Putri Kembali ke Surabaya

Kenangan buruknya beberapa tahun lalu masih melekat jelas di ingatan. Hubungannya dengan Alfa pun tak kunjung jelas. Statusnya sejak dulu masih tetap sama, sebagai tunangan. Setiap Alfa didesak Rehan untuk menikahi Putri, ada saja alasan Alfa menghindar.

Sampai detik ini Alfa belum bisa menemukan bukti keterlibatan Rehan di kecelakaannya waktu itu. Bukti kuat sebagai kunci adalah potongan CCTV dari pabrik yang dicurigai oleh Surya sengaja dihilangkan.

"Aku antar kamu ke apartemen dulu, ya?" kata Alfa mengelus rambut Putri yang kini duduk di sebelahnya.

"Terus Kak Alfa mau ke mana?" tanya Putri manja.

Begitulah Putri jika di depan Al, sikapnya berubah 180°. Jadi sosok wanita yang manja dan lemah lembut.

"Aku masih ada urusan sebentar."

"Oke," kata Putri, suaranya dibuat seperti anak kecil.

Akhirnya mereka sampai di apartemen Alfa. Selama di Surabaya, Putri akan tinggal bersama Alfa dan Rafael. Setelah mengurus Putri, bergegas Alfa pergi. Dia tampak tergesa-gesa masuk ke mobilnya.

"Rafael, awasi Putri. Jangan sampai dia keluar sebelum urusan saya selesai," kata Alfa melalui telepon sesaat dia keluar dari basement apartemen.

"Baik, Mas Alfa!"

Alfa melajukan mobilnya ke pusat perbelanjaan. Dia kepikiran janjinya kepada Auriel. Sejak pagi tadi pulang dari rumah Ganta, pikiran Alfa selalu terusik dengan senyum manis gadis kecil itu.

Situasi di rumah Pras ramai. Ganta sejenak menghempaskan beban pikirannya, demi acara ulang tahun Auriel. Dia tak mau terlihat sedih di depan umum. Selesai menyanyikan lagu selamat ulang tahun, Auriel meniup lilin lalu memotong kue.

"Suapan pertama buat siapa, Sayang?" tanya Ratna yang duduk dekat dengan Auriel memegangkan kertas kuenya.

"Buat Mama dong, Bun," ucap Auriel terdengar ceria lalu menyuapkan kue ke mulut Ganta.

Senyum Ganta mengembang, dia menerima suapan dari tangan mungil Auriel. Sekuat tenaga dia menahan air mata haru. Lalu Ganta memeluk Auriel dan mencium keningnya.

"Selamat ulang tahun anak Mama. Semoga selalu bahagia," ucap Ganta menatap wajah berseri Auriel. "Are you happy?" tanya Ganta menangkup pipi Auriel.

"Yes. I'm so happy, Ma." Auriel memeluk Ganta. Dengan erat Ganta membalas pelukannya.

Mungkin kebahagiaanmu lengkap karena di ulang tahun ke delapan ini, kamu bertemu papamu, Sayang. Maafin Mama harus menyembunyikan kenyataan darimu. Mama takut kehilangan kamu. Papa dikelilingi orang-orang jahat, Mama enggak bisa melihatmu tersakiti. Banyak yang ingin menyakiti kita kalau mereka tahu kamu cucu Doni Pamungkas. Kamu anak Alfariel Pamungkas, pewaris utama Group Pamungkas yang dikelilingi musuh dalam selimut, batin Ganta menahan tangis hingga dadanya sesak.

"Yuk, suapan kedua dikasih ke siapa?" ucap Carla.

Segera Auriel melepas pelukan Ganta lantas memberikan suapan kedua kepada Yuli lalu Pras. Ketika mereka menikmati acara, ponsel Ganta berdering tanda panggilan masuk. Nama Alfa tertera di layarnya. Segera Ganta menjauh dari keramaian. Karena curiga dan ingin tahu, Carla diam-diam mengikuti Ganta.

Di balik tembok pembatas ruang tamu dan jalan menuju dapur, Ganta menerima panggilan itu.

