Mami Carla

Matahari menyongsong dunia. Jam menunjukan pukul 05.30 WIB. Mata berbulu lentik itu mengejap lalu perlahan-lahan terbuka. Dia menoleh ke samping, wajahnya terlihat sedih. Tiba-tiba air mata meleleh.

Samar-samar wanita di sebelahnya mendengar isakan. Segera dia membuka mata dan melihat ke samping. Carla terkejut melihat Auriel menangis.

"Genduk, kenapa nangis?" tanya Carla bangun lalu memeluknya.

Gadis kecil itu semalam menunggu Ganta pulang sampai ketiduran, paginya dia bangun berharap Ganta sudah di sampingnya, tetapi dia kecewa karena tak melihat Ganta.

"Mama belum pulang, ya, Mi?" tanya Auriel membalas pelukan Carla sangat erat.

"Sebentar, coba Mami telepon Mama dulu, ya?"

Carla mencari ponselnya di tas, setelah ketemu, lalu menghubungi Ganta. Panggilannya tak ada yang menjawab.

Anak ini di mana sih? batin Carla mencoba menghubungi Ganta lagi.

Sedangkan Ganta masih tertidur di kantor. Dia tak mendengar telepon Carla karena ponsel Ganta ada di tas yang berada di meja kerjanya.

Pintu ruangan itu terbuka, samar-samar Ganta mendengar langkah seseorang, mata Ganta langsung terbuka. Dia melihat di sekitar, Ganta bingung lalu bangkit, dia melihat jas Alfa menutupi tubuhnya.

Seseorang dengan pakaian olahraga berdiri menghadap ke kaca tebal trasparan memperhatikan pemandangan Surabaya pagi hari. Lekas Ganta membenarkan duduk, dia menurunkan kedua kakinya.

Kenapa aku bisa pindah di sini? Seingatku, semalam aku tidur di meja kerja. Apa dia yang mindahin? batin Ganta bingung melihat jas Alfa menyelimuti tubuhnya lalu menatap punggung orang yang ada di depannya.

Alfa tahu Ganta sudah bangun, dia sengaja mematung sambil mengantongi kedua tangan di celana training-nya.

"Astaga!" pekik Ganta mengejutkan Alfa, orang itu langsung menoleh ke belakang.

"Ada apa?" Alfa panik dan mendekati Ganta.

"Ini jam berapa?" Buru-buru Ganta melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Jarum panjang menunjukan di angkat enam, yang pendek menunjuk di angka sembilan.

"Saya harus pulang," ucap Ganta buru-buru memakai sepatunya.

"Ganta!" seru Alfa menghentikan langkah Ganta.

"Pak Alfa, maaf, hari ini saya harus pulang," ucap Ganta dengan wajah panik.

"Saya antar, ya?"

"Enggak usah, Pak!"

"Kamu mau naik apa?"

"Saya bisa naik angkot atau enggak ojek online. Gampang itu sih, Pak."

"Saya antar!" ucap Alfa kekeh.

Mampus! Kalau dia antar terus lihat Auriel gimana? Aduuuh, bisa gawat urusannya nih, batin Ganta menatap Alfa bingung. "Mmm ... bukannya Pak Alfa mau olahraga?" tanya Ganta mengalihkan pembicaraan.

"Tadinya iya, mau ngajak kamu. Tapi sepertinya enggak jadi."

"Kenapa, Pak?"

"Masa kamu mau nemenin saya olahraga pakai baju kantor begitu?"

Langsung Ganta melihat dirinya sendiri. "Oh, iya juga sih."

"Ayo, saya antar kamu pulang! Kamu juga butuh istirahat yang benar biar besok bisa fresh dan menemai saya meeting."

Saat Alfa sudah hampir membuka pintu, Ganta menghentikannya, "Pak, saya bisa pulang sendiri."

"Saya harus memastikan kamu selamat sampai rumah. Kamu lembur sampai begini gara-gara saya."

