47
Lana izin ke toilet sebenar ketika pasien di loket sudah sepi. Setelah selesai menuntaskan hajatnya, Lana terkejut ketika melihat sosok Arlan yang lagi lewat di depan kamar mandi. Toilet karyawan itu terletak di bagian belakang gedung yang sepi banget jadilah mereka hanya berduaan di situ. Lana sok cuek saja dan mau langsung pergi, tapi teguran dari Arlan menghentikan langkahnya.
"Kamu kenapa kok sok-sokan nggak kenal sama aku?"
Pertanyaan Arlan itu membuat kening Lana mengernyit. Dia nih yang sok-sokan? Padahal Arlan tadi yang menyalaminya duluan sepeti orang baru ketemu, ketika mereka berkumpul dengan Bang Ucup di Dinkes. Lana hanya menuruti permainan Arlan saja. Bisa-bisanya Arlan malah menuduhnya pura-pura nggak kenal. Lana menarik napas panjang, mencoba menstabilkan emosinya.
"Emangnya kita saling kenal?" ketusnya. "Kita emang pernah sama-sama lebih dari sepuluh tahun, tapi aku baru sadar kalau aku sebenarnya nggak kenal sama kamu."
Wajah Arlan terlihat datar, tapi Lana tahu kalau mantam pacarnya itu sedang kesal. "Maksudmu?"
Lana mengibaskan tangan. "Itu udah nggak penting lagi sekarang. Semuanya sudah selesai."
Tak ingin melanjutkan pembicaraan lagi Lana segera melangkah pergi. Rasanya kalau dia bicara satu kata lagi air matanya bisa jatuh. Dia tidak mau memperlihatkan pada si brengsek Arlan bahwa dirinya sebenarnya sedih karena Arlan secepat itu melupakannya dan pacaran dengan cewek lain. Lana tidak mau tampak lemah di depan Arlan.
"Kamu harus kuat, Lana. Kamu harus kuat!" gumam Lana untuk dirinya sendiri.
Sementara itu Arlan masih terpaku menatap punggung Lana yang makin menjauh. Jujur saja perasaannya campur aduk ketika bertemu Lana hari ini. Wanita itu pernah menempati ruang yang sangat spesial di hatinya. Tentu saja tidak mudah bagi Arlan untuk melupakan Lana begitu saja. Ada banyak pertanyaan yang ingin dia ajukan untuk Lana. Tapi ketika dia berhadapan dengan wanita itu, dia justru tidak bisa berkata apa-apa.
"Lana!" panggil Arlan. Lana yang sudah berjarak enam meter darinya itu ternyata mau behenti dan menoleh.
"Apa kamu pacaran sama Arkan?" Arlan tak tahu mengapa kalimat itu keluar dari bibirnya. Padahal yang dia pikirkan dari tadi adalah beramah-tamah dengan Lana seperti saudara jauh yang yang sudah lama tidak pernah bertemu. "Lana apa kabar? Kamu sehat-sehat? Kok kamu kurusan?" Kalimat-kalimat seperti itulah yang sebenarnya ingin dia ucapkan sedari tadi. Tapi kenapa mulutnya malah bicara sendiri tanpa dia sadari?
Lana memutar bola matanya jengah. "Aku mau pacaran sama siapa, itu bukan urusan kamu!" tegasnya. Cewek itu kemudian masuk ke dalam gedung untuk kembali ke loket.
Lana bertanya-tanya kenapa tiba-tiba Arlan menanyakan pertanyaan semacam itu. Lana menghela napas. Bagaimana pun hatinya ini masih penuh luka, jadi dia belum siap untuk menjalin hubungan dengan siapa pun. Yang ada dia hanya akan menyakiti dirinya sendiri dan juga orang yang akan menjadi pasangannya nanti. Lana tidak mau mengambil risiko semacam itu. Lebih baik dia menunggu sampai lukanya sembuh dulu. Namun, dengan seringnya dia bertemu dengan Arlan seperti ini apakah luka itu bisa cepat kering? Hatinya bahkan rasanya seperti diiris ketika harus melihat Arlan dari kejauhan.
Lana menepuk-nepuk dadanya dan mengucapkan mantra sekali lagi. "Kamu harus kuat, Lana! Kamu harus kuat!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top