Pengawalan Murni
Auriel meringkuk di tempat tidur, dia hanya bisa menangis dan bergumam menyebut 'mama'. Air matanya seperti tak pernah kering. Sebagai pemilik hotel, tak ada satu pun pegawai yang mencurigai Rehan kegiatan Rehan di room VIP tersebut.
"Diam enggak lo! Atau gue sumpal mulut lo pakai kain!" bentak anak buah Rehan yang bertugas menjaga Auriel.
Dia tersiksa harus menahan tangisnya supaya tidak bersuara. Auriel terisak-isak, bahkan dia tak berani bergerak sedikit pun dari tempat tidur. Puluhan orang menjaganya sangat ketat. Auriel menahan pipis sampai perutnya sakit. Dia sangat ketakutan.
"Kasih dia makan!" Rehan datang membawa makanan buat Auriel.
"Siap, Bos!" Salah satu dari mereka menerimanya.
"Ayo! Bangun!" Dia menarik kasar tangan Auriel supaya duduk.
Setelah Auriel bersandar di kepala ranjang, orang itu membukakan kotak makanannya. Namun, Auriel tetap diam, malah menangis sesenggukan.
"Diam! Jangan nangis terus! Mama kamu enggak akan datang menolong. Cepat makan!" sentak orang itu semakin membuat nyali Auriel ciut.
Auriel menggeleng, dia menekuk lututnya dan menenggelamkan wajah di sela-sela lutut. Dia menangis sekuat-kuatnya karena sesak dalam dada sudah tak dapat menampung.
"Ayo dimakan!" Auriel dipaksa menegakkan kepalanya, tetapi gadis berbadan proposional seusianya itu bertahan di posisinya, menelungkupkan wajah di sela-sela lutut.
"Sudah, jangan dipaksa! Kalau dia tidak mau makan, biarkan saja!" pekik Rehan yang duduk di sofa, kedua kaki selonjoran di meja.
"Siap, Bos!" sahut pria bertubuh kekar yang tadi memaksa Auriel makan.
"Dengarkan kalian semua!" seru Rehan. "Malam nanti, Galang akan datang. Siapkan pasukan yang lain. Saya tidak mau malam ini gagal. Dia harus lenyap!" ujar Rehan menatap anak buahnya satu per satu.
"Siap, Bos!" sahut mereka serentak.
"Terus bagaimana sama anak ini, Bos, kalau Galang kita lenyapkan?" tanya salah satu di antara mereka.
"Bodoh kalian!" umpat Rehan keras. "Susulin bapaknya dong! Lenyapkan sekalian! Saya tidak mau ada yang tersisa dari keturunan Arista. Kalau bisa, setelah ini kita juga lenyapkan wanita jalang itu," kata Rehan lantas mengambil rokok, mengulum pangkal rokok tersebut, dan membakar ujungnya.
Asap mengepul ketika Rehan meniupkan ke udara. Dia tak peduli ruangan itu ber-AC dan ada anak kecil di sana.
Setiap dikasih makan, Auriel selalu menolak. Dia takut makanannya dikasih racun, sebab itu dia tak mau sedikit pun makan dan minum yang orang-orang sana berikan padanya. Lebih baik dia kehausan dan kelaparan. Dia tak berani berbicara kepada orang di sana, hanya menangis, dan terus memanggil mamanya. Sudah dua hari Auriel disekap, dia yakin pasti Ganta akan datang menyelamatkannya.
***
Di apartemen, Alfa sengaja mengurung Putri di kamar. Walaupun begitu, Alfa tetap memberikan layanan terbaik kepadanya. Perlindungan yang ketat, sehari makan tiga kali, tetapi Alfa menyita ponsel dan memutus telepon di kamarnya.
"Sial! Kenapa aku malah dikurung Kak Alfa di sini! Papa lagi apa, ya? Mama Apa kabar?" gumam Putri yang sebenarnya tidak tahu bahwa banyak kejahatan yang sudah Rehan lakukan.
Putri beranggapan papanya seseorang yang ambisius dan pekerja keras. Dia tahu kalau Rehan licik dalam berbisnis. Namun, bayangan Putri tak sejauh kenyataannya. Dia menganggap perbuatan Rehan sejauh ini masih wajar untuk seorang pebisnis.