"Pak, tolong profesional. Ini sudah melebihi batas antara atasan dan bawahan loh!" Ganta masih saja kekeh dan mencari alasan.

"Apa salahnya atasan bertanggung jawab mengantar bawahannya pulang karena dia sudah membantu bekerja sampai lembur?"

Sepertinya Ganta sudah tak bisa lagi mengelak. Dia mendengkus lalu mengikuti Alfa keluar dari ruangan itu sambil membawa jas Alfa. Senyum kemenangan terukir tipis di bibir Alfa.

Mobil Ferrari merah membelah jalanan kota Surabaya pagi ini. Tak ada obrolan di antara mereka. Hati Ganta gelisah, takut jika nanti Alfa sampai rumahnya dan melihat Auriel. Harus alasan apa dia? Jika Auriel memanggilnya mama di depan Alfa bagaimana? Apa yang harus dia jelaskan?

Ponsel Alfa berdering tanda panggilan masuk. Dia lalu mengangkatnya.

"Halo."

"..."

"Iya. Nanti siang aku jemput di bandara."

"..."

"Oke, Babè. Sampai jumpa."

Panggilan selesai, Alfa meletakkan kembali ponselnya di dashboard. Ganta melamun, pikirannya kacau.

Siapa sebenarnya yang selalu menghubunginya? Apa itu Putri? Atau wanita lain yang sekarang sudah menjadi istrinya? Ah, Gantaaaaa, ngapain kamu mau tahu urusan dia? Fokus, Ganta! Fokus! Dia adalah bosmu, atasanmu! Jangan ikut campur masalah pribadinya! batin Ganta melawan pikiran-pikiran negatif yang menyerang dirinya.

"Mmm ... semalam yang mindahin saya ke sofa itu ...?" tanya Ganta pelan-pelan dan menatap Alfa kikuk.

"Iya, saya. Kasihan lihat kamu ketiduran di meja. Tapi, saya berterima kasih sekali. Kamu sudah bekerja keras dan menyelesaikan semua tepat waktu."

"Makasih, Pak Alfa. Itu sudah tugas saya, Pak," jawab Ganta tersenyum tipis. "Terus Pak Alfa juga tidur di kantor?" Ganta menatapnya curiga.

"Enggak, tenang aja. Saya setelah mindahin kamu langsung pulang. Istirahat sebentar di apartemen. Tadinya saya mau ngajak kamu joging. Tapi ... ya sudahlah, lain waktu saja." Alfa menarik napas dalam dan menoleh kepada Ganta sekilas dengan senyuman terbaiknya.

Ya Allah, jangan biarkan hatiku goyah hanya dengan melihat senyuman dia. Kuat, Ganta, kuat! Kukuhkan benteng pertahananmu, batin Ganta menguatkan keyakinannya agar tidak jatuh hati lagi kepada Alfa. Padahal kebenarannya, cintanya kepada Alfa masih tersimpan rapi di sudut hatinya.

"Eh, Pak Alfa kok tahu arah rumah saya?" tanya Ganta berprasangka sambil melirik Alfa karena sedari tadi pria tampan yang fokus menyetir itu tak pernah tanya arah rumahnya, tetapi Alfa mengarah pada jalan yang benar.

Mampus! Jangan sampai tahu kalau aku sering membuntutinya. Alfa melirik Ganta lalu berkata, "Memang ini jalan menuju rumah kamu?" tanya Alfa sok tidak tahu.

"Iya, Pak."

"Tadinya saya mau ngajak kamu mampir ke soto Pak Haji Ramli deket situ buat sarapan."

"Oooh." Ganta manggut-manggut.

Alfa bernapas lega, Ganta tak jadi mencurigainya. Untung aku ingat warung soto itu, batin Alfa.

Sampai di warung yang dimaksud, mau tak mau Alfa mampir.

"Makan sini atau bungkus?" tanya Alfa sebelum keluar dari mobil.

"Bungkus saja, ya, Pak?"

