Selamatkan Auriel

Sampai di rooftop, Galang dikepung anak buah Rehan. Posisi Auriel berdiri didekat tembok pembatas rooftop, diapit dua orang bertubuh kekar. Mulutnya dilakban, kedua tangan diikat ke belakang. Hati Galang sangat teriris melihat kondisi Auriel yang rambutnya acak-acakan, seperti tak terurus. Air matanya tak terasa menetes.

"Galang Pamungkas," seru Rehan penuh penekanan sambil tersenyum miring, berdiri di depan Galang.

"Mau Papa apa sih?"

"Aku pernah peringatkan kamu, jangan pernah muncul lagi di depanku."

"Emang aku pernah muncul di depan Papa? Bukankah Papa sendiri yang malah muncul di depanku?" bantah Galang tak gentar melawan Rehan.

"Memang begitu karena anakmu sudah membuat Putri marah."

Galang mengangkat sebelah bibirnya. "Emang, ya, sejak dulu sama saja, Putri memang tuan putri yang selalu diutamakan. Kenapa? Apa karena Putri bisa Papa jadikan alat buat mengeruk semua harta Om Doni?"

"Jelas! Kamu sudah tahu jawabannya! Kamu bisa bantu apa? Mamamu sama kamu itu cuma benalu! Kamu itu cowok, tapi enggak bisa berbuat apa-apa." Rehan menunjuk wajah Galang tajam.

Dari headset, Alfa mendengar semua percakapan Rehan dan Galang. Darahnya mendidih mengetahui kejujuran Rehan langsung dari mulutnya. Alfa yang sekarang bersembunyi di balik tembok dekat rooftop bersama Surya dan beberapa pihak kepolisian, mengepalkan kedua tangannya.

"Aku begitu karena Papa enggak pernah menganggapku! Mama diam berpuluh-puluh tahun demi melindungi reputasi Papa, aku juga diam demi menjaga keadaan biar keluarga Papa tetap utuh! Kami selalu mengalah! Aku rela enggak dianggap bagian keluarga orang terkaya nomor satu di negara ini! Aku bahkan tidak pernah meminta saham sedikit pun dari Group Pamungkas, padahal aku seharusnya juga berhak mendapatkannya, karena aku anak kandung Rehan Pamungkas! Kenyataannya apa? Papa membalas itu semua dengan menyakiti hatiku sama Mama." Galang mengatakan itu semua dengan sekali tarikan napas, dia mengeluarkan unek-unek yang selama ini terpendam di hatinya.

"Salah sendiri lahir dari istri kedua," ucap Rehan menyeringai dengan senyum sok manis.

"Aku enggak pernah minta lahir dari istri kedua! Kalaupun aku bisa memilih, harusnya aku enggak mau punya bapak seperti Anda!" tunjuk Galang dengan wajah merah padam dan rahangnya mengeras.

Banyak sniper bersembunyi di empat penjuru dari gedung-gedung terdekat dengan Hotel Santika. Mereka disiapkan jika Rehan melakukan sesuatu lewat batas. Alfa meneteskan air mata saat melihat Auriel diikat dan mulut dilakban. Dia ingin secepatnya membebaskan Auriel. Memeluk dan menciumnya. Satu hal yang sangat ingin Alfa dengar, Auriel memanggilnya papa.

"Sekarang apa mau Papa?"

"Nyawamu!" sahut Rehan sukses membuat mata Galang terbuka lebar, pun dengan Alfa dan Surya yang mendengar percakapan itu dari headset.

"Apa maksud Papa?" tanya Galang dengan suara bergetar.

"Kamu sudah menghancurkan semuanya. Harusnya kamu dan Arista aku lenyapkan beberapa tahun lalu saat kalian pergi dari rumah. Sebelum semua tahu, kamu harus lenyap bersama keturunan dan mamamu."

"Kenapa Papa enggak bunuh aku sejak masih kecil? Hah! Kalau memang aku tidak diinginkan, kenapa Papa rawat aku?" Emosi Galang tak dapat ditahan, dia menangis kecewa. "Asal Papa tahu, Auriel itu ..."