Pintu kamar putri terbuka. Awal dikurung, Putri pernah ingin kabur, sayangnya berbagai sudut apartemen ini sekarang sudah dijaga ketat. Percuma dia keluar kamar, Putri tak akan bisa pergi dari apartemen itu.
"Selamat siang, Nona. Silakan, ini untuk makan siangnya," ujar polwan yang berpakaian bebas, usia sekitar 30 tahun, sengaja ditugaskan untuk mengawasi Putri.
"Makasih," ucap Putri judes, hanya melirik kotak nasi yang diletakkan di nakas.
"Apa Nona Putri butuh sesuatu lagi?"
Awalnya Putri diam, dia menatap polwan itu sinis. Namun, ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Dia menghempaskan gengsinya dan bertanya, "Mbak Eren, sebenarnya kenapa saya dikurung? Kenapa saya enggak boleh keluar? Terus mana HP saya? Saya itu bosan di dalam kamar terus!"
Polwan bernama Eren tersebut hanya tersenyum tipis. "Biar Pak Alfa saja nanti yang menjawab, ya?"
"Sekarang di mana dia? Kenapa enggak pulang-pulang? Mana Rafael juga enggak kelihatan dari kemarin! Kenapa semuanya pergi enggak ada yang bilang? Tiba-tiba kalian ke sini, ngepung apartemen ini dan ngurung aku. Sebenarnya ada apa?"
"Ini demi keselamatan Nona Putri. Sabar, ya? Nanti setelah urusan Pak Alfa selesai, pasti dia kembali dan kami juga akan pergi."
Setelah mengatakan itu, Erin pun keluar dari kamar Putri.
"Sebenarnya ada apa sih ini? Apa lawan bisnis Kak Alfa sedang melakukan sesuatu?" Putri berpikir sangat keras, penasarannya meninggi, sayangnya dia harus menahan sampai Alfa kembali.
***
Suasana di rumah Pras tak ada yang bisa bersantai. Semua gelisah menunggu kabar dari siapa pun mengenai Auriel. Saking lelahnya menunggu, mereka kadang uring-uringan sendiri. Ganta dan Doni sangat mengkhawatirkan keselamatan Auriel dan Alfa.
"Angel, kamu enggak ngantuk?" tanya Doni iba melihat kedua mata Ganta seperti sangat berat.
Kantung matanya besar, sembap, merah, dan wajahnya benar-benar berantakan. Air mata seperti tak pernah kering di pipinya.
"Enggak, Pak," jawab Ganta menggeleng lemah.
"Kalau saya memperhatikan kamu, rasanya wajah kamu itu tidak asing. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Doni terus meneliti wajah Ganta.
Semua ikut menatap Ganta. Yang ditatap malah menunduk.
"Sebenarnya, dulu keluarga saya sering dibantu Ibu Lisa, Pak."
Doni tampak terkejut, pun dengan Sugeng yang duduk di belakangnya.
"Keluarga kamu kenal istri saya? Berarti sudah lama dong? Soalnya istri saya sudah meninggal beberapa tahun lalu," kata Doni semakin penasaran dengan sosok Ganta.
"Iya, Pak. Dulu waktu keluarga Bapak sering bolak-balik ke Surabaya, Ibu Lisa pesan makanan di katering ibu saya. Kalau keluarga Bapak ada acara di Surabaya, Ibu Lisa memasrahkan konsumsinya kepada keluarga saya," papar Ganta menguak masa lalunya kepada Doni dan di depan teman-temannya.
Carla baru mengetahui fakta itu, sebab dia bertemu Ganta ketika mereka sama-sama kerja di Putra Jaya. Yuyun pun ikut mendengar saksama.
"Loh, kamu ini anaknya Pak Andi?" kata Doni menunjuk Ganta.
"Iya, Pak." Ganta mengangguk.
"Astagaaa." Doni menyandarkan punggungnya. "Terus Pak Pras sama Bu Yuli ini siapa kamu?"
Ganta menatap Yuli dan Pras bergantian. "Mereka orang tua sambung saya, Pak, setelah Ibu sama Bapak meninggal."
"Meninggal?" Lagi-lagi Doni dibuat terkejut.
"Iya, Pak. Setelah acara peresmian pembukaan pabrik baru di Surabaya waktu itu, Ibu sama Bapak kecelakaan dan meninggal di tempat."