"Oke. Di keluarga kamu ada berapa orang? Sekalian dibungkusin."

"Mmm ... tiga, Pak!" sahut Ganta cepat.

"Ya dah, ayo turun!"

Mereka pun turun lalu Alfa memesan soto lima dibungkus. Setelah dapat, mereka melanjutkan perjalanan.

"Tolong arahkan rumah kamu, ya?" ujar Alfa melirik Ganta.

Ganta pun dengan hati-hati mengarahkan Alfa. Semakin dekat rumah, jantung Ganta berdegub  kencang. Dia berharap Auriel tak keluar saat Alfa dan dirinya sampai. Biasanya, siapa pun yang datang, gadis itu yang membukakan pintu. Jika tahu Ganta yang datang, pasti langsung menghampiri.

"Ta, kamu enggak pengin pindah dari lingkungan ini? Kayaknya tempat di sini sudah padat," tanya Alfa menjalankan mobilnya pelan masuk ke gang rumah Ganta.

"Disyukuri saja, Pak. Adanya begini."

"Yaaa, kamu kan bisa cari tempat tinggal yang lingkungannya lebih sehat. Kalau terlalu padat begini, apa enggak semakin banyak kesempatan kejahatannya?"

"Mau pindah ke mana, Pak? Saya aja belum genap satu bulan kerja jadi asisten Bapak. Mau beli rumah bagaimana?"

"Kalau saya carikan mau?"

"Enggak ah, Pak! Nanti saya punya beban utang."

"Kamu nyicil dong, Ta."

"Ke perusahaan?"

"Iya. Kalau kamu mau nanti saya uruskan, potong gaji kamu per bulan."

"Ah, saya takut punya tanggungan sama perusahaan, Pak."

"Kalau saya yang beliin, gimana?"

"Enggak usah, Pak. Saya tidak mau merepotkan siapa-siapa. Toh juga saya takut, kalau sampai yang lain tahu, pikirannya macam-macam, entar dikira kita punya hubungan spesial. Kita bekerja profesional saja, Pak."

Entah mengapa mendengar jawaban Ganta, hatinya nyeri, seperti teriris sembilu. Alfa tak bicara apa pun. Ganta malah merasa tidak enak hati. Dia menunduk dan memikirkan perkataannya, takut menyinggung Alfa.

"Pak, rumah saya di depan," kata Ganta menujuk rumah bercat putih dan memiliki gerbang besi hitam sebatas dada orang dewasa.

Mobil Alfa berhenti di depan rumah. Perasaan Ganta was-was. Apalagi ketika tahu pintu rumah terbuka dan Auriel keluar diikuti Carla.

"Pak Alfa, makasih, ya?" ucap Ganta buru-buru keluar supaya Auriel tak berteriak memanggilnya mama.

"Gan--" Belum juga Alfa selesai bicara, Ganta sudah keluar lalu memeluk Auriel.

Alfa dari dalam mobil mengerutkan dahi saat melihat gadis kecil itu terlihat manja kepada Ganta. Dia tersadar sotonya ketinggalan. Alfa pun turun menjinjing plastik putih itu.

"Ganta!" seru Alfa.

Carla, Ganta, dan Auriel menoleh ke arah Alfa.

"Eham, siapa tuh?" tanya Carla lirih, mesam-mesem, menggoda Ganta sambil menyenggol lengannya.

"Ih, apaan sih," ujar Ganta melirik Alfa, dia cemas ketika Alfa terus menatap Auriel.

Siapa anak kecil itu? Katanya, Ganta cuma tinggal bertiga sama orang tuanya? Terus cewek itu ...? Alfa menatap Carla hingga mengerutkan dahi dalam.

"Mami, siapa om itu?" tanya Auriel mendongak menatap Carla sambil menunjuk Alfa.

Dia papamu, Nak, sahut Ganta dalam hati.

"Oh, itu tamu, Sayang. Ayo, salaman sama Om." Carla mengelus kepala Auriel.