"Anak saya, Om," sahut Alfa keluar dari persembunyiannya.

Semua anak buah Rehan langsung mengacungkan pistol ke arahnya. Namun, Alfa tak takut, dia melenggang, langkah demi langkah, tak gentar mendekati Rehan.

Mendengar pengakuan Alfa barusan, ada kehangatan di hati Auriel. Apa itu benar? Auriel menangis, tangisnya kini bercampur aduk, bahagia, takut, dan rindu kepada sosok papanya yang selama ini dia pertanyakan. Auriel ingin sekali berteriak memanggil Alfa dengan sebutan papa.

Sayangnya mulut dia dilakban. Auriel hanya bisa berteriak dalam hati sambil menangis, seakan dari sorot mata Auriel, dia meminta Alfa mendekat, membebaskan, lalu memeluknya sangat erat.

Setelah Alfa sampai di depan Rehan, dia berkata, "Auriel anak saya, bukan anak Galang." Sengaja Alfa menekan setiap katanya.

Rehan tak mudah percaya begitu saja, dia tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan. Auriel memberontak, tetapi dua orang yang menjaganya menahan kuat tubuh dia. Galang melangkah, ingin membebaskan Auriel, tetapi kedua tangannya langsung ditahan dua orang bertubuh besar dan kekar.

"Hebat, hebat, hebat! Jadi, kalian mau menjebakku?" kata Rehan melirik Alfa yang berdiri tegap, bersikap santai, dan wajah datar.

Galang menggeliat, tetapi dua orang itu justru semakin erat memegangi kedua tangannya.

"Tidak, Om. Saya cuma minta tolong, lepaskan anak saya," ucap Alfa tegas. "Om minta apa? Saham? Uang? Atau apa? Mari kita barter!" kata Alfa lantang.

Rehan tersenyum kecut. "Alfa, Alfa, kamu pikir, kamu ini sudah menang? Kamu belum sah pemegang utama Group Pamungkas kalau papamu masih hidup. Jadi, jangan sok hebat kamu!"

"Iya, saya sadar itu. Justru saya berharap Papa berumur panjang biar Group Pamungkas tidak cepat pindah ke tangan saya. Sebab itu, akan lebih mengancam keselamatan saya. Benar begitu, Om?"

"Dasar anak kurang ajar!" Rehan ingin menampar Alfa, tetapi dengan gesit lengannya ditangkis Alfa kasar.

"Saya diam, berlagak bodoh, bukan berarti saya tidak mengetahui semua kejahatan Om. Saya tahu, Om terlibat dalam korupsi PT Putra Jaya. Om dan direktur utama saat itu melakukan perjanjian, yang menyatakan, jika dia tertangkap, dia tidak boleh menyebut atau menyeret nama Om. Bukan begitu? Sayangnya uang tutup mulut yang Om berikan kalah besar dengan uang yang saya berikan untuknya agar membuka mulut." Alfa tersenyum miring kepada Rehan. "Permainan Om licik, saya juga bisa main licik," sambung Alfa semakin menambah darah Rehan mendidih.

"Kamu itu lelaki banci! Bertahun-tahun menggantung Putri. Kamu pikir, kamu itu siapa, Alfa! Mempermainkan perasaan perempuan!" Rehan sengaja mengalihkan topik pembahasan dan menyerang Alfa, agar membuatnya merasa bersalah.

Sayangnya, usaha Rehan sia-sia. Alfa justru tersenyum lebar, lalu berkata, "Salah siapa menjodohkan Putri dengan saya? Sudah tahu saya tidak tertarik dan tidak ada niat mau menikahinya. Saya jahat? Mungkin! Tapi, niat saya tidak mempermainkan Putri. Saya menganggap dia adik, memperlakukan dia dengan sangat baik, dan menghargainya sebagai perempuan. Apa yang salah?"

