Penyimpangan-VII

Seorang OB yang sedang berjaga malam, berkeliling dan melihat ke kelas XII MIPA 1. Ia melihat kelas tersebut bercahaya terang dan pintunya terbuka. Setelah ia melihat ke dalam, ternyata ada Pak Gatot dan sebelas murid di dalam tengah mengikuti pembelajaran.

"Ah!" pikir OB tersebut. Ia lalu beranjak pergi. Tetapi, ia kemudian berhenti di jalan, menyadari sesuatu. Ia melihat ke arah jam tangannya, pukul 00.01.

***

Hari Kedelapan Sekolah

05.00

Suasana Saba yang sepi dan masih gelap. Hanya kabut dan langit fajar yang menemani. Di atas panggung indoor, sekelompok siluet terlihat bergelantungan, siluet dari tubuh-tubuh manusia. Mereka adalah belasan OB, tergantung oleh senar yang terhubung ke kedua telapak tangan, kedua telapak kaki, dan leher mereka. Mereka yang digantung ini bak boneka-boneka kayu yang dipajang pada etalase toko. Terlihat damai, tenang, dan ramah. Padahal wajah-wajah mereka menunjukkan raut kesengsaraan dan kepedihan. Mereka tercekik dengan senar yang membelit leher mereka, lalu digantung di atas panggung indoor, dan semuanya terjadi secara misterius.

***

07.02

Setelah pengumuman aneh bahwa belasan mayat telah ditemukan di atas panggung indoor, KBM pun tetap berjalan seperti biasa.

Begitu pula dengan murid XII MIPA 1, Alifa, Dina, Intan, Alya, Fina, Miftah, Emak, Ryan, Fardhan, Kuntum, dan Atun pun mengikuti pelajaran seperti biasa. Namun, beberapa dari mereka mulai merasa aneh dan mencurigai teman-temannya sehingga merasa tak tenang ketika berlama-lama di kelas.

***

Shalat Zuhur

Waktu istirahat kedua telah tiba. Beberapa murid menuju musala untuk salat. Fina melihat ke arah kolam ikan di sebelah tempat wudu dengan tatapan kosong tak percaya. Ikan-ikan nila yang berada di sana mengambang tak bernyawa. Kulitnya terlihat pucat dan matanya memutih menunjukkan perasaan tersiksa yang amat kejam. Ikan-ikan itu telah diracuni oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Dengan tenang, bangkai-bangkai ikan itu bergerak senada dengan riak air.

Salat zuhur diimami oleh Fardhan.

"Allahu akbar."

Semua makmum laki-laki dan perempuan pun memulai salat mereka.

Para makmum laki-laki tak bisa tenang. Beberapa dari mereka mulai menyeret beberapa laki-laki yang lain, menendang dan memukul mereka, hingga wajah mereka membengkak. Yang lain merasa terganggu dan memukul para penindas itu. Sehingga yang terjadi adalah sebuah pertengkaran hebat antar makmum laki-laki.

Sementara makmum perempuan juga tak dapat diam. Mereka mulai menjambaki rukuh makmum yang lain, mencakar-cakar wajah, dan menjegal kaki-kaki yang ada. Beberapa dari mereka kulit wajahnya mulai sobek dan mengeluarkan darah karena terus-menerus dijambak oleh perempuan yang lain.

Pertengkaran berlanjut menjadi antara makmum laki-laki dengan makmum perempuan. Mereka saling pukul, tendang, gigit, cakar, injak, dan lainnya. Darah-darah pun mengenai sajadah dan lantai serta dinding musala.

"Assalamu'alaikum Warahmatullah.... Assalamu'alaikum Warahmatullah...." Fardhan telah menyelesaikan salatnya.

Seluruh makmumnya tergeletak di atas sajadah tak bernyawa. Beberapa dari mereka ada yang kulitnya sobek, memerah, mengeluarkan darah, atau tubuh penuh luka lebam, atau juga tulang yang retak dan patah.

***

Hari Ketujuh Sekolah

Jam Pelajaran ke-4

OSIS dan MPK mengadakan rapat di ruang serbaguna yang terletak di lantai dua. Untuk alasan keamanan, pintu pun ditutup dan dikunci. Lalu, mereka mulai berkumpul dan duduk di tengah menghadap ke arah ketua OSIS dan ketua MPK.

Emak dan Ryan tiba-tiba maju ke depan, menuju ke belakang dua orang ketua. Semua orang memerhatikan mereka dengan heran. Ketua OSIS menatap Emak yang berada di belakangnya dan ketua MPK menatap Ryan yang berada di belakangnya.

"Ada apa?"

Jlebbbb-!

Emak menikam punggung kiri ketua OSIS dari belakang dan Ryan menikam dada kiri ketua MPK dari depan. Mereka berdua menggunakan pisau tajam yang diarahkan tepat mengenai jantung. Ketua OSIS dan ketua MPK tercengang hebat memandangi bagian tubuhnya yang ditikam dan memuncratkan darah yang begitu banyak. Keduanya tersungkur di atas lantai, sementara orang-orang lain di situ berteriak histeris dan berlari menuju pintu.