Ya Allah, aku tidak pernah membayangkan ini terjadi. Auriel bertemu papanya. Ganta mematung, bibirnya kelu. Apalagi saat Auriel menyalami Alfa, perasaannya campur aduk. Nak, itu papamu. Ganta terharu saat Alfa jongkok menyamakan tingginya dengan Auriel.

"Nama kamu siapa anak cantik?" tanya Alfa mengelus kepala Auriel.

"Auriel, Om," jawab gadis itu polos.

"Wah, pinter sekali kamu."

"Makasih, Om. Hari ini aku ulang tahun loh, Om," kata Auriel lugu.

"Oh, iya? Maafin Om, ya? Om tidak tahu kamu ulang tahu hari ini. Jadi, Om belum bawa kado untukmu. Auriel mau apa?" tanya Alfa menggenggam kedua tangan Auriel.

Entahlah! Rasanya nyaman dan senang melihat senyum gadis kecil di depannya itu. Bahkan, perasaannya sangat tenang. Genggaman tangan Alfa menunjukan jika dia tak ingin jauh darinya.

"Mmm ... aku pengin punya papa," jawab Auriel mengejutkan Ganta juga Carla.

Alfa hanya tersenyum menanggapi itu.

"Memangnya papa Auriel ke mana?" tanya Alfa membuat Ganta kalang kabut.

Dia segera menjawil pinggang Carla, mengode supaya mengajak Auriel masuk.

"Auriel," seru Carla sangat lembut. "Ayo, Sayang, kita masuk! Bukannya tadi kamu minta telur dadar sama Oma?" Carla mendekati Auriel sambil mengulurkan tangan.

"Oh, iya, Mi!" Auriel menepuk keningnya. "Ayo!" Auriel menggandeng tangan Carla.

"Pamitan dulu sama Om," titah Carla sebelum mereka pergi.

Tanpa sungkan Auriel memeluk Alfa. Rasanya ada sengatan listrik yang menyatukan hati Auriel dan Alfa. Auriel sampai memejamkan mata dan menyandarkan kepala di bahu Alfa. Perasaan tenang dan aman yang tak pernah Auriel rasakan sebelumnya, walaupun dia dekat dengan Galang, perasaan ini jauh lebih nyaman.

"Auriel," seru Carla lembut.

Terpaksa Auriel da Alfa saling melepas pelukan mereka.

"Besok Om main lagi ke sini, ya?" kata Auriel penuh harapan.

"Baik, anak cantik. Cium Om dulu." Alfa mendekatkan pipinya.

Saat bibir mungil itu menyentuh pipinya, tiba-tiba memori masa lalu yang dia rasakan saat pertama berhubungan dengan Angel-nya berputar seperti kaset rusak.

"Dadah, Om." Auriel melambaikan tangannya.

Alfa berdiri, dengan senyuman lebar dia membalas lambaian tangan Auriel. Saat Auriel semakin menjauh, hati Alfa seperti tak rela.

"Besok Om bawakan kado spesial buat kamu!" pekik Alfa saat Auriel dan Carla sampai teras.

Auriel menoleh dan tersenyum sangat lebar kepada Alfa, dia kiss bye dan Alfa balas. Hati Alfa sangat bahagia melihat senyum itu.

"Eham!" Ganta berdaham menetralkan kegugupannya.

"Keponakan kamu lucu, ya?" kata Alfa hanya diangguki Ganta. "Eh, iya, ini sotonya." Alfa memberikan plastik putih itu kepada Ganta.

"Makasih, Pak. Saya harap ini pertama dan terakhir Bapak mengantarkan saya." Walaupun Tak tega, Ganta harus menegaskan hal itu.

"Kenapa?" tanya Alfa bingung.