"Innalillahi wa innalillahi rojiun." Doni meraup wajahnya. "Padahal waktu itu selisih dua hari setelah acara, Lisa masuk rumah sakit dan dia mencari kamu. Saya memerintah Soraya yang saat itu menjadi asisten pribadi Lisa buat menemui kamu."
"Iya, Pak. Saat itu saya sudah bertemu Ibu Soraya. Beliau memberikan beasiswa untuk kuliah saya sampai S2. Tapi, saya mohon maaf sekali, uang yang harusnya untuk pendidikan S2, jadinya saya gunakan untuk biaya sehari-hari saya dan lahiran Auriel."
"Bukan masalah uangnya, Angel. Tapi, kenapa saat itu kamu tidak mau menemui saya dan Lisa? Padahal Lisa sangat ingin mengenalkanmu sama Alfa. Sakitnya semakin parah, dia terus menanyakanmu. Kenapa kamu menghilang dari pengawasan kami?" tanya Doni menyesalkan keputusan Ganta saat itu. "Saya juga belum mengenalmu saat itu. Bagaimana saya bisa menjalankan amanah istri saya? Sampai saat ini yang saya sesalkan cuma satu, saya tidak bisa menuruti keinginan dia untuk terakhir kalinya. Yaitu bertemu sama kamu, Angel." Suara Doni parau, dia menahan kesedihannya.
"Maaf, Pak Doni. Saya punya alasan untuk itu."
"Apa?"
"Saya menghindari keluarga Bapak karena waktu itu saya sangat kecewa kepada keponakan Bapak."
Doni mengerutkan dahi dalam. "Siapa?"
"Putri."
"Kenapa sama Putri?"
"Dia yang menabrak Ibu sama Bapak. Tapi, polisi tidak ada tindakan apa pun untuk menegakkan hukuman padanya. Saya kecewa, sidang belum dimulai, tapi perkara sudah ditutup." Ganta bercerita sambil menangis dan meluapkan emosinya.
Mulut Doni menganga, pun dengan Sugeng. Mereka baru tahu mengenai hal itu.
"Ternyata banyak sekali hal yang aku tidak tahu tentang Rehan, Pak Sugeng," ujar Doni menoleh Sugeng. "Tentang istri keduanya saja, aku baru tahu setelah ada masalah ini. Benar-benar adikku itu mau menghancurkan reputasiku!" geram Doni mengepalkan kedua tangannya, kesal kepada Rehan.
"Sabar, Pak Doni." Sugeng mengusap punggung Doni. "Mbak Angel, ah, maaf, maksud saya Mbak Ganta."
"Enggak apa-apa, Pak Sugeng. Senyamannya saja mau panggil saya Angel atau Ganta. Sekarang sudah tahu, Angel dan Ganta orang yang sama," sahut Ganta supaya Sugeng tidak bingung memanggilnya.
"Saya mau tanya sesuatu. Waktu saya menjemput Mas Alfa di kosan itu, di mana posisi Mbak Ganta?" tanya Sugeng hati-hati.
"Saya kerja, Pak. Pulang kerja, saya shock karena Alfa sudah tidak ada."
"Apakah Mbak Ganta pernah bertemu langsung dengan Pak Rehan?"
"Iya. Sebelum saya masuk kos, mereka menghadang saya di depan. Bersama Putri juga."
"Mereka mengatakan apa?" tanya Sugeng menggali informasi kepada sumbernya langsung karena dia sangat penasaran kenapa tiba-tiba Ganta saat itu langsung menghilang.
"Saya diminta untuk meninggalkan Alfa karena kata Putri, mereka sudah tunangan dan mau menikah. Saya jujur, waktu itu sangat kecewa sama Alfa. Saya tidak bisa berpikir jernih, malah itu juga saya pergi."
"Mbak Ganta tahu, paginya Mas Alfa meminta saya sama Rafael kembali ke kosan buat jemput Mbak Ganta. Kami sudah mencari Mbak Ganta ke mana-mana. Tapi nihil, enggak ada informasi kuat tentang Mbak Ganta. Selesai operasi, hal pertama yang Mas Alfa tanyakan Mbak Ganta, pulang dari rumah sakit, tujuan pertama Mas Alfa bukan rumah, tapi kos-kosan kalian dulu. Kami mencari bertahun-tahun, Mas Alfa mempertahankan Mbak Putri sebagai tunangannya juga punya alasan," jelas Sugeng, langsung mendapat tatapan dari Doni.