"Halo," sahut Ganta jutek.

"Kamu lagi apa?"

"Sedang merayakan ulang tahun Auriel. Ada apa, Pak?"

"Saya sekarang sedang di mal, mau beliin sesuatu buat Auriel. Warna kesukaan Auriel apa, ya?"

Ganta tampak bingung, seharusnya dia senang Alfa memberikan kado untuk Auriel, putri mereka. Ini akan menjadi kado istimewa jika Auriel tahu bahwa Alfa papanya. Namun, Ganta tetap kekeh tak ingin Alfa maupun orang-orang di sekitarnya tahu fakta itu, termasuk Auriel.

Ya Allah, haruskah aku bahagia atau takut? Ini yang aku khawatirkan jika mereka bertemu. Baru pertama mereka bertemu, tapi ikatan batin mereka sangat kuat, batin Ganta menjatuhkan air matanya.

"Halo, Ganta, kamu denger suara saya, kan?"

"Iya, Pak. Saya dengar," sahut Ganta berusaha agar suaranya stabil. "Enggak usah repot-repot, Pak. Auriel sudah dapat kado dari banyak orang."

"Beda dong, Ta. Ini dari saya."

"Pak Al--"

"Ta, kamu jangan larang-larang saya, ya? Apa susahnya sih jawab? Auriel suka warna apa?"

Warna kesukaanmu juga, Alfa, batin Ganta semakin sesak dadanya. "Putih kalau tidak hitam, Pak."

"Wah, sama dong kayak saya. Itu juga warna favorit saya. Ya sudah, saya habis ini ke situ."

"Tap--" Belum juga Ganta menyahut, Alfa sudah memutus panggilannya.

Ganta bersandar di tembok, dia memeluk ponselnya dan menangis. Carla mengelus bahu Ganta, membuat wanita itu terlonjak dan buru-buru menghapus air matanya.

"Ada masalah?" tanya Carla.

"Ah, enggak kok. Ayo, kita ke depan!" Ganta meninggalkan Carla.

Dari tempatnya berdiri, Carla memperhatikan Ganta. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan, Ta. Tapi apa? Ada apa kamu sama CEO itu?

Carla mengembuskan napas kasar, belum juga masalahnya dengan Roy selesai, kini dia dihadapkan dengan rasa penasaran yang tinggi tentang rahasia Ganta. Sementara ini Carla akan diam sambil mencari tahu.

Tak ingin merusak suasana, Carla pun bergabung di ruang tamu. Tak banyak orang yang ada di sana, tetapi acara ulang tahun Auriel cukup meriah. Hanya ada Ganta, Yuli, Pras, Galang, Ratna, dan Carla. Namun, cukup membuat Auriel bahagia.

***

"Kak Alfa di mana sih? Kok lama perginya?" tanya Putri kepada Rafael.

Sejak dia sampai apartemen siang tadi, hingga kini menjelang magrib, Alfa tak kunjung terlihat batang hidungnya.

"Ada kerjaan di kantor, Mbak. Apakah Mbak Putri butuh sesuatu?" tanya Rafael tak pernah jauh dari Putri, dia benar-benar memastikan Putri tak keluar dari apartemen demi kelancaran urusan Alfa.

"Aku cuma mau ngajak dia makan malam di luar. Coba kamu hubungi dia," titah Putri yang duduk santai selonjoran di sofa panjang bak putri kerjaan sambil menonton drama Korea.

"Baik," ucap Rafael patuh.

Mau tak mau Rafael menelepon Alfa. Sayangnya beberapa kali ditolak. Rafael tahu yang sedang diurus bosnya itu. Jadi, dia tak mau mengganggu.

"Maaf, Mbak Putri, sepertinya ponsel Mas Alfa mati. Tidak nyambung ditelepon," alasan Rafael.

"Ck! Ke mana sih dia?" gumam Putri tampak kesal.

Sedangkan sebenarnya Alfa sedang menuju rumah Ganta. Dia membawa sesuatu untuk Auriel.

