Chapter 1

"Jangan mudah didapatkan. Buat mereka berjuang dan lihat sejauh mana mereka dapat bertahan."

Naura Keyla Feby Altha

🌻🌻🌻

"Bisma! ... Bisma!"

Suara teriakan memenuhi halaman multifungsi milik sekolah SMA Alamanda. Nama yang sedari tadi dielu-elukan itu milik salah satu pemain anak kelas XI IPS-2. Beberapa nama yang ikut diserukan terdengar samar di indra pendengar sebagian penonton.

Halaman bagian dalam sekolah swasta yang begitu lebar tersebut memang serba bisa jika digunakan sebagai tempat segala macam kegiatan. Pertandingan kali ini masih sama dengan minggu kemarin, hanya saja berbeda kelas. Class meeting ini nyaris sudah seperti tradisi di setiap sekolah pada saat masa-masa menunggu pembagian rapor. Selain untuk mengisi waktu luang, kegiatan sekolah ini juga banyak sekali memberi manfaat yang mana telah disinggung oleh anggota OSIS kepada para dewan guru, salah satunya adalah meringankan pikiran dan stres setelah melewati masa ujian sekaligus mempererat tali silaturahmi antar kelas, maupun antar siswa.

Bisma Arya Putra, namanya melambung saat memiliki jabatan tertinggi di dalam organisasi OSIS. Namun, terlepas dari kedudukannya, ketegasan Bisma, kewibawaan, dan sosialisasinya yang begitu tinggi juga sangat berpengaruh untuk dirinya. Semua mengenai lelaki pemilik mata teduh itu tidak perlu diragukan lagi. Lihat saja sekarang! Belum ada satu pun nama yang bisa menggeser nama Bisma dari hati jajaran para siswi SMA Alamanda.

Tubuhnya tidak begitu berisi dengan tinggi 175 sentimeter, tetapi Bisma tetap mampu bersaing melawan beberapa temannya yang sedikit berisi dan lebih tinggi darinya. Beberapa ilmu tentang permainan basket sudah dipelajari dengan matang hingga dia menguasainya. Mulai dari posisi bermain dan beberapa pelanggaran yang berada di dalamnya. Namun, semua itu tidak lepas dari latihan yang setiap hari Bisma jalani.

"Ra? Dari mana aja lo?"

Gadis berambut tipis panjang sepunggung itu hanya tersenyum sekilas. Mengabaikan pertanyaan yang diajukan untuknya. Dengan menyela, gadis itu menempatkan diri di sisi kanan gadis yang sebelumnya mengajak dia berbicara. Para siswi lain yang ikut terdesak menatapnya tidak suka.

Naura Keyla Feby Altha, atau biasa dipanggil Naura. Status Naura sebagai wakil OSIS ini cukup berpengaruh pada dirinya sendiri, jadi tidak jarang jika banyak siswi lain yang menaruh rasa tidak suka dengannya. Di samping sikap toleransinya yang begitu tinggi, gadis pemilik mata hazel itu juga mempunyai senyum manis. Jadi, tidak heran jika banyak lelaki yang menyukainya, termasuk Bisma.

Naura menghela napas panjang, mencoba mengatur deru napasnya yang tidak beraturan karena habis berlari. Jemari panjangnya yang lentik membuka tutup botol dengan tergesa. Naura membasahi kerongkongannya dengan air putih yang saat ini dimilikinya, berharap dapat melepas dahaga meskipun bukan minuman dingin segar.

Teman yang berada di sampingnya itu menatap aneh Naura. "Kenapa lo? Habis dikejar setan?"

Naura menggeleng cepat sembari menyeka keringat dengan punggung tangannya.

"Kak Bisma nyariin lo."

Naura tersedak. Ucapan yang baru saja dilontarkan oleh gadis berambut sebahu itu sukses membuatnya membuka lebar-lebar kelopak mata. Jika semua orang merasa beruntung bisa dekat dengan Bisma, hal itu tidak berlaku bagi Naura. Bisma memang baik, tampan, humble, ramah, dan masih banyak lagi yang bahkan menambah nilai plus untuk lelaki itu. Akan tetapi, tetap saja Naura tidak terpincut.

Jangan mudah didapatkan. Buat mereka berjuang dan lihat sejauh mana mereka dapat bertahan. Itulah prinsip Naura. Dia takut perasaannya dipermainkan. Lagi pula, ada hati yang harus dia jaga, berharap lelaki itu juga masih menyimpan rasa yang sama untuknya.

"Ng--ngapain?" Tangannya mengusap dagu yang sebelumnya terkena tetesan air minum.

Gadis itu tidak langsung menjawab, membuat Naura semakin memperdalam garis kerutan pada keningnya.

"Gue tanya, ngapain Kak Bisma nyariin gue, Lip?" Naura mengulangi pertanyaannya sembari menutup botol minumnya sampai terlewat kencang.

Gadis berwajah oval itu mengedikkan bahu. Lalu menoleh ke arah Naura dengan bibir mencebik. "Nggak tau. Kayaknya, sih, penting."

