Jauhi Saya
Suka rela Arista mengajukan diri untuk merawat Ani yang kini koma di rumah sakit Jakarta. Rehan sampai hari kelima setelah kejadian itu masih menjadi buronan.
Keadaan Alfa juga sudah membaik, lukanya telah mengering dan dia sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Di kamar, Ganta merenung sendiri. Dia semakin over protektif kepada Auriel.
"Ma," seru Auriel dari ambang pintu kamar, dia sudah siap dengan seragam merah putih. Rambutnya yang panjang diikat satu.
"Iya, Sayang," sahut Ganta menoleh dengan senyum manis.
Auriel berjalan mendekati Ganta yang sedang duduk di tepi ranjang, menghadap jendela.
"Aku boleh tanya sesuatu?" Auriel ikut duduk di sebelah Ganta.
"Boleh. Tanya apa?"
"Apa benar, Om Alfa itu papaku?" Dari sorot mata Auriel, dia menaruh harapan besar.
Ganta tersenyum dan mengangguk. "Iya, dia papa kamu."
"Kenapa Mama sama Om Alfa tidak tinggal satu rumah?"
"Mmm ... soalnya ... mmm ... orang kalau mau tinggal satu rumah harus menikah dulu."
"Kenapa Mama sama Om Alfa tidak menikah? Kan, kita bisa tinggal bareng, Ma."
Hati Ganta seperti teriris sembilu, nyeri dan sangat perih. Kejadian dua hari lalu saat di kantor membulatkan tekadnya.
Ketika Ganta tengah sibuk bekerja sendiri lantaran Alfa masih dalam proses pemulihan di rumah sakit, Putri menghampirinya. Tiba-tiba dia duduk di kursi depan meja kerja Ganta.
"Aku mau bicara sama kamu," ujar Putri dengan wajah serius.
"Bicara saja," sahut Ganta yang tak sudi melihat wajah Putri, dia berbicara, tetapi pandangannya ke komputer.
"Aku sudah lama peringatin kamu untuk menjauhi Kak Alfa, kan? Kenapa kamu muncul lagi? Hah! Delapan tahun aku digantung dia, kamu enggak tahu sakitnya aku menunggu tanpa kepastian!" Suara Putri parau dan bergetar.
Ganta mendengkus, dia terpaksa mengalihkan pandangannya kepada Putri. Wajah Putri sangat sedih, ini kali pertama Ganta melihatnya hampir menangis.
"Itu urusan kamu sama dia. Jangan bawa-bawa aku ke dalam urusan pribadi kalian. Aku enggak punya hubungan apa pun sama dia. Toh dia tunangan kamu, aku sebatas asistennya dan aku kerja buat biaya keluargaku."
"Tapi dia mengharap kamu jadi istrinya! Kamu coba di posisiku. Gimana perasaanmu?"
"Terus mau kamu apa?"
"Tolak dia kalau Kak Alfa melamar kamu. Kamu enggak kasihan sama aku yang sudah menunggu bertahun-tahun?"
"Apa kamu juga enggak kasihan sama aku yang kehilangan orang tua sampai berjuang sendiri bertahun-tahun? Ditambah aku mengandung anak Alfa tanpa dia tahu dan harus membesarkan anaknya sendiri. Itu semua disebabkan kamu sama papamu! Apa masih kurang penderitaan yang kamu berikan padaku, Put?" sentak Ganta menatap nyalang kepada Putri.
Mata Putri terbelalak, dia selama ini tidak tahu sama sekali jika orang yang beberapa tahun lalu ditabrak sampai meninggal di tempat itu adalah orang tua Ganta. Saat kejadian itu, Putri cuci tangan, yang mengurus hanyalah Rehan. Putri tahunya beres.
"Kamu masih ingat, kan, pengendara motor yang kamu tabrak sampai tewas di tempat? Itu orang tuaku, Put!" jerit Ganta terdengar sampai luar. Putri shock, jantungnya seperti berhenti berdetak.
Anita dan Rafael berlari masuk ke ruangan Alfa. Ganta dan Putri saling menatap, keduanya sedang menangis sesenggukan. Mereka tak berani menyela, hanya bisa berdiri di samping meja kerja Ganta.
"Kalau memang kamu menginginkan Alfa, silakan ambil! Aku enggak butuh kalian semua! Aku sudah cukup bahagia dengan anakku." Ganta merapikan barang-barangnya. "Pak Rafael, surat resign besok saya titipkan Ratna. Maaf, saya sudah tidak bisa membantu lagi di kantor ini," ucap Ganta sambil menangis dan kedua tangannya memasukkan barang-barang dia di kardus.