"Kamu sudah menggantung dia bertahun-tahun. Memberi harapan palsu."

"Saya sejak awal sudah bilang, kan? Saya mau bertunangan dengan Putri yang notabene sepupu saya, tapi untuk menikahinya, saya tidak bisa janji. Tapi, saat itu Om bilang, yang penting jalani dulu. Ya sudah, inilah perjalanannya. Sampai kapan pun, saya tidak akan menikahi sepupu saya sendiri," tegas Alfa semakin membuat Rehan murka.

"Dasar, bajingan!" umpat Rehan mengambil pistol dari sela pinggangnya dan ditodongkan ke wajah Alfa.

Mata Auriel terbuka lebar, dia sangat takut terjadi sesuatu dengan Alfa. Auriel masih ingin memeluknya, bercerita banyak hal, bahkan dia ingin meminta Alfa mengajaknya liburan bersama Ganta. Ratusan rencana yang sudah Auriel harapkan jika dia bertemu papanya. Kini, papanya sudah di depan mata, tetapi dia tak bisa menyentuh apalagi mengajaknya bicara.

"Papa mau nyawaku, kan? Ayo, tembak aku, Pa! Jangan Pak Alfa! Papa mengincarku, kan?" pekik Galang berusaha lepas dari dua orang yang menahannya.

"Kamu sudah tidak penting bagiku!" ungkap Rehan menatap Galang tajam, masih menodongkan pistol ke arah Alfa.

Meski jantungnya berdebar-debar cepat, tetapi Alfa masih berlagak santai. Dia malah memasukkan kedua tangannya di saku celana, sambil tersenyum lebar.

"Harusnya Om bangga punya anak cowok. Galang bisa Om jadikan penerus warisan yang Om punya, daripada Om berikan ke Putri dan akhirnya ke tangan suami dia, yang berarti itu justru orang lain karena saya enggak mau menikahinya," ujar Alfa santai.

"Diam kamu!" sahut Rehan, matanya menyalang menatap Alfa tajam.

"Om, sekali lagi saya minta, tolong lepaskan anak saya. Tujuan saya ke sini cuma itu. Tidak mau yang lain-lain. Beda konteks," ucap Alfa bernada rendah masih sambil tersenyum.

"Tidak akan!" teriak Rehan lantang.

"Jangan paksa saya bertindak keras, Om."

"Ayo kalau berani!" Bukannya takut, Rehan malah menantang Alfa.

Sejenak Alfa diam, memperhitungkan sesuatu sebelum dia bertindak. Dia melirik Galang, pun dengan Galang yang meliriknya. Mereka seperti berkomunikasi dengan lirikan itu.

Sekali Alfa mengangkat kaki jenjangnya, satu orang yang memegang Galang terjatuh karena bidikan Alfa tepat, kakinya mengenai wajah orang itu. Spontan temannya melepas tangan Galang dan langsung menghajar Alfa. Galang terbebas, dia mendorong Rehan sampai terjerempak dan berlari ke arah Auriel. Dua orang penjaga Auriel melepaskan tembakan ke arah Galang, tetapi Galang bisa menghindar.

Galang melompat dan menendang dua orang yang sedari tadi menahan Auriel. Alfa sibuk berkelahi dengan anak buah Rehan yang mengeroyoknya. Setelah Galang melumpuhkan dua orang itu, cepat-cepat dia memeluk Auriel dan melepas lakbannya.

Sambil berkelahi, sekilas Alfa melihat Galang berhasil mendapatkan Auriel. Dia melirik Rehan yang berusaha berdiri sembari melawan sekitar lima orang yang berusaha menendang dan memukulinya. Melihat Alfa kualahan, Surya keluar bersama anak buahnya dan beberala polisi. Menyadari pasukan polisi keluar dari persembunyiannya, bergegas Rehan lari.

Untung Alfa melihatnya. Dia mengejar Rehan. Orang-orang yang melawan Alfa tadi dilumpuhkan polisi. Galang melihat Alfa turun tangga mengejar papanya, dia meminta Surya mengamakan Auriel, lantas Galang mengejar Alfa. Saling kejar di antara mereka tak terhindar.