Tetapi, pintu tersebut dikunci. Emak mengangkat tinggi benda yang dipegangnya sambil menyeringai, sebuah kunci. Yang lainnya pun memandang kunci tersebut dengan wajah memelas dan memohon.

Ada murid yang mengeluarkan smartphone dan mengetikkan sesuatu dengan gelisah. Emak menodongkan pistol dan menembak murid tersebut tepat mengenai kepala. Murid yang lain berteriak makin histeris dan memohon kepada Emak untuk menghentikan aksinya.

Ryan mengambil tas besar yang disembunyikan di pojok ruangan, lalu menyebar seluruh isinya. Murid-murid yang melihatnya terkejut dan bergetar ketakutan. Pistol, senapan, pisau, pedang, parang, arit, katana, palu, tombak, alat kejut listrik, golok, keris, panah, dan senjata mematikan lainnya. Semua itu tergeletak di atas lantai.

"Apa maumu, ha?!"

"Fitri, Ryan, apa kalian gila?"

"Ini hanya prank, 'kan?"

Lalu, Ryan mulai menjelaskan suatu peraturan, "Kalian semua kami beri dua pilihan. Pertama, membunuh kami berdua dan kalian semua keluar dengan selamat. Tentu saja kami berhak membunuh orang yang menyerang kami. Kedua, saling membunuh satu sama lain dan hanya satu orang yang kami biarkan lolos dan selamat. Kalian dapat menggunakan senjata yang tersedia di depan kalian. Waktu yang kami berikan adalah sampai pulang sekolah. Jika tidak ada yang berhasil, maka kalian semua mati. Kecuali pada pilihan kedua, akan kami sisakan satu."

Emak menambahi, "Kalian harus meletakkan semua smartphone atau alat komunikasi kalian ke depan. Bagi yang tidak melakukannya, akan kami tembak. Tidak boleh ada yang keluar dari permainan. Bagi yang melanggar, akan kami tembak."

"Apa maumu! Kalian berdua gila!"

Semua murid bergetar hebat dan makin ketakutan. Seorang laki-laki mengambil pistol dan mengarahkan ke Emak. Tetapi, Emak lebih sigap dan menembaknya terlebih dahulu. Ada seorang perempuan yang secara sembunyi-sembunyi mengetik sesuatu menggunakan smartphone. Emak pun menyadari dan menembaknya.

"Huh, dasar orang bodoh," kata Emak. "Kalian belum kami persilakan memulai permainan. Pertama-tama, letakkan seluruh alat komunikasi kalian."

Mereka pun menuruti perkataan Emak dan menuju ke tumpukan senjata, lalu meletakkan smartphone mereka. Tetapi, ada seorang laki-laki yang lagi-lagi mengambil pistol dan mengarahkan ke Ryan yang lengah. Namun, Ryan langsung sigap dan melempar pisau dapur ke arahnya tepat mengenai dahi. Murid-murid yang lain berteriak histeris lagi.

"Jangan ada yang gegabah! Pertama-tama marilah kita menuju ke depan mengambil senjata yang dapat kita gunakan dan kemudian menuju ke belakang untuk menyusun strategi. Kita harus bekerja sama!"

Mereka semua pun menuruti perkataan itu dan menuju ke depan mengambil senjata, lalu mundur ke belakang untuk berdiskusi.

"Apa yang akan kita lakukan?"

"Pertama-tama, mari kita cari titik kelemahan mereka."

"Emak dan Ryan sudah gila!"

"Mereka selalu awas dan sigap, kita tidak bisa melakukan serangan dadakan. Tapi, bisa menggunakan serangan tipuan."

"Ide bagus."

"Bagaimana kalau kita sekaligus menyerang mereka secara bersamaan? Tidak mungkin, 'kan, mereka menghabisi kita semua sekaligus."

"Hey, apa kau gila?! Apa kau ingin kita semua mati di sini!?"

"Aku tidak ingin mati."

"Yang tidak ingin mati ikuti aku dan serang secara bersamaan!"

"Hei tunggu jangan gegabah! Hei-" Namun, mereka tak mendengarkan. Hampir seluruh dari mereka berlari menuju Emak dan Ryan sambil menyiapkan senjata mereka. Yang membawa senjata jarak jauh seperti pistol, senapan, dan panah berdiri dari jauh membidik ke arah keduanya. Berbagai macam senjata tajam terarahkan ke Emak dan Ryan. Pisau, parang, pedang, arit, katana, palu, tombak, alat kejut listrik, golok, keris, dan lainnya diarahkan oleh murid-murid yang hilang akal sehatnya. Panah dan peluru juga terarahkan ke mereka berdua.

