2
Arlan membuka pintu kamar apartemennya. Dia melangkah masuk dan langsung ambruk ke atas ranjang. Dia melirik jam Beker analog yang menunjukkan pukul dua pag. Baru pertama kali dia pulang selarut ini. Biasanya dia sudah kayak Cinderella saja yang harus sampai di rumah sebelum pukul sepuluh. Pria itu tertawa. Mengapa dia dulu begitu lugu dan bodoh hingga mengikuti segala macam aturan dari Lana? Dia senang kini dia bisa hidup sesukanya. Sudah tak ada Lana lagi di hidupnya.
Arlan memejamkan mata dan menikmati kantuknya. Namun beberapa menit kemudian netranya membelalak. Dia mendadak gelisah dan menatap ponselnya. Jam tiga pagi. Biasanya ada tahajjud call dari Lana tapi ponselnya kini bergeming.
"Oh ya, aku kan sudah putus," kata Arlan tersadar. Pria itu berdecak-decak. Kebiasaan menunggu telepon dari Lana jam tiga pagi ini harus segera dia hilangkan. Arlan kembali meringkuk.
"Ah! Enaknya bisa tidur lagi," kekeh ya lalu kembali tertidur.
***
Lana membuka matanya walaupun sangat berat karena bengkak. Dia menangis semalam suntuk. Lana meraih ponselnya dan melihat jam digital di sana. Jam tiga, waktunya tahajjud call. Lana terdiam sejenak ketika dia hampir saja menelepon nomor ponsel Arlan.
"Astaga! Kamu sudah putus, Lana!" Gadis itu mengeluh dengan putus asa. Ini bakal jadi kebiasaan yang susah dihilangkan. Lana meletakkan kembali ponselnya. Hari ini dia mau absen tahajjud dulu. Jiwa dan raganya begitu lelah. Maka gadis itu kembali memejamkan mata.
Dua jam kemudian dia terbangun karena suara adzan. Gadis itu kemudian melakukan ritual paginya seperti biasa. Bangun, ibadah, mandi, masak untuk sarapan dan bekal. Lana menepuk dahi ketika dia tanpa sengaja menyiapkan dua kotak bekal.
"Kamu itu sudah putus, Lana! Sudah putus!" Gadis itu memaki-maki dirinya sendiri.
Lana mengunyah sarapan pagi dengan tenang. Bahkan ketika dia membuka matanya yang dia pikirkan adalah menelepon Arlan. Mengapa semua rutinitas hidupnya yang sederhana bisa mengingatkannya pada cowok itu? Sepuluh tahun memang bukan waktu yang sebentar. Kebersamaannya dengan Arlan telah menjadi sebuah kebiasaan yang mendarah daging.
Lana mengusap matanya yang tiba-tiba berair. Bagaimana caranya menghapus kenangan tentang Arlan? Mengapa rasanya begitu sulit dan menyakitkan? Setelah selesai makan, Lana bersiap pergi ke Puskesmas. Sambil menunggu Abang gojek di depan teras kosan dia berpikir. Syukurlah dia dan Arlan bekerja di tempat yang berbeda sehingga dia bisa tidak harus melihat wajah laki-laki itu.
Lana menopang dagu. Ekspresi macam apa yang harus dia tunjukkan pada pria itu bila mereka bertemu lagi? Bisakah mereka saling bertegur sapa? Bunyi kendaraan bermotor membuyarkan lamunan gadis itu. Pengendara ojek online dengan jaket hijau telah berhenti di depan kos. Bapak tua itu tersenyum, memberi salam dan menanyakan namanya. Maka Lana mengangguk dan duduk di jok belakang motor tersebut.
***
Sinar mentari menerobos celah kelambu dan menerpa wajah Arlan. Pemuda itu mengernyit merasakan panas yang menganggu itu. Dia mengerjap dan memandang jam analog di atas meja. Pria itu langsung melompat ketika melihat jarum pendek di antara angka enam dan tujuh sementara jarum panjang di angka enam.
"Setengah tujuh! Mampus!" Sembari memaki-maki Arlan bangkit. Dia melakukan ibadah sejenak lalu segera mandi dan berganti seragam.
"Lana kok nggak bangunin aku sih!" gusarnya. Dalam waktu lima belas menit saja dia sudah siap berangkat kerja. Cowok itu berlarian menuju tempat parkir lewat tangga darurat gara-gara liftnya lambat sekali.
Sambil memaki-maki. memacu kendaraan roda empat miliknya secepat mungkin. Dia bahkan sampai melakukan manuver-manuver handal untuk sampai di kosan Lana.
Arlan menggigit bibir membayangkan amukan Lana karena dia terlambat menjemput nanti. Cewek itu pasti bakal mengomel seharian. Begitu hampir sampai di depan kosan Lana, Arlan terhenti melihat Lana yang sedang mengobrol dengan sopir ojek online. Arlan ternganga dan baru sadar sepenuhnya akan tindakan bodohnya. Dia kan sudah putus. Ngapain dia ke sini?
***
Up! Votes dan komen ya Guys....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top