Beberapa kali Rehan melepaskan tembakannya agar Alfa berhenti mengejar. Sia-sia saja, Alfa bisa menghindari tembakan Rehan. Sampai di basement hotel, Rehan berlari ke mobilnya. Dia cepat-cepat masuk lalu menjalankan mobil itu. Alfa masih mengejar, dia menggebrak bagian belakang mobil Rehan supaya berhenti.

Rehan menginjak gasnya keluar dari basement, Alfa masih mengejar, disusul Galang yang jaraknya masih lumayan jauh. Saat di pelataran hotel, Rehan melepas tembakannya lagi, kali ini Alfa tidak bisa menghindar, peluru melesat mengenai lengannya.

Alfa mengerang ketika lengannya terasa panas dan sangat sakit. Hem biru mudanya bagian lengan berubah merah. Alfa tak sanggup mengejar mobil Rehan, setibanya Galang di samping Alfa, dia langsung membantunya, memapah Alfa.

"Pak Alfa ..."

"Panggil aku kakak. Kamu adikku," sahut Alfa cepat, bibirnya memucat, pandangannya kabur dan berkunang-kunang.

Galang justru termangu, apa dia pantas memanggil Alfa kakak? Sedangkan dia lahir dari wanita simpanan. Ketika tubuh Alfa ambruk, Galang baru tersadar dari lamunannya.

"Ka-ka-ka ...," awalnya sangat berat ingin memanggil Alfa dengan sebutan kakak, tetapi Galang menghempaskan egonya, "Kak Alfa!" Akhirnya suara itu keluar juga dari mulut Galang.

Beberapa orang dari kepolisian datang, termasuk Surya yang menggendong Auriel. Tubuh gadis itu lemas. Sebelum dimasukan ke mobil, Auriel melihat Alfa tergeletak di tanah sambil tangannya dipegangi Galang yang tampak panik. Kecemasan mencuat dalam hati Auriel, dia menangis, tetapi karena tenaganya sudah habis, Auriel tak mampu berteriak.

"Bawa Auriel ke rumah sakit. Perketat penjagaan. Setelah ini saya akan menyusul membawa Pak Alfa," titah Surya kepada anak buahnya.

"Siap!" sahut anak buahnya tegas.

Mobil pajero hitam yang membawa Auriel berjalan lebih dulu. Tak mungkin mereka menunggu ambulans datang karena darah Alfa sudah keluar banyak. Galang dibantu tiga polisi menggotong Alfa dan dimasukan ke mobil polisi. Mereka membawa Alfa ke rumah sakit yang sama dengan Auriel.

Di sisi lain, Arista cemas dan hanya bisa mondar-mandir di ruangan Nico. Dia menunggu bersama Murni. Sedangkan Nico sibuk mengumpulkan tim untuk memproses barang bukti yang Murni bawa.

Rumah Arista saat ini tak ada penghuni, tetapi penjagaan rumahnya tak kalah ketat. Semata-mata berjaga agar tidak dirusak anak buah Rehan.

Arista hanya bisa menangis, menangis, dan terus menangis mengkhawatirkan semuanya. Ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Nama Galang tertera di sana.

"Halo, Lang. Kamu di mana? Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Arista tak sabar ingin tahu keadaan putranya.

"Aku enggak apa-apa, Ma. Auriel juga sudah bebas, tapi Kak Alfa ..."

"Ada apa sama Alfa?" sahut Arista cepat, jantungnya berpacu kencang.

"Dia tertembak Papa, Ma. Sekarang Papa sedang dikejar polisi. Kak Alfa sama Auriel mau dibawa ke rumah sakit. Mama jangan keluar-keluar dulu, ya? Tetap di sana."

"Iya, Mama tetap di sini."

"Ya dah, Mama tenang saja."

Setelah itu Galang memutus panggilannya. Hati Arista sudah sedikit tenang, tetapi bagaimana dengan kondisi Alfa?

