41

"Makasih ya Arlan udah mau nebengin hari ini," ucap Lana setelah turun dari mobil Arkan tepat di depan rumahnya.

"Iya sama-sama. Kamu mau boyongan lagi ke Surabaya, kan? Nanti bareng aja," tawar Arkan.

Lana berpikir sejenak. Bareng Arkan tentunya lebih nyaman dan hemat, namun jauh dalam lubuh hati Lana dia tidak ingin berhubungan apa pun dengan keluarga mantan pacarnya lagi. Namun dia juga tidak enak hati jika mengabaikan Arkan yang selaa ini selalu menemaninya pada masa sulit. Hingga dia bisa merontokkan sebagian lemaknya.

"Iya, makasih," jawab Lana akhirnya.

"Oke, aku balik dulu ya."

"Iya hati-hati."

Arkan melambaikan tangan dan memacu kendarai pergi. Lana balas melambai dan tersenyum kecil. Senyumannya lenyap tanpa bekas ketika mobil Arkan sudah menjauh.

Lana hanya diam meskipun Arkan sudah benar-benar tidak terlihat. Dia baru bergerak ketika merasakan tetes-tetes air yang membasahi pipinya. Lana menoleh ke atas, melihat langit yang sangat mendung. Tanpa terasa Lana merasakan adanya air yang meleleh dari matanya. Dia menangis. Lana benci mengakuinya. Mengapa dia masih sangat mencintai Arlan? Melihat mantannya yang begitu mudah pindah ke lain hati, bukankah seharusnya Lana juga begitu? Tapi mengapa begitu sulit menghapus Arlan dari ingatannya.

"Lana!" Kamu kok hujan-hujannan sih!"

Lana menoleh dan mendapati ibunya yang muncul. Wanita itu tampak panik melihat Lana yang diam saja padahal tubuhnya sudah setengah basah. Saat seperti ini Lana bersyukur karena air hujan mengaburkan tangisnya sehingga wanita yang melahirkannya itu tidak menyadari bahwa Lana menangis.

"Kenapa, Lana? Soalnya sulit banget? Kamu nggak lulus lagi? Nggak apa, Sayang. Coba lagi tahun depan," hibur ibunya yang ternyata tetap menyadari aura sedih yang ditunjukkan Lana.

Lana tersenyum kecil aja. Padahal dia ingin pulang dengan membawa kabar gembira pada ibunya, bahwa dia kemungkinan besar lolos tes CPNS. Namun rasa sakit dalam dadanya menghalangi segalanya.

"Lana pusing dan capek banget, Bu," lirih Lana.

"Ya udah, ayo cepet masuk! Mandi makan dan tidur," ucap sang mama.

Lana menurut. Dia segera masuk. Mengganti pakaian, mandi air hangat, kemudian berbaring di balik selimut sambil minum replacement meal yang diproduksi P-Farma, produk dari keluarga mantan yang banyak membantu dietnya. Kehangatan selimut dan susu replacement meal, membuat pikirannya lebih jernih.

Lana membuka instagram dan mencari akun Siwi. Ada satu postingan baru dari Siwi yang membuat hati Lana tersentil. Siwi memosting fotonya duduk berdua dengan Arlan di Kafe X sambil memakan strawberry ice cream sesendok berdua, menu kesukaan Lana.

Siwi_ Hari ini dia nanya ke aku, "Kamu tahu nggak artinya lampu merah?" Terus aku jawablah, "Iya, tahu." Dia nanya lagi. "Apa artinya? Kalau lampu merah, waktunya kita ngapain? " Aku bingung sih kenapa tiba-tiba dia nanyain itu ke aku, tapi tetep aja aku jawab. "Kalau lampu merah waktunya kita untuk berhenti." Terus dia nanya lagi dong. "Kalau lampu hijau artinya apa? Waktunya kita harus ngapain?" Aku jawab lagi. "Lampu hijau artinya, waktunya kita untuk jalan." Eh, terus dia bilang dong. "Yuk jalan." Awalnya aku nggak nyambung. Ternyata dia lagi mancing-mancing buat ngajak jalan. Hahahaha. Ya ampun, Arlan. Kamu ada-ada aja ya. Kamu emang orang paling unik yang pernah aku temui. I love you.

Lama tercengang ketika membaca postingan Siwi itu. Lelucon yang disampaikan Arlan pada Siwi itu adalah lelucon yang dulu dia sampaikan pada mantan pacarnya itu. Lana juga yang selalu mengajak Arlan ke Kafe X. Makan strawberry ice cream sesendok berdua juga sering mereka lakukan di akhir bulan karena lagi bokek. Ternyata semua itu sekarang dia lakukan juga bersama Siwi? Arlan waras nggak sih?

***

Lama nggak update ya guys... Cerita ini akhirnya tamat setelah sekian lama ya. Kalau kalian nggak sabar baca lanjutannya bisa langsung ke Karyakarsa. Klain voucher ini biar kalian bisa baca seluruh cerita anak-cucu Prof Sumarto.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top