Naura mendesah. Kalau saja Naura bukan tipe orang yang memikirkan perasaan orang lain, sudah pasti dia akan mengatakan terang-terangan pada Bisma jika dia tidak suka akan kedekatannya ini. Bukannya terpesona, Naura justru merasa risi.

"Males banget, Lip ...." Naura menatap penuh harap manik mata gadis di sampingnya itu. "Tolong jauhin dia dari gue."

Olive Aisha Maura Putri, gadis bermata cokelat terang itu memutar bola mata malas. Alasan saja! Dia yakin, jauh di dalam lubuk hati Naura menjerit kegirangan, tetapi sulit untuk gadis itu mengekspresikan secara lugas. Secara, siapa, sih, yang tahan untuk tidak berteriak saat lelaki idaman para siswi mendekati?

"Gila lo, ya! Tapi, tanpa lo minta pun udah gue lakuin dari dulu." Olive menjeda kalimatnya, tangannya merampas botol minum dari genggaman Naura. "Itu kalau bisa, dan ternyata emang nggak akan pernah bisa karena Kak Bisma lebih milih ngejar lo," celetuk Olive usai membasahi kerongkongannya yang terasa kering karena terlalu banyak bicara.

Naura bergeming, mencoba mencermati perkataan Olive. Kak Bisma mengejar dirinya? Apa itu benar?

Naura menggelengkan kepala cepat-cepat, mengusir beberapa opini dari Olive yang tentu tidak ada benarnya. Setelah berhasil menyingkirkan isi pemikirannya, Naura melihat Olive yang sudah kembali fokus ke arah lapangan. Naura menghela napas berat saat mengetahui pertandingan basket hari ini telah berakhir. Skor nilai tertinggi diperoleh kelas Bisma dengan selisih yang sangat tipis.

Wajah kecewa tercetak di paras Naura. Sepertinya dia tidak beruntung kali ini, pertandingan berakhir begitu cepat, padahal baru saja dia ingin menikmati pemandangan yang mungkin bisa membuat pikirannya sedikit lebih ringan dari sebelumnya.

"Yah ... kok udah selesai aja, sih!" cibir Olive dengan bibir mengerucut. Dia masih ingin melihat bagaimana permainan Bisma, menikmatinya hingga matanya terasa sedikit pedih karena lama tak berkedip.

Olive selalu menyukai berbagai macam gerakan yang dilakukan oleh Bisma--lelaki beralis tebal yang terlihat sangat-sangat sempurna di matanya.

Naura memutar bola mata, berharap Olive mengerti akan permintaannya menghentikan aksi konyol ini. Bukankah ini terlalu berlebihan? Ya, meskipun Naura akui, dia juga merasa sedikit kecewa karena pertandingan berakhir.

Naura sangat bosan dengan Olive yang terlalu mendramatisasikan perasaannya. Naura tahu, sahabatnya itu masih ingin berlama-lama melihat Bisma. Dia tahu bahwa sahabatnya itu termasuk ke dalam salah satu siswi penggemar berat lelaki pemilik senyum manis tersebut. Entah seperti apa gambaran Bisma dalam benak Olive, dia juga tidak tahu.

Seorang lelaki dari jarak jauh dengan sebuah botol minum berukuran satu liter di genggaman tangannya menatap ke arah mereka. Naura berusaha menajamkan penglihatannya, sedetik kemudian dia menyadari lelaki yang dilihatnya tadi sudah beranjak dari tempat--berjalan ke arah mereka.

Naura termangu beberapa saat, sebelum benar-benar tersadar dan beranjak dari tempat. "Ayo, pergi!" ajaknya yang langsung berjalan cepat tidak memedulikan Olive. Mau gadis itu tertinggal ataupun tidak, dia tidak peduli. Hanya satu hal yang saat ini terlintas di dalam kepalanya, dia harus segera menjauh dari Bisma. Banyak hal yang sebenarnya gadis itu takutkan, salah satunya muncul sebuah rasa pada diri lelaki itu. Sebab rasa muncul karena terbiasa.

Olive yang belum sepenuhnya paham mendongak, menatap gadis itu dengan kedua alis tertaut. "Ha? Bentar dulu. Buru-buru banget," protes Olive.

"Terserah."

Setelah membalas, dan menatap malas lawan bicaranya, Naura berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Sadar akan sahabatnya yang tidak mengindahkannya, Olive beranjak dari tempat, lalu memutuskan untuk mengikuti ke mana Naura akan pergi.

"Ra, tungguin! Lo jalan cepet banget. Kayak dikejar setan tau, nggak!" pekik Olive sembari berjalan cepat berusaha menyamai langkah Naura.

Beruntung lorong kelas sepi karena seluruh penghuninya bermigrasi ke kantin. Jadi, pekikan Olive tidak akan membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Ra."

Tidak ada sahutan, Naura mengabaikannya.

"Ra, lo kenapa, sih?" tanya Olive heran setelah berhasil menyamai langkah gadis dengan tinggi 155 sentimeter tersebut.

"Kak Bisma." Tanpa mau berepot-repot, Naura hanya memberikan jawaban sesingkat mungkin. Berharap Olive mengerti akan maksudnya.