Emak tersenyum licik. Ia dan Ryan menghindari semua serangan. Ryan mengeluarkan dua bilah pedang dan mengayun-ayunkan secara cepat ke arah murid yang lain. Murid yang terkena pun tertebas secara brutal oleh pedang Ryan. Tubuh mereka ada yang sampai terbelah menjadi beberapa bagian, ada yang terluka sampai dalam, atau hanya tergores saja. Emak menembaki murid-murid yang berdiri dari jauh.

Kini tersisa tiga belas murid saja di sana. Mereka bergetar hebat karena ketakutan melihat aksi Emak dan Ryan.

"Tolong ... tolong aku! Aku akan lakukan apa saja! Apa saja! Maka dari itu, selamatkan aku!"

Doorr-!

Emak menembaknya. Ternyata murid itu telah menyiapkan jebakan berupa pisau di balik punggungnya.

Emak memandang ke kedua murid, perempuan dan laki-laki. Mereka adalah sepasang kekasih. Sang laki-laki tampak lebih ketakutan daripada pacarnya. Ia melihat wajah Emak yang mengerikan, dan seperti terpengaruh, ia menatap pacarnya, kemudian mengarahkan keris dan menyerang pacarnya dengan kejam tanpa ampun. Sang perempuan mencoba menghentikan, tetapi terlambat sebab ia telah terbunuh.

Beberapa yang lain mulai kehilangan akalnya. Mereka mencoba menyerang murid lainnya, terutama murid yang lemah. Seorang perempuan kecil tertusuk tombak yang panjang. Penyerangnya lalu ditembak dengan senapan. Laki-laki tadi yang membunuh pacarnya diserang menggunakan gergaji secara brutal oleh laki-laki yang lebih besar. Laki-laki itu menggorok leher mangsanya dengan cepat. Darah pun mengalir dengan deras. Tetapi, laki-laki itu dipukul menggunakan bola besi oleh perempuan yang telah gila hingga laki-laki itu jatuh ke atas lantai dengan kepalanya yang hampir hancur.

"Aaaaaa-! Tidak! Tidak mau! Kalian semua pembunuh-! Aaaaaa-!" Seorang perempuan kecil menjerit.

Slaaassshhh-!

Perempuan yang menyerang menggunakan bola besi tadi ditebas punggungnya sehingga darah bermuncratan dengan deras.

Yang lain melihat teman-temannya dengan horor, lalu mengambil senjata untuk bertahan diri.

"Tidak! Tidak! Jangan mendekat!" Ada laki-laki yang mencoba menyerang laki-laki lainnya.

Dorrr-! Seseorang menembak laki-laki penyerang itu.

"Jangan ganggu Hilma!" Itu adalah perempuan yang sekelas dengan laki-laki yang diserang tadi.

"Cika...."

Dorr-!

"Maaf, Hilma, tapi aku akan selamat!"

Jleebbb-!

"Kau lengah, Mbak!" Seorang laki-laki kecil menusuk dada kirinya.

"Si- Sialan kau!" Perempuan itu tersungkur.

Jreeeettt tetettt trreeetttt-!

Laki-laki kecil itu disetrum oleh perempuan kecil yang menangis histeris. "Mati! Mati-! MATI-!" Hingga tubuhnya terjatuh pingsan masih saja ia disetrum.

Jrrooottt-!

Perempuan kecil itu ditusuk oleh seorang laki-laki menggunakan batang besi tajam di bagian perutnya.

"Akkk.... Akkkk...."

"Heh ... heehe.... heheeheh.... Hahaahahaha!!!" Laki-laki itu tertawa gila.

Kini hanya tersisa dirinya seorang yang hidup selain Emak dan Ryan. Tetapi, karena ia kurang yakin, ia menusuk tubuh laki-laki kecil tadi, untuk memastikan saja.

"Sekarang akulah yang selamat!Haahahahaha- Hooeeeekkkk...!" Karena tak tahan, ia pun muntah.
"Hooeekkk-!"

Ia melihat ke arah Emak dan Ryan. "Selamat!" kata Emak dan Ryan.

"Selamat karena telah memenangkan permainan ini!" kata Emak. Laki-laki itu tersenyum dan pikirannya telah gila.

Ryan berkata, "Selamat! Sebagai hadiahnya, kau dipersilakan untuk mati bunuh diri atau tetap hidup sebagai pembunuh. Mana yang akan kau pilih? Aku menyarankan untuk bunuh diri saja."

"Aku memilih bunuh diri." Laki-laki itu mengambil pistol dan mengarahkan ke pelipisnya, lalu menarik pelatuk pistol. Wajah tertawa yang gila terlihat saat tubuhnya terjatuh ke lantai.

"Yahh.... Permainan selesai...," seru Ryan.

***

Pulang Sekolah

Emak dan Ryan pulang sekolah dengan baju seragam mereka yang rapi dan bersih, seperti baru dibeli.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top