"Pak, tolong pahami posisi saya. Kita sebatas atasan dan bawahan. Apa yang Bapak lakukan ini sudah melebihi batas. Saya cuma tidak mau orang-orang mengira kita ada hubungan spesial. Itu membuat posisi saya serba salah. Kalau Bapak masih ingin saya tetap bekerja di Putra Jaya, tolong profesional."

Tak kuasa menahan air matanya, Ganta pun meninggalkan Alfa. Dia masuk ke rumah lalu bersandar di pintu. Alfa masih termenung di tempat. Kenapa Ganta tiba-tiba bersikap aneh? Apa perlakuannya itu melewati batas? Alfa masuk ke mobil dengan banyak tanda tanya.

Selepas mobil Alfa pergi, bergegas Ganta menghapus air matanya lalu ke kamar untuk meletakkan tasnya. Dia mengambil handuk dan baju ganti di lemari lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai mandi, Ganta kembali ke kamarnya, Carla duduk di tepi ranjang dan menatap Ganta penuh pertanyaan.

"Ta, kenapa semalam kamu enggak pulang? Kamu tahu enggak, Auriel nungguin sampai larut malam."

"Maaf, La. Aku semalam lembur. Ada kerjaan yang harus aku selesaikan biar hari ini bisa nemenin Auriel." Ganta menjawab sambil menyisir rambutnya di depan cermin lemari.

Carla berdiri mendekat pada Ganta. "Terus siapa cowok itu?"

"Dia bosku. CEO baru di Putra Jaya."

"Kalian pacaran?"

"Enggak!"

"Kalaupun kalian pacaran, enggak apa-apa, Ta. Tapi tolong, jangan lupain anak."

Ganta mendengkus, dia meletakkan sisirnya kasar di meja kayu, lalu menghadap kepada Carla.

"Siapa sih yang pengin begini, La? Aku juga enggak mau lembur. Tapi, aku punya tanggung jawab di kantor juga tanggung jawab sebagai ibu. Aku harus bisa membagi waktu."

Ganta ingin menghindari Carla, dia tidak mau berdebat. Namun, Carla menahan tangan Ganta dan bertanya, "Jujur sama aku, Ta, siapa ayah biologis Auriel?"

Susah payah Ganta menelan ludahnya. Dia tak berani menatap Carla.

"Bertahun-tahun kita sahabatan, kamu enggak pernah mau jujur sama kami tentang ayah Auriel. Ibu, Bapak, Galang, Ratna, aku, kamu anggap apa, Ta? Kenapa kami enggak boleh tahu ayah Auriel? Hah!" sentak Carla gemas dengan sikap Ganta yang terus-menerus menutup rapat tentang ayah Auriel.

"Dia udah bahagia, La. Aku enggak mau mengganggu hidupnya." Ganta berkata lirih.

"Apa dia tahu kalau punya anak sama kamu, Ta?"

Ganta menggeleng lemas. "Aku berharap dia enggak pernah tahu."

Carla melepas pergelangan Ganta kasar. Dia mengusap wajahnya lalu berkata, "Sampai kapan, Ta? Hah? Sampai kapan kamu sembunyikan kenyataan dari Auriel? Kamu dengar tadi, kan, apa yang Auriel katakan sama bosmu? Kamu enggak tuli, kan, Ta? Aku enggak ngerti lagi sama arah pikiranmu, Ta." Carla menangis sesenggukan, sempoyongan berjalan ke tempat tidur.

Ganta pun menangis, dia tak punya pilihan selain merahasiakan kenyataan itu. Jika satu saja orang sampai tahu tentang ayah Auriel, rahasianya tak akan pernah aman. Biarkan hanya Ganta yang tahu.

Sepanjang jalan, Alfa terus terbayang-bayang wajah cantik Auriel. Senyum gadis itu mengalahkan segala rasa dalam hatinya.

"Apa hubungan Ganta dengan Auriel? Lalu siapa wanita yang Auriel panggil Mami? Apakah dia kakak sepupu Ganta? Ah, ini semakin rumit," gumam Alfa pening.

Sampai kapan dia mencari Angel?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top