"Mbak Ganta, kita bisa bicarakan baik-baik. Pak Alfa nanti ..."
"Pak Rafael, saya sudah tidak bisa di sini lagi," ucap Ganta memotong ucapan Rafael.
"Tapi, Mbak ..."
"Pak, tolong sampaikan ke Pak Alfa kalau beliau besok sudah masuk. Ada dan tanpa persetujuan dia, keputusan saya sudah bulat. Saya sudah tidak bisa di sini lagi. Maaf," ucap Ganta mengangkat kardus berisi barang-barangnya dan menyangklong tas. "Anita, maaf kalau selama aku kerja di sini bikin kamu enggak nyaman. Sekarang kamu bisa lega, aku enggak akan mengganggumu lagi. Baik-baik, ya, kerja di sini," ujar Ganta sambil menangis, hal itu membuat Anita bingung dan malah ikut menangis.
Putri masih termangu di tempat duduknya. Dia teringat kejadian kecelakaan beberapa tahun lalu. Dada Putri naik turun, napasnya tersengal-sengal.
"Ta ..."
"Kamu enggak perlu komentar apa-apa saat ini, Nit." Ganta memotong ucapan Anita. "Maaf, aku permisi."
Sejak itu Ganta tidak masuk kerja. Walaupun Alfa menghubunginya lewat Carla karena hingga saat ini dia belum sempat beli ponsel baru, Ganta tak mau bicara padanya.
"Ma, kenapa malah ngelamun sih?" tanya Auriel memegang lengan Ganta hingga menyadarkannya dari lamunan.
"Maaf, Sayang, tadi kamu tanya apa?" Ganta memandang Auriel dengan tatapan lembut.
"Kenapa Mama sama Om ..."
"Ta, ada Pak Alfa tuh di depan." Carla datang memotong ucapan Auriel.
"Om Alfa?" Wajah Auriel berseri-seri.
"Iya. Kamu mau ketemu?" tanya Carla mengulurkan tangan kepada Auriel.
"Mau!" Auriel mengangguk dan menggandeng tangan Carla.
Mereka keluar kamar, lalu menemui Alfa yang menunggu di teras.
"Om Alfaaaaa!" pekik Auriel girang berlari sambil merentangkan kedua tangan.
Alfa jongkok dan menangkapnya, kini Auriel di dalam dekapan Alfa. Carla tersenyum bahagia melihat keakraban Auriel dan Alfa yang terjalin natural. Sejak mereka bertemu, keduanya sudah seperti saling membutuhkan.
"Kok belum berangkat sekolah sih jam segini?" tanya Alfa membelai pipi Auriel.
"Mama masih siap-siap," jawab Auriel polos.
"Pak Alfa, silakan masuk," kata Carla menggeser tubuhnya dari ambang pintu.
"Terima kasih, Nona Carla. Saya ke sini mau ketemu Auriel dan ada sedikit urusan sama Ganta. Saya tunggu di sini saja," ujar Alfa berdiri, menegakkan tubuhnya.
Auriel terus memeluk pinggangnya, dia seperti enggan jauh dari Alfa. Ganta keluar, sudah rapi memakai rok terusan biru motif bunga-bunga kecil yang pas bodi, panjang selutut, dan tas jinjing. Rambut pirang nan pendeknya digerai dengan ujung bergelombang. Sejenak Alfa terpukau dengan penampilan Ganta hari ini.
"La, aku aja yang antar Auriel sekolah. Sekalian aku mau bicara sama Pak Alfa di luar," kata Ganta diangguki Carla.
"Oke. Kalau gitu aku ke rumah Papa. Ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama beliau," ujar Carla sambil tersenyum lebar.
Melihat Ganta menemukan pendamping hidupnya, sebagai sahabat, Carla ikut bahagia. Dia berharap, Ganta dan Alfa bisa segera menikah. Carla kasihan kepada Auriel yang sepertinya memang butuh sekali sosok ayah dalam hidupnya.
"Auriel, ambil tasnya. Kita berangkat," titah Ganta sambil mengelus kepalanya.
"Siap, Ma!" Dengan perasaan girang, Auriel mengambil tasnya di kamar. Dia keluar lagi sambil berlari.