"Pergerakanku akan terbatas kalau Putri di sini," gumam Alfa menjalankan mobilnya masuk ke gang rumah Ganta. "Kenapa aku takut tidak bisa bertemu Auriel lagi? Ada apa dengan gadis itu? Kenapa perasaanku sekali bertemu langsung klop dengannya? Rasanya aku ingin sekali dekat dia terus. Bahkan aku pengin dia hidup layak dan berkecukupan. Sebenarnya siapa Auriel? Anak siapa dia?"

Keadaan di rumah Ganta selesai pesta dan makan-makan sederhana, mereka berkumpul santai sambil ngobrol di ruang tamu. Auriel sangat bahagia, dia girang mendapat banyak kado.

"Mami, ini boleh aku buka?" tanya Auriel menunjukan kado dari Carla.

"Boleh dong, Sayang. Mami bantuin buka kado yuk!" Carla pun duduk di lantai bersama Auriel lalu disusul Ratna.

Galang dan Ganta memperhatikan Auriel yang tampak sangat bergembira. Begitupun Pras dan Yuli. Ponsel Ganta bunyi, dia langsung mengecek sang penelepon. Lagi-lagi Ganta menjauh saat menerimanya. Carla melirik Ganta begitupun Galang.

"Halo," sahut Ganta lirih setelah menerima telepon dari Alfa.

"Tolong ajak Auriel keluar. Saya sudah di depan rumah kamu."

"Hah!" pekik Ganta terkejut bergegas lari dan membuka pintu. Benar saja, Alfa sudah bersandar di mobilnya sambil menelepon Ganta.

Orang-orang yang ada di ruang tamu penasaran, mereka menoleh keluar. Wajah Galang berubah tak bersahabat, dia terlihat jelas tak menyukai kedatangan Alfa di sana. Ganta memutus panggilannya lalu melangkah lebar mendekati Alfa.

"Pak Alfa ngapain ke sini?" tanya Ganta meninggikan suaranya.

"Saya cuma mau menepati janji pada Auriel."

"Pak ..."

"Om!" pekik Auriel lalu keluar rumah sambil berlari ke arah Alfa dan langsung memeluknya.

"Hai, cantik. Bagaimana acara ulang tahunmu tadi?" tanya Alfa membelai wajah Auriel.

"Meriah, Om. Aku dapat banyak kado."

"Oh, iya?" sahut Alfa tertawa bahagia melihat kepolosan Auriel saat bercerita. "Om juga bawa kado buat kamu."

"Asyiiiik." Auriel berjingkrak kegirangan.

Tanpa Alfa sadari, ada sepasang mata elang sedari tadi mengintainya. Dia melapor kepada seseorang, "Pak, saat ini Alfa sedang di rumah asistennya. Dia membelikan sesuatu untuk gadis yang usianya sekitar delapan tahun."

"Cari tahu siapa anak itu," sahut seseorang dari ujung telepon.

"Siap, Pak!"

Orang berjaket kulit hitam itu terus mengawasi gerak-gerik Alfa yang saat ini mengeluarkan boneka beruang besar dari mobilnya.

"Ini buat teman kamu bobo, ya?" kata Alfa memberikannya kepada Auriel.

"Wow, besar sekali, Om." Auriel memeluk boneka itu walaupun tubuhnya lebih kecil dari bonekanya.

"Bisa membawanya?"

"Bisa, Om!" ucap Auriel bahagia.

Alfa berlutut menyamakan tingginya dengan Aurie. Dia mengusap kepalanya lalu memeluk.

"Selamat ulang tahun, anak cantik. Semoga kamu selalu bahagia," ucap Alfa tak rela jika harus mengakhiri pelukan itu.

"Katanya Om mau datang besok. Kenapa malam ini?"

"Om lupa, besok pagi ada kerjaan penting. Takut enggak bisa, makanya Om malam ini ke sini. Besok ada kado spesial khusus untuk kamu."

"Apa itu, Om?"

"Rahasia. Besok kadonya diantar."

"Terima kasih, Om." Auriel memeluk Alfa lagi. Dia juga mencium kedua sisi pipi Alfa.

