud baik Qiqit. "Ya sudah! Ya sudah! Qiqit diizinkan." Qiqit pun tersenyum senang.
Lalu, Denok mulai menjelaskan,
"Kita pergi sendiri-sendiri dan berangkat dari tempat yang berbeda. Setelah jam menunjukkan lima menit sebelum jam 8, semuanya harus berkumpul dengan Yudha."
"Ya sudah, ayo pergi," ajak Fifi.
Mereka berempat pun berangkat dari arah yang berlawanan menuju tempat di luar area perkemahan yang penuh dengan kabut tebal. Perjalanan mereka tak mudah. Pandangan menjadi terbatas dikarenakan adanya kabut yang tebal.
***
Di dalam mimipi Yudha,
ia berlari dan berlari.
Berlari,
berlari,
dan berlari dalam kegelapan.
Terus berlari.
Hanya suara langkah kaki yang terdengar olehnya.
"Di mana?
Di mana?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Di mana Ibu???"
***
19.54
Muncul Fifi dari tempat yang penuh akan kabut. "Bagaimana? Menemukan sesuatu?" tanya Fifi.
Sudah ada Denok yang menunggu di depan gerbang masuk. "Tidak. Satu pun tidak ada," jawab Denok.
"Ya sudah kita masuk ke area perkemahan saja," ajak Fifi.
Mereka berdua pun masuk ke area perkemahan. Di sana, mereka menemukan Ahim dan Uyut bersama dengan Qiqit yang menunggui Yudha.
"Apa kalian berdua menemukan sesuatu?" tanya Fifi ke Ahim dan Uyut. Ahim dan Uyut hanya menggeleng pelan.
"Kami pun juga tak menemukan satu pun petunjuk," kata Denok.
"Kalau begitu, kita kembali dengan tangan hampa, ya," kata Uyut.
"Kita menunggu kematian selanjutnya. Hmmm...," Ahim memandangi jam tangan milik Fathur, "empat menit lagi."
Qiqit berusaha membangunkan Yudha. "Yudh! Yudha! Bangun Yudh!"
"Percuma, dia belum bisa bangun." Ahim berkata dengan datar.
"Biarkanlah dia dulu," kata Denok. Qiqit pun menuruti perkataan Denok dengan tidak mengganggu Yudha yang sedang tidur.
"19.59!" seru Ahim yang melihat ke arah jam tangan.
60 detik lagi
50
.
.
40
.
.
30
.
.
20
.
.
10
.
.
.
5
.
.
.
4
.
.
.
3
.
.
.
2
.
.
.
1
.
.
.
.
.
.
***
Tap tap tap tap...
Suara langkah kaki yang berlarian.
Tap tap tap tap tap...
"Akhirnya!" Yudha menemukan sebuah cahaya di ujung kegelapan.
Yudha menemukan gerbang masuk yang bertuliskan "EXIT". Di dalam sana ia melihat ibu, ayah, kakek, dan neneknya. Mereka menanti kedatangan Yudha.
"Yudha ... Yudha...."
"Aku datang!" Yudha berlari, meneteskan air mata gembira. "Ibu...! Ayah...!"
Tiba-tiba, pemandangan di belakang keluarga Yudha menjadi gelap. Mereka menghilang.
"Ibu...! Tunggu!" Yudha terus berlari. Sampai di depan gerbang, ia lanjut berlari.
Yudha memasuki gerbang itu. Saat memasukinya, Yudha merasakan sesuatu yang aneh dan tak biasa. Ia merasa badannya menjadi sangat ringan.
Di sana, keempat anggota keluarganya diikat dengan tali. Mata dan mulut mereka ditutup dengan kain. Panca sudah siap dengan belati di tangannya.
Kau harus memenangkan game ini!
Tiba-tiba, terdengarlah suara aneh yang bersamaan dengan munculnya sebuah mesin konsol. Yudha terkejut mengetahui ia telah memegang joystick.
Menangkanlah, maka keluargamu akan bebas!
Di layar itu muncul sesuatu yang membuat Yudha terbelalak tak percaya.
Teng tereng teng teng...
KILL THE REAL KILLER!
-----
***
"20.00!" seru Ahim yang masih melihat ke arah jam tangan Fathur.
Tiba-tiba, badan Yudha terbangun, padahal matanya sedang terpejam. Yudha berlari menuju gerbang masuk. Saat melewati gerbang masuk, tubuhnya seperti tertahan oleh tembok tak kasat mata, menyebabkan tubuh yang bergerak dengan kecepatan tinggi itu hancur berkeping-keping, meninggalkan daging-daging, otak, jantung, hati, usus, paru-paru, dan tulang-tulang yang sudah tak berbentuk lagi.
Semua temannya tercengang melihat tubuh yang hancur itu sembari menunjukkan ekspresi ngeri.
"Tiiidaakkkk-!" teriak Qiqit.
"Yuudhaaaa-!" Fifi menjadi histeris.
"Aaaaaa-!" Uyut terperanjat.
Kelima peserta itu tak percaya melihat kematian tak wajar temannya untuk yang kesekian kalinya. Kini, keputusasaan tengah menanti mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top