Alfa sangat bahagia, ini kali pertama dia bisa mengantar Auriel berangkat sekolah, apalagi bersama Ganta. Sudah seperti keluarga kecil yang lengkap. Tak sia-sia dia datang ke rumah Ganta pagi-pagi. Tadinya Alfa ingin mengobrol dengan Ganta mengenai keputusannya resign dari kantor tanpa persetujuan dia.
Setelah pamitan dengan Carla, mereka pun berangkat. Auriel duduk di belakang bersama Ganta. Kali ini Alfa tidak memakai mobil ferrari merahnya, tetapi sedan hitam yang mengilap.
Sebelum menginjak gas, Alfa bertanya, "Enggak ada yang mau duduk di depan nih?"
Ganta dan Auriel diam dan malah saling pandang.
"Oke, enggak apa-apa. Kali ini aku jadi sopir kalian," kata Alfa menghela napas dalam lalu memasukkan gigi dan melepas rem pelan sambil menginjak gasnya pelan, mobil pun jalan.
Selama perjalanan, di dalam mobil itu terdengar ocehan Auriel dan Alfa. Ganta hanya diam. Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai di depan sekolah Auriel. Meskipun kelihatannya tak ada yang spesial dari Auriel, sebenarnya Alfa menyiapkan intel yang selalu mengawasi dan melindungi Auriel dari jarak jauh.
Ganta dan Alfa turun dari mobil, mereka mengantar Auriel sampai depan gerbang. Senyum bahagia terukir jelas di bibir Auriel, tak sedetik pun senyum itu pudar. Namun, tidak untuk Ganta, wajahnya datar.
"Belajar yang pinter, ya, Sayang," ucap Alfa menyentuh kepala Auriel.
"Makasih, Om," ucap Auriel lalu mendapat hadiah ciuman di keningnya dari Alfa.
Hati Auriel terasa sejuk, dia tersenyum sangat manis kepada Alfa. Setelah mencium punggung tangan Alfa dan Ganta, Auriel pun masuk. Selepas punggung Auriel tak terlihat, Alfa menoleh pada Ganta yang masih setia menatap lurus ke depan.
"Mau ke mana kita?" tanya Alfa.
"Ke taman dekat sini aja. Ada hal yang mau saya bicarakan."
Aneh! Kenapa Ganta kembali berbicara formal lagi padanya? Firasat Alfa tiba-tiba tak enak. Alfa membukakan pintu mobil untuk Ganta, setelah masuk, dia mengitari mobil dan duduk di belakang kemudi. Sepanjang perjalanan, keadaan di dalam mobil sunyi, tak ada obrolan di antara mereka. Hingga sampai di parkiran taman, Ganta masih membisu.
Mereka keluar dari mobil, mencari kursi kosong di bawah pohon rindang. Suasana masih pagi, taman juga tak begitu ramai, para pedagang masih bersiap. Ganta dan Alfa duduk bersebelahan, berjarak sekitar tiga puluh sentimeter.
"Ada sesuatu yang mau saya bicarakan," ucap Ganta memulai obrolannya.
"Bicara saja," ujar Alfa bersikap santai, dia duduk bersandar.
"Setelah saya pikir-pikir, sepertinya mending kamu jangan temui Auriel lagi. Saya juga sudah keluar dari pekerjaan."
Langsung Alfa menegakkan tubuhnya, duduk menyerong menghadap Ganta, dan menatapnya tak suka. "Loh, kamu enggak bisa gitu dong, Ta! Aku papanya, kamu ..."
"Alfa, tolong mengertilah! Saya sama Auriel udah terbiasa hidup tanpa kamu. Kedatangan kamu justru mengusik ketenangan kami. Keselamatan Auriel terancam. Tolong, pahami!"
"Kamu sudah janji waktu itu, mau menikah denganku. Tapi kenapa tiba-tiba begini? Plin-plan!"
"Iya! Saya plin-plan! Saya mau hidup tenang sama Auriel. Tanpa bayang-bayang kamu."
"Enggak bisa gitu dong, Ta. Aku sudah menemukanmu, bertahun-tahun aku cari kamu, setelah dapat, enggak bisa begitu aja aku lepasin kamu. Apalagi aku tahu kalau kita punya anak."
"Tapi, saya enggak mau mengusik hidup kamu, Alfa! Kamu enggak kasihan sama Putri? Dia sudah kamu gantungin bertahun-tahun."
Terdiam, memang benar kata Ganta. Namun, apa itu semua salah Alfa? Beberapa menit mereka saling diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Saya cuma enggak pengin kejadian kemarin terulang lagi. Kamu, Galang, dan siapa pun yang masih berurusan dengan Pak Rehan dan Putri, tidak ada yang boleh mendekati Auriel," ucap Ganta tegas, kali ini dia beranikan menatap wajah Alfa yang tampak berat.