Sejak tadi Ganta hanya melihat hal itu. Harusnya aku bahagia Auriel bisa dekat denganmu. Tapi aku takut keselamatan Auriel terancam. Maafin aku, Nak, kamu lebih baik tidak dekat-dekat papamu, batin Ganta lalu menoleh ke teras rumah.

Dia mengangguk kepada Galang supaya mendekatinya. Setelah Galang berdiri di samping, Ganta berbisik, "Ajak Auriel masuk. Aku mau bicara sama bosku."

"Oke," sahut Galang. "Auriel, Sayang, kita masuk yuk! Kita lanjutin buka kadonya."

"Tapi aku masih mau sama Om ...." Auriel menatap Alfa bingung karena dia tak tahu namanya.

"Alfa," ucap Alfa sembari tersenyum lebar.

"Ayo!" Galang tak peduli, dia menuntun Auriel menjauhi Alfa.

"Dadah Om Alfa," ujar Auriel sedih, wajahnya tertekuk.

"Dadah, anak cantik. Bobo yang nyenyak, ya?" Alfa tersenyum sambil melambai mengiringi langkah Auriel yang digandeng Galang menuju teras rumah.

Dari sorot mata Auriel, dia seperti masih ingin dekat dengan Alfa. Dia berjalan maju, tetapi kepalanya menoleh ke belakang.

Ketika Auriel sudah sampai teras, Ganta berkata, "Saya kan sudah bilang, jangan ke sini lagi. Kenapa Anda keras kepala sih, Pak?"

"Kenapa saya tidak boleh ke sini?" Alfa menatap langsung kedua mata Ganta.

Banyak hal yang tersimpan di balik sorot mata wanita di depannya itu. Apalagi saat mata itu seperti ingin mengeluarkan air mata.

Karena aku takut kebebasan Auriel terenggut dan keselamatannya terancam. Tolong pahami itu, Alfa. Kamu bukan orang bebas yang bisa pergi sesukanya. Pasti banyak yang mengintaimu diam-diam. Entah itu musuh bisnismu, orang suruhan om kamu, bahkan orang-orang yang dipekerjakan papamu untuk melindungimu dari jarak jauh. Aku mohon, pahami itu, Alfa. Aku enggak bisa mengatakan sejujurnya sama kamu. Auriel sangat berharga dalam hidupku, batin Ganta tak sadar meneteskan air mata.

Spontan tangan Alfa terangkat lalu menghapusnya. Dari balik jendela ruang tamu, Carla mengawasi mereka.

"Maafin saya, ya, sudah bikin kamu nangis," ucap Alfa sangat lembut.

"Saya cuma takut ...," tukas Ganta terpotong lalu menunduk. Dia memecah tangisnya yang sudah tak kuat ditahan sejak tadi.

Mengusir gengsinya, Alfa menarik Ganta ke dalam pelukan. Hal itu tak disia-siakan oleh orang yang memata-matai Alfa. Dia mengambil foto saat Alfa memeluk Ganta lalu mengirimkan kepada seseorang.

"Jangan takut, saya akan selalu menjagamu," ucap Alfa semakin membuat Ganta terisak.

Dari dalam rumah, Galang juga melihatnya. Wajahnya mengeras, dia tak suka Alfa dekat dengan Ganta. Bukan karena cemburu, hanya saja Galang berpikir Alfa seperti Rehan. Galang tidak mau Ganta disia-siakan Alfa seperti mamanya yang sudah dipermainkan Rehan.

Aku semakin yakin pasti ada sesuatu di antara Ganta sama orang itu. Apakah .... Carla menduga-duga, dia tak ingin mengambil kesimpulan terlalu cepat. Sepertinya aku harus selidiki ini, gumam Carla dalam hati.

"Pak Alfa, tolong bersikaplah profesional." Ganta menegakkan tubuhnya lalu mendorong Alfa.

"Ta, saya ..."

"Pak Alfa, kalau Anda masih ingin saya kerja di Putra Jaya, tolong bersikaplah profesional, layaknya atasan dan bawahan. Saya tidak mau jadi gosip di kantor." Setelah berucap, Ganta berlari masuk rumah.