Kening gadis berambut sebahu itu mengerut. Kedua alisnya tertaut, lalu dengan cepat dia menimpali, "Kak Bisma? Kenapa Kak Bisma?"

Naura mendengkus, lalu disusul dengan gumaman yang samar terdengar di indra pendengar gadis itu.

"Apa?" tanya Olive meminta pengulangan.

Lagi, Naura memutar bola matanya. Mempunyai sahabat seperti Olive itu harus ekstra sabar karena meskipun sudah mendengar, tetap saja gadis itu meminta pengulangan. Kabar baiknya, Olive tidak hanya membuatnya kesal, tetapi gadis itu juga membawa pengaruh sangat baik dalam kesehariannya. Salah satunya adalah berceramah panjang lebar ketika dia kembali melakukan hal-hal bodoh yang disengaja.

"Kak Bisma jalan ke arah kita. Makanya buru-buru gue ajak lo pergi," jelas Naura yang terdengar skeptis.

"Dih! Pede banget."

"Eh, bener, ya! Gue lihat sendiri tadi." Naura mencoba meyakinkan.

Kekehan terdengar dari mulut Olive. "Ra ... Ra, kalau Kak Bisma ngikutin kita. Dia pasti sekarang juga udah ada di--" Ucapan Olive terhenti. Tangan dengan jari telunjuknya yang terlentang menggantung di udara. Ternyata setelah dia menoleh, apa yang dikatakan oleh Naura benar. Olive terperangah, lalu seulas senyum terukir di wajahnya sekilas, menyapa seseorang yang berjalan tidak jauh darinya.

Olive menoleh ke samping, dan sialnya Naura sudah tidak ada di sebelahnya. Berarti? Selama dia menghentikan langkah dan memalingkan wajah ke belakang, Naura pergi meninggalkannya? Begitu?

Benar-benar!

Mati! Olive membatin.

Langkah kaki yang sebelumnya terhenti, kini berjalan begitu cepat menyusul Naura yang sudah berjalan mendahuluinya.

"Ra, Ra!"

Panggilannya diabaikan oleh Naura. Gadis itu tetap diam dalam setiap derap langkahnya.

Tidak diacuhkan, Olive pun berlari. Ketika jarak di antara Naura dan dirinya menipis, dia menepuk bahu milik gadis yang sedikit lebih tinggi darinya. "Ra. Kak Bisma di belakang kita," lirih Olive yang masih terdengar oleh Naura.

Spontan Naura menoleh, dan benar--Bisma tersenyum ke arahnya dengan tangan melambai. Langkah lebarnya semakin mengikis jarak yang sebelumnya panjang menjadi semakin pendek. Mau tidak mau, Naura dan Olive harus berhenti berjalan menunggu Bisma tiba di tempat.

"Hai, Ra!" Bisma tersenyum ke arah Naura, lalu beralih menatap Olive yang saat ini berdiri di sisi kiri Naura. "Hai, Liv!"

Olive tersenyum canggung, lalu menyapa balik Bisma, "Hai juga, Kak!"

Naura tidak membalas hal yang serupa dengan Olive. Dia hanya tersenyum dengan melontarkan pertanyaan yang memang pantas untuk dipertanyakan. Lagi pula, keperluan apa lagi yang mengharuskannya terlibat kembali dengan kakak kelasnya itu?

"Ada apa, ya, Kak?"

Lelaki dengan seragam olahraga yang dikenakannya itu tersenyum, menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. "Mm ... nggak ada apa-apa, sih." Bisma tersenyum, lalu kembali membuka suara, "Eh, ada yang perlu gue bicarain. Tapi, nanti aja, deh."

Naura membalasnya hanya dengan mengangguk, sementara Olive mematung di sampingnya.

"Gue duluan, ya? Mau ke kantin." Tangannya terangkat ke atas bahu dengan ibu jari lurus menunjuk bangunan di belakang punggungnya--lokasi kantin.

Keduanya mengangguk.

"Iya," kata Naura.

Setelah kepergian Bisma, Naura dapat mengembuskan napas lega. Entah apa yang ingin disampaikan Bisma nanti, yang terpenting sekarang dia bebas dari lelaki itu.

"Lo kenapa, sih, selalu ngehindar dari Kak Bisma?"

Tiba-tiba saja Olive menyerangnya dengan pertanyaan yang sebenarnya dia sendiri tidak tahu akan jawabannya.

"Nggak tau," sahut Naura singkat dengan pandangan lurus ke depan.

"Lah?" Olive tercenung di tempat. Satu kata yang melintas dalam pikirannya, Naura aneh.

🌻🌻🌻

Getaran ponsel di atas meja belajar membuyarkan fokusnya. Naura meninggalkan bacaannya sebentar, beralih meraih benda pipih yang sebelumnya diasingkan.

Naura mendengkus setelah membaca isi pesan dari seseorang melalui pop-up WhatsApp yang muncul.

Ra? Nanti malam sibuk, nggak? Boleh telepon?

Satu pesan yang sukses membuat mood belajarnya kacau. Pertanyaannya, kenapa harus dirinya?

A/N :

Hai, hai^^

Selamat membaca ulang guys ;)
Love You♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top