"Apa? Ada hal yang kamu sembunyikan dari saya?" tanya Doni menuntut penjelasan lebih kepada Sugeng.
"Maaf, Pak Doni. Ini atas permintaan Mas Alfa. Supaya Mas Alfa tidak didekati anak kolega bisnisnya dan bisa leluasa mencari Mbak Ganta."
Doni manggut-manggut, lain halnya dengan Ganta, dia mendongak, menatap Sugeng tak percaya.
"Jadi, itu alasan Alfa selalu mengundur pernikahannya dengan Putri?" gumam Doni baru memahaminya sekarang.
Ganta terdiam, dia merasa bersalah. Keputusannya menghindari Alfa bertahun-tahun, ternyata bukan pilihan tepat. Dia pikir Alfa tak mencarinya, nyatanya pria itu masih setia dengannya dan rela menyendiri hingga bertahun-tahun.
***
Ada alasan kenapa Alfa tak mengizinkan Rafael ikut dengannya. Dia ditugaskan untuk mengurus Murni. Yang Alfa tahu, Murni adalah ART terpecaya di rumah Rehan.
Setelah melewati penjagaan sangat ketat, akhirnya Murni sampai tujuan dengan selamat. Ia langsung dikawal ke kantor polisi untuk diberikan perlindungan.
Tengah malam di saat situasi lengang, Gilang, Alfa, dan Surya mulai menjalankan rencana. Nico bertugas mengawasi Murni dan keluarga Ganta selama mereka membebaskan Auriel. Tanpa Rehan dan anak buahnya tahu, Hotel Santika saat ini sudah diterilkan dan dikepung. Sebagai umpan, Gilang yang akan masuk lebih dulu. Sedangkan Alfa, Surya, dan tim lainnya mengintai dari dalam mobil yang parkir terpencar di luar area hotel supaya tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka memasang alat menyadap di balik baju Gilang.
Di dalam kamar penyekapan, Auriel masih terus menangis dan ketakutan. Walaupun tangan dan kakinya tidak diikat, Auriel tak bisa ke mana-mana lantaran penjagaannya sangat ketat. Anak buah Rehan menjaga di dalam ruangan maupun di luar.
Rehan tidak tahu jika Galang bersekongkol dengan Alfa untuk membebaskan Auriel. Galang mengambil ponselnya di saku celana, lalu dia menghubungi nomor Rehan.
"Halo," sahut suara Rehan tegas.
"Pa, aku udah di bawah. Papa di mana?" tanya Galang, padahal dia sudah tahu posisi kamar penyekapan Auriel dari intel yang mengawasi mereka sejak kemarin.
Bahkan saat ini, nomor Galang disadap kepolisian, agar percakapan apa pun dapat mereka dengarkan bersama.
"Kamu sama siapa?"
"Aku sendiri, Pa."
"Di mana kamu sekarang?"
"Di parkiran."
Dengan isyarat gerakan tangan, Rehan menyuruh dua anak buahnya menjemput Galang.
"Tunggu di situ!"
Panggilan diputus oleh Rehan.
"Bawa anak itu ke rooftop!" titah Rehan galak.
Lantas satu orang memaksa Auriel bangun lalu menggendongnya. Orang itu tak peduli Auriel memberontak. Galang keluar dari mobil sewaan. Dia berdiri di depan mobil, menunggu dua orang dandanan preman sedang berjalan mendekatinya.
"Galang, ya?" tanya salah satu dari mereka bernada galak.
"Iya," jawab Galang datar.
"Ikuti kami!"
Galang membuntuti dua orang itu. Setelah Galang masuk hotel, selisih lima menitan, Alfa menjalankan mobilnya masuk ke parkiran hotel, diikuti mobil pengawal termasuk Surya. Mereka bergegas menguntit Galang yang mengikuti dua preman itu menuju rooftop.
Hai, teman-teman. Maaf, ya, baru bisa update. Kemarin Instagram-ku di-hack. Bagi yang dapat DM atau apa pun menggunakan IG saya dulu (@rex_delmora) tolong abaikan saja. Bantu report IG tersebut.
Saya sudah ganti IG @rexdelmora_official. Bagi teman-teman yang mau follow IG baru saya, silakan. Nanti saya follback.
Terima kasih sebelumnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top