Alfa mematung di tempat, ini aneh baginya. Kenapa Ganta seolah ingin menghindarinya? Apakah ada ancaman kepadanya? Alfa sangat bingung dengan sikap Ganta yang seperti membutuhkannya, tetapi ketika Alfa mendekat, Ganta seperti menolak.

Pintu rumah itu tertutup rapat, Alfa lantas pergi. Sedangkan Ganta melewati ruang tamu begitu saja sambil menangis. Dia langsung masuk ke kamar dan menutup pintunya rapat. Semua bingung melihat sikap Ganta.

"Mami, kenapa Mama menangis?" tanya Auriel mendongak menuntut jawaban Carla.

"Enggak apa-apa, Genduk. Mama hanya butuh waktu buat istirahat. Genduk lanjutin buka kadonya sama Oma Opa, ya? Mami mau lihat Mama dulu," kata Carla sangat lembut sambil mengelus kepala Auriel.

"Iya, Mi."

Carla berdiri, diikuti Ratna dan Galang. Mereka mengetuk pintu kamar Ganta. Namun, wanita itu kekeh tak mau membukanya.

"Sebenarnya ada apa sih?" tanya Galang bingung menatap Ratna dan Carla bergantian.

"Mana aku tahu!" sahut Ratna mengedikkan bahu.

"Na, aku mau tanya. Selama di kantor, bagaimana sikap Ganta sama bos barumu itu?" tanya Carla mengintimidasi.

"Mmm ... biasa aja. Setahuku sih mereka bersikap profesional. Pak Alfa itu bos yang tegas, cuek, terkenal workaholic. Aku juga baru tahu loh kalau di luar kantor mereka sedekat itu," ujar Ratna bingung sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Apa yang sebenarnya terjadi antara Ganta sama Alfa? batin Galang.

***

Wajah Alfa terlihat sangat kesal dan dia hanya bisa menutupinya dengan sikap tenang. Pagi ini Alfa sudah siap memimpin meeting, tetapi bahan meeting belum siap di meja. Semua klien sudah menunggu.

"Rafael, panggil Ganta," titah Alfa dengan wajah datar.

"Baik!"

Bergegas Rafael keluar dari ruang meeting. Dia menghampiri meja kerja Ganta. Wanita itu tengah sibuk mencari sesuatu di meja kerjanya.

"Mbak Ganta, sudah ditunggu di ruang meeting," ucap Rafael setelah sampai di meja Ganta.

"Pak Rafael, ini gawat!" ujar Ganta masih sambil mencari-cari.

"Gawat kenapa?" Rafael kali ini ikut panik setelah mendapati raut Wajah Ganta memerah dan menahan tangis.

"Bahan meeting yang sudah saya siapkan kemarin Sabtu hilang. Di komputer juga enggak ada," jelas Ganta menghempaskan pantatnya di kursi lalu menutup wajah yang sudah terasa panas lantaran menahan kesal, sebal, dan ingin menangis. Hatinya dongkol.

Dari tempatnya duduk, Anita tersenyum miring. Dia bersikap sok tak tahu apa-apa dan cuek. Matilah riwayatmu, Ganta! Itulah akibatnya kalau kamu menentangku. Jangan sok pintar dan ingin mengambil perhatian Pak Alfa. Kamu enggak akan bisa!

"Terus bagaimana meeting-nya?" tanya Rafael sesudah membantu Ganta mencari, tetapi tak juga ketemu.

Mau tak mau Ganta akan mengatakan sejujurnya kepada Alfa, kalau bahan meeting belum siap. Ganta harus mempertanggungjawabkan itu. Dia menarik napas dalam lantas merapikan penampilannya.

"Saya siap menerima konsekuensinya, Pak Rafael. Lebih baik kita sekarang ke ruang meeting," ucap Ganta mantap setelah menata perasaannya.

