7

Lana duduk di Kafe X sambil menunggu matabak manis pesanan dia selesai dibuat. Dia memandangi jalanan dengan tatapan hampa. Baru juga kemarin rasanya dia duduk di sini dan bercanda dengan Arlan. Namun kini dia duduk sendiri. Segala perasaannya rasanya masih berkecamuk, membuat Lana hanya bisa menghela napas.

"Lana?"

Lana menoleh saat mendengar namanya dipanggil oleh suara yang familiar. Netranya terbuka ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Dia hampir saja mengira itu Arlan kalau tidak melihat bawah mata kirinya yang kosong. Satu-satunya yang membedakan Arlan dan Arkan hanyalah tahi lalat di bawah mata kiri mantan pacarnya saja. Selain itu wajah, tinggi badan bahkan suara mereka sama persis.

"Oh... Hai Arkan," senyum Lana.

"Aku boleh duduk di sini, kan?" tanya Arkan sembari memegang kursi di depan Lana.

"Iya, silakan," angguk Lana. Meski dia bermasalah dengan Arlan. Dia tidak pernah bersinggungan dengan Arkan. Tidak sopan jika dia mengusir pria itu hanya karena tidak ingin melihat wajahnya. Walaupun berbicara dengan duplikat dari Arlan ini membuat hatinya merasa sakit.

"Kapan kamu datang?" tanya Lana berbasa-basi. Pasalnya Arkan tidak menetap di Kota Surabaya ini. Arkan bekerja di kampung halaman mereka di Kediri. Dia pasti ke sini hanya untuk mampir saja menemui adik kembarnya.

"Kemarin," sahut Arkan sembari menggeret kursi dan duduk di depan Lana.

"Kamu lagi liburan?"

Arkan menjawab pertanyaan itu dengan anggukan. "Izin dua hari aja sih, karena Tanteku nikah minggu ini. Mandat dari kakek semua keluarga besar harus datang," jelasnya.

Lana mengingat, Tante yang diceritakan Arkan. Sebagai pacar yang sudah bersama sepuluh tahun lamanya, Lana sudah sangat akrab dengan keluarga besar Arlan. Namun untuk Tante yang belum menikah ini, Lana belum pernah bertemu secara langsung karena dia sama sekali tidak pernah datang ke arisan keluarga. Dia adalah dokter forensik yang sangat fenomenal.

"Aku kaget banget dengar berita kalau kamu putus dari Arlan. Kok bisa?"

Lana hanya tersenyum kecil. Memang sudah pasti Arkan akan membahas hal ini, walapun Lana tidak ingin membahasnya. "Hanya karena sudah nggak cocok saja."

"Itu alasan yang nggak masuk akal. Kalau nggak cocok, kalian pasti sudah pisah dari sepuluh tahun yang lalu," kata Arkan.

"Di dunia ini tidak ada pasangan yang benar-benar cocok. Kami hanya saling mencocokkan diri saja. Mungkin sekarang kami sudah lelah karena terlalu banyak ketidakcocokan yang harus diperbaiki setiap hari," jawab Lana.

Arkan memandangi Lana yang menatap jendela dengan tatapan kosong. "Lana," panggilannya. "Dari tadi kamu nggak lihat aku."

Lana tampak terkesiap kemudian menunduk. "Maaf. Karena kamu terlalu mirip sama dia, aku...." Lana nggak bisa melanjutkan kalimatnya gadis itu hanya diam sembari menggigit bibir saja.

"Duh, padahal jelas-jelas aku yang lebih ganteng," kekeh Arkan.

"Sebenarnya aku cukup senang loh kalian putus. Ini kesempatan yang sudah aku tunggu-tunggu sejak sepuluh tahun yang lalu."

Netra Lana terbeliak. Dia menatap Arkan yang balas menatapnya cukup lama. Semenit mereka dalam diam sampai akhirnya Arkan memecah keheningan dengan tawanya. "Bercanda!" gelaknya.

Lana memanyunkan bibir jengkel. Dia lupa kalau Arkan itu adalah makhluk yang iseng seperti ini.

"Tolong bercanda seperi itu!" protes Lana.

Tawa Arkan yang mengudara membuat Lana makin jengkel.

"Jangan ketawa!" rajuknya.

Arkan tersenyun simpul. "Tapi kalau aku serius bagaimana?" tanyanya lagi sembari menopang dagu dan mendekatkan wajahnya pada Lana.

Lana mendekus kesal. "Aku nggak akan ketipu untuk kedua kalinya!" ketus cewek itu.

"Ah, nggak seru," kekeh Arkan.

"Ih! Kamu nyebelin! Pergi sana!" amuk Lana.

"Jahatnya, padahal aku baru sampai." Arkan memanggil pelayan Kafe dan memesan makanan.

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Lana. Melihat gerak-gerik Arkan yang sepertinya tidak ada janji bertemu dengan orang lain. Setahunya, Arkan bukanlah tipe orang suka nongkrong sendirian di Kafe pinggir jalan seperti ini.

"Aku ada firasat aja bakal ketemu kamu di sini," senyum Arkan.

***

Up, Gaes! Votes dan komen ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top