"Aku bisa ngasih perlindungan ekstra untuk Auriel, Ta. Kamu tenang saja, secepatnya Om Rehan bakalan ketangkap. Bukti-bukti kejahatan dia sudah lengkap di kantor polisi."
"Apa kamu juga bisa mewujudkan satu keinginanku?"
"Apa?" sahut Alfa cepat.
"Membuka lagi kasus kecelakaan orang tuaku dan mengadili Putri sesuai hukum yang berlaku di negara ini."
Ganta menunggu jawaban Alfa. Pria bertubuh jangkung itu menghela napas berat.
"Ta, soal itu sabar dulu, ya? Satu-satu kita hadapi bersama. Kasihan Putri, Ta. Tante Ani masih koma, Om Rehan jadi buronan, terus siapa yang mau mendampingi dia? Aku sangat mengenalnya, dia enggak bisa menghadapi hidupnya sendiri. Putri terlatih manja dan ..."
"Cukup, jawaban kamu intinya tidak bisa, kan?" sela Ganta tersenyum tipis.
"Bisa. Tapi ..."
"Cukup, Alfa, cukup!" Ganta mengangkat tangannya di depan dada Alfa, supaya dia menghentikan ucapannya. "Sepertinya memang kamu yang harus mendampingi dia. Siapkan pengacara terbaikmu. Sampai bertemu di meja hijau," ujar Ganta lantas berdiri dan menyangklong tasnya.
"Ta, tunggu dulu, maksud kamu apa?" Alfa menahan pergelangan tangan Ganta ketika wanita bertubuh mungil itu melangkah pergi.
"Maksud saya sudah jelas, Pak Alfa. Satu, kamu dan keluargamu tolong jahui Auriel. Kedua, saya tetap akan menegakkan hukum demi keadilan orang tua saya."
"Kamu kenapa sih, tiba-tiba bisa berubah pikiran begitu? Ada apa? Ayo, cerita! Kita hadapi bersama," tutur Alfa sangat lembut masih tetap memegangi pergelangan Ganta.
Tak ada sahutan dari Ganta, dia melepas tangan Alfa, lantas melenggang pergi menunggu taksi di tepi jalan. Alfa masih berusaha mengajak Ganta bicara, tetapi Ganta enggak merespons. Sampai akhirnya ada taksi yang berhenti setelah Ganta melambaikan tangan. Tanpa sepatah kata pun, Ganta masuk, dan meninggalkan Alfa.
***
Keadaan Ani sangat memprihatinkan. Dari penjelasan dokter, meskipun belum jelas seberapa besar dia dapat merespons, tetapi ada kemungkinan Ani dapat mendengar dan memahami suara di sekitarnya. Dokter juga menjelaskan bahwa menstimulasi indera sentuhan, penciuman, suara dan penglihatan dapat membantu Ani pulih.
Dengan telaten Arista mengurus Ani. Setiap pagi dan sore membasuh tubuhnya dengan kain basah untuk menjaga kebersihan Ani. Dia juga sering mengajak Ani bicara, Arista juga sudah menjelaskan posisinya dulu sampai mau dijadikan istri kedua oleh Rehan.
"Ma," seru Galang yang setia menemani Arista.
Dia tak rela jika Arista sendirian menjaga Ani. Sebab itu Galang menemani Arista.
"Kamu sudah makan?" tanya Arista menyentuh lengan Galang ketika pria bertubuh kekar itu berdiri di samping tempat duduknya.
"Sudah. Mama istirahat dulu aja, ya? Kasihan kantung mata Mama sampai besar begitu. Jangan sampai Mama ikutan sakit. Biar aku yang jagain Tante Ani."
"Iya. Nanti gantian setelah Mama bangun, kamu tidur, ya?"
"Iya, Ma."
Arista beranjak, lantas berbaring di kasur yang memang khusus untuk penjaga pasien, ada di satu ruangan itu. Galang duduk, dia genggam tangan Ani.
"Tante cepat sembuh, ya? Banyak yang menunggu Tante sadar. Papa sampai hari ini masih jadi buronan, Tante. Semoga saja ini semua cepat berlalu," ujar Galang lalu mencium punggung tangan Ani.
Walaupun sebelumnya Galang tidak pernah bertemu Ani secara langsung, tetapi saat ini, dia merasa memiliki dua ibu yang harus dijaga.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top