Anita yang mendengar itu tertawa puas dalam hati. Dia sangat yakin setelah ini Ganta akan dipecat. Bergegas Rafael dan Ganta ke ruang meeting. Di sana, Rafael membisikkan sesuatu kepada Alfa. Ganta menunduk saat Alfa menatapnya tajam. Ingin memarahinya, tetapi Alfa menjaga image.

"Mmm ... mohon maaf, bapak-bapak dan ibu-ibu. Mungkin meeting kali ini ..."

"Saya akan menjelaskan secara langsung. Karena ada kendala, proyektor kami rusak, sebab itu saya akan menerangkan secara manual," sahut Ganta cepat sebelum Alfa menyelesaikan ucapannya.

"Maaf, Nona, tapi bagaimana kami bisa percaya jika penjelasan Anda itu benar sesuai data pendapatan Putra Jaya? Setidaknya jika proyektor rusak, kami mendapat hard file-nya," ujar salah satu calon klien.

"Bapak Endru jangan khawatir. Asisten saya ini karyawan lama dan saya sangat mempercayainya. Saya yakin, dia tidak akan mengarang untuk hal sepenting ini. Untuk hard file memang kami sengaja belum menyiapkan. Agar bapak-bapak dan ibu-ibu di sini fokus dan benar-benar menyimak penjelasan dari kami," sahut Alfa mengejutkan Ganta. Dia pikir Alfa akan marah padanya.

Makasih udah membelaku, batin Ganta menatap Alfa.

"Tapi, Pak Alfa, alangkah baiknya jika ada dan kami bisa membacanya secara langsung," timpal seorang wanita yang berpenampilan berlebihan ala bos besar.

Ganta semakin panik, dia menatap Alfa yang terlihat tenang meski suasana di ruang itu memanas.

"Apa Nyonya Diana yakin akan mempelajarinya? Saya khawatir kalau hard file diberikan saat ini, bapak-bapak dan ibu-ibu tidak akan fokus menyimak penjelasan asisten saya. Semua akan menggampangkan dan tidak menghargai kerja keras asisten saya. Sebab itu saya sengaja tidak memberikan hard file sekarang, agar kerja keras asisten saya bisa Anda hargai," ujar Alfa tampak jelas kewibawaannya sebagai pemimpin.

Semua orang yang ikut meeting saling pandang. Mereka menyadarinya, jika ada hard file, penjelasan di depan, akan mereka anggap sebagai formalitas dan tak begitu memperhatikan.

"Ya sudah kalau begitu, Pak Alfa. Silakan dijelaskan," kata seorang pria paruh baya berkacamata.

"Silakan, Nona Ganta," ujar Alfa lalu diangguki Ganta.

"Sebelumnya perkenalkan, nama saya Aurora Prillya Gantari, selaku asisten Bapak Alfariel Pamungkas."

Ganta mulai menjelaskan di depan sambil menggambarkan presentasi pendapatan lima tahun ke belakang. Di tengah Ganta menjelaskan, Alfa justru melamun, kenapa bahan meeting itu bisa hilang tiba-tiba? Padahal kemarin Alfa lihat sendiri kalau Ganta sudah menyiapkan semuanya. Apakah Ganta sengaja? Atau ada orang lain yang ingin menggagalkan meeting kali ini?

Sampai penjelasan itu selesai, semua takjub pada Ganta lalu mengapresiasi dengan tepukan tangan. Hal itu mengejutkan Alfa, dia tersadar dari lamunannya.

"Wah, Pak Alfa, asisten Anda cerdas sekali. Dia menerangkan secara runtut dan terperinci. Saya mudah memahaminya," ujar Endru tersenyum puas.

"Terima kasih, Pak Endru. Itu salah satu alasan saya menjadikannya asisten pribadi," ujar Alfa bangga memiliki Ganta sebagai asistennya.

Hingga meeting itupun selesai, Ganta masing bingung dengan materi meeting yang hilang secara tiba-tiba. Bahkan file di komputernya juga hilang. Kerja kerasnya sampai lembur terasa tak berarti. Ganta lemas memikirkan hal itu. Untung saja dia masih ingat betul setiap laporan dan angkat yang tertera di data itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top