8
Arkan mengamati Lana yang sedang melihat-lihat rak buku. Wajah gadis itu tampak sendu sekali. Sepertinya dia menangis semalaman. Arkan penasaran bagaimana cewek itu bisa putus dengan adiknya. Padahal rasanya beberapa hari yang lalu dua sejoli itu masih menempel mesra dan masak bersama di apartemen milik Arlan.
"Aku kepo kenapa kalian berantem," kata Arkan sembari melihat lihat buku di sebelah Lana.
"Nggak usah kepo. Urus aja urusanmu sendiri."
Senyuman Arkan malah terkembang mendengar omongan Lana. "Kamu tahu nggak rekor kamu sama Arlan berantem itu cuman 3 hari 5 jam 35 menit. Tunggu aja dua tiga hari lagi, dia pasti ngemis-ngemis ke kamu minta balikan," kekeh Arkan.
Arkan tahu persis tabiat adiknya yang super bucin itu. Arlan tidak akan tahan jika tidak menghubungi Lana lewat dari tiga hari. Setelah itu dia pasti berlari untuk minta maaf sama Lana, biarpun sebenarnya dia nggak tahu dia salah apa. Seperti itulah hubungan Arlan dan Lana selama ini berjalan.
Lana menoleh pada Arkan dengan tatapan takjub. "Itu beneran kamu itung?" tanyanya nggak percaya.
Arkan malah tergelak. "Berani taruhan nggak?"
Lana terdiam. Ya, selama ini memang seperti itu skenarionya jika mereka bertengkar. Lana yang ngambek dan Arlan yang minta maaf. Namun kemarin itu berbeda. Yang marah adalah Arlan. Yang mengucap kata putus juga Arlan duluan.
"Nggak," geleng Lana. "Kali ini kita bener-bener putus."
Ponsel Lana bergetar. Lana merogoh sakunya dan melihat nama kontak Mamanya yang terlihat di layar. Maka dia pun sedikit berjalan ke pojokan untuk menjawab panggilan itu.
"Iya, Ma. Ada apa?"
"Lana! Mama denger kamu putus dari Arlan. Itu bener?"
Lana mengusap jidatnya. Astaga... secepat ini gosip menyebar sampai Mamanya yang jauh di Surabaya sudah tahu.
"Iya, bener."
"Hah? Ya ampun. Kamu nggak apa sekarang, Nak?"
Lana tersenyum kecil mendengar suara ibunya yang terdengar khawatir. Tidak seperti kebanyakan orang yang bertanya dan menghakiminya.
"Iya, nggak apa. Minggu ini aku mau pulang, Ma. Mau ngambil motor. Iya, soalnya naik g*jek terus mahal. Aku pulang naik kereta. Iya, bye, Ma."
Lana mengakhiri panggilan dengan ibunya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Tahu-tahu Arkan muncul dan balik rak dan membuat Lana hampir melompat kaget.
"Kamu mau balik ke Kediri hari minggu?" tanya cowok itu.
"Kamu nguping ya!" tuduh Lana.
Arkan cuman ketawa aja. "Aku juga balik hari minggu. Kita bareng aja. Kamu belum pesen tiket, kan? Kalau udah pesen batalin aja."
Lana menimbang-nimbang tawaran Arkan. Dia belum pesen tiket sih. Sebenernya enak banget kalau bisa pulang bareng Arkan. Dia bisa hemat ongkos. Jam nya bisa sewaktu-waktu dan langsung di antar di depan rumah.
"Nggak ngerepotin kamu?" tanya Lana. Rasanya nggak enak kalau dia langsung jawab oke.
"Nggaklah, ini kan kesempatan aku mau PDKT sama kamu. Mumpung Arlan belum berubah pikiran," senyum Arkan.
Lana berdecak kesal. Makhluk satu ini emang ngeselin. Sukanya bercanda yang bikin baper gitu tanpa tahu perasaan Lana. Bisa-bisanya dia bicara begitu dengan wajahnya yang mirip dengan Arlan itu. Lana mencubit pinggang kakak dari mantan pacarnya itu dengan jengkel.
"A-aduh! Sakit, Lan!" rengek Arkan sembari berusaha melepaskan diri.
Tanpa sepengetahuan Arkan dan Lana, di depan pintu masuk kafe ada yang mengawasi mereka. Arlan berdiri dan menyaksikan mereka bersama dengan Siwi yang mengekor di belakangnya. Siwi mengamati raut wajah Arlan yang terlihat kaku.
"Dokter nggak masuk?" tegur Siwi
"Maaf, Wi. Kita bisa pindah kafe aja nggak?" ucap Arlan. Tanpa mendengar persetujuan Siwi, Arlan sudah keluar duluan dari kafe itu.
***
Up! Votes and komen ya guys...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top