***

Setelah memastikan Murni sampai di Surabaya dengan selamat, tadi malam ketika Alfa dan Galang berangkat membebaskan Auriel, diam-diam sesuai perintah Alfa, Rafael pergi ke Jakarta untuk memastikan keadaan Ani.

Melewati proses panjang dibantu kepolisian Jakarta Barat, Rafael bisa menemukan posisi Ani pada dini hari menjelang subuh. Wanita itu disekap di kamarnya. Rumah mewah bak istana, fajar itu dikepung, penjagaan dilumpuhkan oleh kepolisian.

Kondisi Ani mengenaskan, bagian dada atas dan kaki terluka, kemungkinan bekas tembakan. Rafael menemukan Ani dalam kondisi tidak sadar.

Pagi itu juga Rafael membawa Ani ke rumah sakit agar segera mendapat pertolongan karena denyut nadinya masih ada, hanya saja lemah. Dokter yang memeriksa Ani menjelaskan bahwa dia sudah kehilangan banyak darah.

"Saya akan segera kembali," ucap Rafael kepada suster setelah dikabari jika Ani membutuhkan banyak transfusi darah.

Dia kalang kabut sendiri di Jakarta demi menyelamatkan nyawa Ani. Stok golongan darah Ani di rumah sakit tersisa satu kantong, sedangkan saat ini Ani sedang menjalani operasi pengangkatan peluru.

Rafael dibantu pihak kepolisian mencari darah ke PMI untuk. Setelah dapat, dia segera kembali ke rumah sakit. Ketika Rafael sedang menunggu operasi Ani, ponselnya berdering. Segera dia melihat layar datarnya.

"Halo, ada apa, Yah?" tanya Rafael setelah menerima telepon dari Sugeng.

"Kamu sudah ketemu Ibu Ani?"

"Sudah, Yah. Beliau saat ini sedang operasi pengangkatan peluru di dada sama kaki."

"Kalau bisa, kamu cepet balik ke Surabaya, ya?"

"Kenapa, Yah?"

"Mas Alfa tertembak. Jadwal meeting dan pekerjaan di kantor berantakan. Mbak Ganta kondisinya saat ini juga lemah. Auriel sudah kembali, tapi sekarang sedang dirawat di rumah sakit," papar Sugeng. "Oh, iya, El, kamu harus tetap hati-hati dan waspada. Pak Rehan melarikan diri. Polisi masih mencarinya."

Rafael menghela napas dalam. "Iya, Yah. Setelah operasi selesai, aku akan langsung kembali ke Surabaya. Terus bagaimana kondisi Mas Alfa sekarang?"

"Sedang dalam penanganan dokter."

"Yah, kalau aku kembali ke Surabaya, terus siapa nanti yang jaga Bu Ani?"

Terdengar helaan napas dalam dari seberang. "Nanti Ayah bicarakan sama Pak Doni dan orang-orang di sini dulu. Yang penting, tolong kamu perketat ruang perawatan Ibu Ani, ya? Jangan sampai ada penyusup. Ibu Ani salah satu saksi kita, El. Beliau menemukan potongan rekaman CCTV yang selama ini kita cari."

"Hah! Kok bisa, Yah?" tanya Rafael terkejut.

"Ceritanya panjang. Kalau kamu sudah di Surabaya, nanti Ayah ceritakan."

"Ayah tahu dari mana soal ini?"

"Bu Ani menyuruh Bi Murni menemui Mas Alfa ke Surabaya karena dia yang membawa flashdisk potongan CCTV itu. Bukti sekarang sudah berada di kantor polisi."

"Oke, Yah. Secepatnya aku akan ke Surabaya."

"Kamu hati-hati, ya?"

"Baik, Yah."

Panggilan pun ditutup. Rafael menyandarkan punggungnya dan meraup wajah. Dia sejujurnya lelah, ngantuk, juga mencemaskan Alfa. Pikirannya kalut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top