15

"Maaf, Siwi," lirih Arlan.

Tadinya dia bermaksud mengembalikan flashdisk milik Siwi yang kemarin dia pinjam. Karena melihat cewek itu masuk ke bilik dia menunggu di depannya. Alhasil, Arlan tak sengaja mendengarkan ghibah sore manja yang dibawakan oleh April dan temannya.

Jujur saja, Arlan tak pernah menyukai sahabat Lana yang seperti mata-mata itu. Dia selalu membuntuti ke mana pun Arlan pergi dan melaporkannya pada Lana. Dulu Lana bukan cewek yang cemburuan, tapi sejak dekat dengan April dia jadi posesif. Terutama jika Arlan sedang bersama Siwi.

Siwi hanya tersenyum kecil. "Maaf kenapa?"

Siwi berpura-pura tidak tahu apa maksud Arlan, karena Siwi tidak mau mengakuinya. Dia bukanlah pelakor seperti apa kata April. Bukan salahnya jika dia lebih cantik dan menarik sehingga para lelaki menyukainya. Para wanita itulah yang harusnya introspeksi apa yang membuat pacar mereka memutuskannya. Begitulah yang ditekankan Siwi di dalam hati. Meskipun hatinya tetap saja sakit tiap kali mendengar hujatan dari April.

"Ayo kita balik aja ke ruang rapat. Coffee break-nya sepertinya sudah selesai," ucap Siwi.

Arlan tak dapat berkata-kata. Dia mengikuti saja Siwi yang sudah mendahuluinya kembali ke ruang rapat. Begitu sampai di sana di melihat April yang duduk di seberang mereka melihat ke arahnya dan Siwi bergantian lalu berbisik-bisik dengan yang duduk di sebelahnya. Arlan berdecak jengkel. Ngapain sih cewek itu ngurusin hidupnya! Mereka kenal aja nggak! Kalau dia laki-laki, Arlan pasti sudah menonjoknya dari dulu.

***

"Ah!" Lana menjerit karena jarinya terkena pisau. Dia tidak fokus saat membantu ibunya mengiris bawang.

"Kenapa, Lan?" tanya sang Mama khawatir.

"Cuman keiris dikit, Bu," senyum Lana sembari menahan perih di jarinya.

"Hati-hati dong, Ndut. Ntar kempes lho!" kekeh seorang lelaki berseragam korpri yang baru masuk ke dapur. Itulah Agam, kakak lelaki Lana yang tiga tahun lebih tua. Hanya menghitung bulan hingga dia melepas masa lajang.

Lana mengerucutkan bibir. Kalau dia bisa kempes semudah itu pasti menyenangkan sekali.

"Kamu ngelamun gitu gara-gara patah hati ya?" goda Agam.

"Ck! Nggak kok. Siapa bilang aku patah hati!" ketus Lana. Di depan keluarganya dia tidak ingin menunjukkan wajah sedihnya, walaupun hatinya sudah hancur berkeping-keping.

"Katanya dulu mau melangkahi aku nikah duluan? Mana? Malah putus, Ndut!" kekeh Agam.

Lana terdiam. Dia jadi teringat akan hari itu. Arlan lah yang mengatakan hal itu di depan kakak, ibu dan almarhum ayahnya. Bahwa dia akan mengajak Lana menikah dengan segera. Sekarang semua itu hanya sekadar ucapan kosong yang tidak ada artinya.

"Ck! Aku jangan panggil aku Ndat-ndut-ndat-ndut terus!" amuk Lana jengkel. Kenapa sih di mana pun dia berada body shaming selalu saja terjadi? Bahkan keluarganya sendiri juga sama saja.

Getar di ponselnya mengalihkan perhatian Lana. Walaupun hari libur seperti ini dia tetap harus stand by, karena dinas kesehatan yang ngadi-ngadi  suka banget minta data dadakan. Ternyata yang mengirimkan pesan ada ibu Ka TU-nya.

Ibu Ka TU_ Assalamu'alaikum Mbak Lana, mohon maaf menganggu waktu istirahatnya. Gaji bulan ini sudah ditransfer ya. Saya mohon maaf, Mbak Lana, untuk penghematan anggaran Puskesmas bulan depan sepertinya kami tidak bisa memperpanjang kontrak.

Deg! Lana jantung Lana berdegub kencang seketika. Dia dipecat?!

***

Up guys... Jangan lupa votes dan komen ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top